JAKARTA – Seorang pengacara yang mewakili pembuat konten TikTok mendesak Gedung Putih dan Departemen Kehakiman (DOJ) Amerika Serikat untuk memberikan klarifikasi kepada Apple dan Google bahwa mereka dapat terus menawarkan aplikasi TikTok di toko aplikasi masing-masing, meskipun larangan hukum terhadap aplikasi tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada Minggu, 21 Januari 2025.
Jeffrey Fisher, yang menjadi pengacara pengguna TikTok dalam upaya menggugat undang-undang pelarangan tersebut di Mahkamah Agung, pada Jumat lalu mengirim surat kepada Jaksa Agung Merrick Garland dan Presiden AS Joe Biden. Dalam suratnya, Fisher menyatakan bahwa tanpa adanya tindakan dari pihak administrasi, undang-undang tersebut akan memaksa TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan asal China, ByteDance, untuk menghentikan operasionalnya pada Minggu mendatang.
“Kami dengan hormat meminta Anda untuk mengarahkan Departemen Kehakiman untuk menunda penegakan undang-undang ini hingga ada panduan yang lebih jelas,” tulis Fisher dalam surat tersebut. Ia juga meminta agar pihak pemerintah mengklarifikasi bahwa tidak ada toko aplikasi, layanan hosting internet, atau penyedia lainnya yang akan menghadapi risiko penegakan hukum atau penalti terkait dengan TikTok, CapCut, atau aplikasi lain milik ByteDance hingga panduan lebih lanjut diterbitkan.
TikTok dan Ancaman Larangan Operasional
Langkah hukum terhadap TikTok telah menjadi perdebatan besar di Amerika Serikat karena kekhawatiran terkait keamanan data dan pengaruh asing. Undang-undang baru yang mengatur larangan terhadap aplikasi ini menjadi langkah konkret pertama yang dapat memaksa TikTok untuk menghentikan operasionalnya di Amerika Serikat.
Namun, gugatan hukum yang diajukan oleh pengguna TikTok sebelumnya berhasil membawa kasus ini hingga ke Mahkamah Agung. Gugatan tersebut menyoroti potensi pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan dampaknya terhadap jutaan pembuat konten yang menggantungkan mata pencaharian mereka pada platform tersebut.
Fisher menekankan bahwa larangan ini tidak hanya akan berdampak pada TikTok sebagai perusahaan, tetapi juga pada ekosistem teknologi yang lebih luas, termasuk toko aplikasi seperti Apple dan Google. “Tanpa adanya panduan yang jelas dari pemerintah, risiko penegakan hukum ini menciptakan ketidakpastian yang besar bagi semua pihak terkait,” ujarnya.
BACA JUGA:
Respons Administrasi Biden Ditunggu
Hingga berita ini diturunkan, Gedung Putih maupun Departemen Kehakiman belum memberikan tanggapan resmi terkait permintaan Fisher. Sementara itu, Apple dan Google juga belum mengeluarkan pernyataan apakah mereka akan tetap menawarkan TikTok di platform mereka setelah larangan ini resmi berlaku.
Langkah Fisher mencerminkan kekhawatiran yang semakin besar di kalangan pengguna TikTok dan para pemimpin industri teknologi mengenai dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap kebebasan berekspresi dan akses teknologi di Amerika Serikat.
TikTok, yang memiliki jutaan pengguna aktif di Amerika Serikat, terus menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan legislator yang menginginkan regulasi yang lebih ketat terhadap perusahaan teknologi yang berbasis di China. ByteDance, sebagai induk perusahaan TikTok, sebelumnya telah menyatakan komitmennya untuk mematuhi peraturan lokal dan memastikan keamanan data pengguna.
Keputusan pemerintah dalam beberapa hari ke depan akan menjadi penentu bagi nasib TikTok dan platform lainnya di Amerika Serikat. Fisher dan pihak-pihak terkait berharap adanya kejelasan yang dapat menghindarkan dampak besar terhadap ekosistem digital dan pengguna aplikasi ini.