Bagikan:

JAKARTA - Petty Tunjungsari, anak sekaligus ahli waris pemegang hak cipta dari karya-karya Titiek Puspa, mempercayakan seluruh urusan hak ekonomi atau royalti kepada Musica Studios selaku label tempat mendiang bernaung, sebelum meninggal dunia pada 10 April lalu.

Dia menyatakan bahwa sejauh ini royalti yang diterima dari pihak label berjalan dengan baik. Dengan ini, Petty juga menegaskan, pihaknya tidak ingin menyerahkan royalti sang ibu untuk dikelola atau dihimpun oleh pihak lain, yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.

“Lancar, alhamdulillah, kita ikuti saja peraturan yang ada di negeri ini. Dan kita sedang berusaha untuk menengahi, istilahnya membantu agar semua itu tidak double standard. Jadi, harus ada standard-nya,” kata Petty, saat ditemui setelah tahlilan 7 hari wafatnya Titiek Puspa di Melawai, Jakarta Selatan, Kamis, 17 April.

Petty merasa, pengelolaan royalti di Indonesia saat ini, sudah berjalan dengan sistem yang baik. Ia tidak mau disibukkan dengan harus menagih-nagih hak ekonomi atas penggunaan karya cipta sang ibu.

“Dan maaf ya, sistem ini istilahnya justru meninggikan harkat kita sebagai komposer. Supaya kita jangan seperti – mohon maaf – nagih-nagih kredit panci gitu. Ya karena udah ada wadahnya,” katanya.

Lebih lanjut, Petty mengatakan, hubungan baik Titiek Puspa dengan Musica Studios sudah berjalan sangat lama, dan menjadi hubungan bisnis yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Di samping pihak label, Petty juga menyebut sang ibu terdaftar sebagai anggota Wahana Musik Indonesia (WAMI), salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang bertugas mengelola royalti performing rights.

“Ibu saya berteman dengan Musica itu sejak lama, jadi sudah seperti keluarga dan teman baik. Dan memang ibu saya itu sudah percayakan semua ke Musica dan WAMI,” katanya.

Petty juga tidak ingin royalti sang ibu menjadi ‘bumbu’ lain dalam permasalahan antara penulis lagu dan penyanyi yang belakangan menjadi sorotan.

“Mari kita kepala dingin lah. Semua itu teman. Komposer kalau enggak ada yang nyanyi, siapa yang mau nyanyiin? Penyanyi kalau tidak ada lagu, bagaimana dia bisa mengekspresikan teknik nyanyinya, sehingga dia akhirnya dikenal?” ujar Petty. “Komposer dan penyanyi kalau enggak ada pemain band atau musisi, hasil akhirnya enggak bisa maksimal. Jadi, kita berteman lah semua.”

Di samping itu, mengingat hak ekonomi atau royalti Titiek Puspa masih menjadi hak ahli waris hingga 70 tahun mendatang, Petty memastikan bahwa ia akan mengajarkan hak-hak dari karya cipta almarhumah.

Namun yang menjadi perhatian utama Petty bukan melulu soal royalti. Ia ingin nama sang ibu terus dikenang sebagai pencipta, bersamaan dengan lagu-lagunya yang akan terus ada.

“Saya bilang sama anak-anak saya, ‘Kalian harus mengerti tentang masalah royalti.’ Kita bukan mempermasalahkan royalti di segi ekonominya, tapi mesti menghargai ciptaan dia. Kita masuk ke ranah royalti dalam rangka kita melestarikan dan menjaga ciptaannya dia,” katanya. “Karena kreasi itu tidak semua orang bisa. Menurut saya, yang mengarang mesti extraordinary, karena dia enggak sekolah, dia enggak bisa nulis notasi, dia enggak bisa menggunakan alat musik, ya itu adanya ya dia orang kampung banget.”