Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai lembaga bantu pemerintah nonAPBN dalam mengelola kepentingan hak ekonomi (royalti) Pencipta dan pemilik Hak Terkait di bidang musik, mengeluarkan pernyataan sikap atas ramainya pro-kontra kasus Ari Bias dan Agnez Mo.

Seperti diketahui, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam putusannya, mengabulkan sebagian gugatan Ari Bias, serta menyatakan Agnez Mo telah melakukan pelanggaran hak cipta dan menghukumnya untuk membayarkan denda kerugian sebesar Rp1,5 miliar.

Dharma Oratmangun selaku Ketua LMKN saat jumpa pers – setelah menggelar diskusi publik di Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Kamis, 13 Februari – membacakan enam poin yang menjadi pernyataan sikap LMKN.

“Bahwa LMKN sangat prihatin terhadap dampak yang berkembang di masyarakat, khususnya stakeholder ekosistem musik, atas putusan Pengadilan Niaga kasus Ari Bias menggugat Agnes Monica sebagaimana tampak di dalam polemik di media sosial. Pencipta lagu dan pelaku pertunjukan (penyanyi) saling beradu argumentasi dalam perselisihan pendapat terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut,” kata Dharma, membacakan poin pertama.

Pada poin kedua, kata Dharma, LMKN menghormati hak setiap orang untuk menempuh jalur hukum, ketika merasa haknya telah dicederai. Hal ini sejalan dengan LMKN yang juga menghormati setiap putusan pengadilan – sampai dengan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.

Kemudian pada poin ketiga, Dharma mengatakan, pihaknya selalu berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Peraturan yang dimaksud, meliputi Undang-Undang No.28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta lagu dan/atau musik (PP No.56 Tahun 2021), dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan PP No.56 Tahun 2021 (Permenkumham No 9 Tahun 2022).

“LMKN mendasarkan pengelolaan dan perlindungan hak pada benang merah yang tidak terpisahkan dalam tiga pasal di dalam UUHC, yaitu Pasal 9 yang melindungi hak Pencipta lagu… Pasal 23 ayat (5) yang melindungi Pelaku Pertunjukan… Pasal 87 ayat (5) yang melindungi Pengguna,” kata Dharma.

“Ketiga pasal ini tidak kontradiktif tetapi saling melengkapi dan melindungi Pencipta, Pelaku Pertunjukan, dan Pengguna lagu dan/atau musik,” lanjutnya.

Pada poin keempat, Dharma menghimbau Pengguna mengurus lisensi dan membayar royalti performing rights, seperti apa yang menjadi ketentuan perundang-undangan dan kebiasaan yang berlaku di seluruh dunia.

“Kewajiban pembayaran royalti performing rights diletakkan pada Pengguna Komersial. Atas dasar itu, LMKN melakukan tugas penarikan royalti yang ditujukan kepada Pengguna, Untuk itu, LMKN menghimbau agar para Pengguna lagu dan/atau musik di area publik untuk tujuan komersial, patuh hukum dengan mengurus lisensi dan membayar royalti. Jika Pengguna patuh hukum, maka kasus seperti halnya Ari Bias dan Agnes Mo tidak akan terjadi,” ujarnya.

Selanjutnya pada poin kelima, kata Dharma, LMKN mengimbau agar kasus ini tidak berkembang menjadi preseden dimana para Pencipta lagu beramai-ramai menggugat atau menuntut penyanyi, melainkan bersama-sama proaktif mengingatkan dan mengharuskan Pengguna membayar royalti.

“Kewajiban pembayaran royalti oleh Pengguna ini selayaknya wajib dimasukkan sebagai klausul di dalam perjanjian antara Pelaku Pertunjukan dengan Pengguna. LMKN mengusulkan agar disepakati klausul baku yang wajib dimasukan dalam perjanjian,” tambah Ketua LMKN itu.

Pada poin terakhir, Dharma mengakui pihaknya belum secara maksimal melakukan penarikan royalti sesuai potensi yang ada. Dia menyebut beberapa kendala harus dihadapi, seperti penegakan hukum yang lemah serta teknologi sistem penarikan dan distribusi royalti yang belum mendukung.

“Untuk itu, LMKN telah memulai kerja sama dengan beberapa vendor IT yang akan membantu meng-upgrade manajemen pengelolaan royalti LMKN. Terkait regulasi, LMKN menghimbau kepada pemerintah untuk hadir,” kata Dharma.

“Di dalam kegiatan pertunjukan musik, LMKN kembali mengimbau Kementerian Hukum dan Kepolisian Republik Indonesia untuk membuat Keputusan Bersama yang mewajibkan Pengguna untuk mendapatkan lisensi dan membayar royalti, sehingga sebelum ada rekomendasi LMKN, maka proses perizinan tidak dapat dilakukan. Diharapkan dengan keputusan ini, maka Pengguna akan melaksanakan kewajiban hukumnya,” tandasnya.