Bagikan:

JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyatakan bahwa untuk meraih kedaulatan AI, terdapat fondasi utama yang harus dikuatkan, yakni infrastruktur digital dan pengembangan talenta lokal yang unggul.

Menurut Meutya, untuk menjadi pemimpin AI, Indonesia harus memiliki pusat data yang mumpuni untuk dapat memenuhi kebutuhan AI terhadap daya komputasi dan kapasitas pemrosesan yang tinggi.

AI kan akan memerlukan processing dan kapasitas yang sangat besar. Kalau di sini belum ada, ini akan sulit kita wujudkan,” kata Meutya dalam siaran resminya pada Selasa, 15 April.

Maka dari itu, Indonesia tidak bisa langsung menjadi pemimpin AI global secara instan. “Kita step by step menuju kedaulatan AI: pertama, infrastrukturnya dulu dibenahi, kemudian talenta digital disiapkan,” jelasnya. 

Saat ini, salah satu strategi kunci Kemkomdigi adalah mencetak sembilan juta talenta digital pada 2030. Program pelatihan diselenggarakan bersama berbagai mitra global, termasuk Microsoft dan Google. 

Namun, Meutya mengakui adanya tantangan besar, yakni peminatnya belum banyak, meskipun pelatihan ini digratiskan. Untuk itu, Komdigi kini menggandeng perguruan tinggi untuk menjaring peserta yang serius ingin menjadi talenta AI. 

Tidak lupa, Meutya juga menyoroti potensi siswa-siswi SMK yang dinilai sangat cepat memahami dan mengembangkan proyek-proyek AI. 

“Tingkat kelulusannya memang tidak tinggi, which is normal. Tapi justru di tingkat SMK itu sangat kreatif karya-karya AI-nya,” ungkap Meutya lebih lanjut. 

Sebagai bagian dari pendekatan etis, Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Etika AI—menjadikannya salah satu negara pertama di Asia yang memiliki panduan resmi terkait pengembangan dan pemanfaatan AI secara bertanggung jawab.

Komdigi saat ini juga tengah merancang peta jalan (roadmap) AI untuk menciptakan tata kelola AI di Indonesia. Roadmap ini ditargetkan untuk rampung dalam beberapa bulan ke depan.