Bagikan:

 

JAKARTA – Indonesia tidak memiliki wakil babak final BWF World Tour Finals 2024 setelah tunggal putra Jonatan Christie ikut tumbang di babak semifinal. Jonatan meninggalkan kompetisi ini setelah menelan kekalahan tiga gim 6-21, 21-15, dan 13-21 melawan Anders Antonsen dari Denmark pada Sabtu, 14 Desember 2024 malam WIB.

Ini bentrok kedua mereka kurang dari sebulan sejak final China Masters 2024 pada akhir November lalu. Ketika itu Jonatan harus puas menjadi runner up usai kalah dua gim. Secara keseluruhan ini merupakan kekalahan kelima Jonatan dari Antonsen dalam 11 kali pertemuan mereka. Dua dari jumlah tersebut terjadi dalam tahun ini.

Ini ketiga kalinya secara beruntun Jonatan pulang di babak semifinal BWF World Tour Finals. Tahun lalu dia kalah melawan Shi Yuqi, sedangkan di edisi 2022 langkahnya diadang oleh Anthony Sinisuka Ginting. Jonatan tersingkir di semifinal bersama duo ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani.

Fajar/Rian tumbang melawan Goh Sze Fei/Nur Izzuddin dari Malaysia, sedangkan Sabar/Reza mengakui keunggulan wakil Denmark, Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen. Indonesia secara keseluruhan mengirim enam wakil ke ajang ini. Namun, tiga lainnya sudah terlebih dahulu kandas di babak penyisihan grup. Mereka adalah Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya Pratiwi, Gregoria Mariska Tunjung, dan Dejan Ferdinansyah/Gloria Emanuelle Widjaja.

Kegagalan Indonesia dalam meraih tiket ke babak final BWF World Tour Finals 2024 menjadi tantangan besar bagi PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia). Meskipun bulutangkis merupakan olahraga andalan Indonesia, hasil ini mengindikasikan pentingnya evaluasi mendalam untuk memperbaiki dan mengembalikan kejayaan bulutangkis Tanah Air di tingkat dunia.

Salah satu aspek utama yang perlu diperhatikan adalah penguatan mental bertanding para pemain. Banyak atlet, seperti Jonatan Christie, terlihat kesulitan dalam menjaga konsistensi performa saat menghadapi tekanan tinggi, terutama di babak semifinal atau final. Oleh karena itu, PBSI perlu memperkuat dukungan psikologis kepada para atlet, agar mereka lebih siap menghadapi pertandingan penting di masa depan.

Selain itu, pola latihan para pemain juga perlu dievaluasi dan diperbaharui. Kekalahan yang berulang dari lawan yang sama, seperti Anders Antonsen yang mengalahkan Jonatan dua kali dalam setahun, menunjukkan perlunya pembaruan strategi dan taktik yang lebih adaptif.

Pelatih harus dapat merancang taktik yang variatif, serta memperkuat aspek fisik pemain, mengingat banyak pemain yang terlihat menurun performanya pada gim-gim penentuan. Dengan daya tahan yang lebih baik, diharapkan pemain dapat mempertahankan performa mereka hingga akhir pertandingan.

Fokus khusus juga harus diberikan kepada sektor-sektor yang mengalami kekurangan, seperti ganda putri dan tunggal putri. Kegagalan Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya Pratiwi dan Gregoria Mariska Tunjung di turnamen besar menunjukkan masih adanya kesenjangan antara sektor ini dengan negara-negara lain, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Oleh karena itu, sektor-sektor ini memerlukan perhatian lebih agar bisa bersaing dengan negara-negara unggulan.