Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 7 Mei 2019, aksi lempar telur ke kepala Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morisson berlangsung saat kampanye di New South Wales. Peristiwa itu menghebohkan seisi Australia, kemudian dunia. Kepolisian setempat langsung menangkap pelaku pelempar telur.

Sebelumnya, pemerintah Australia kerap diprotes terkait eksistensi penjara imigran di Pulau Manus, Papua Nugini. Australia mengoperasikan penjara itu guna mencegahnya masuknya imigran gelap -- pencari suaka ke Australia. Namun, kekerasan kerap diterima oleh penghuninya.

Australia sering kali jadi negeri tujuan para pencari suaka. Mereka mencoba datang ke Australia gunakan perahu dengan maksud mengubah hidup jadi lebih baik. Namun, aksi itu tak mudah. Australia sendiri serius mencegah para pencari suaka masuk ke negaranya.

Ketegasan itu terlihat kala Scott Morisson jadi Menteri Imigrasi era 2013-2015. Scott punya kebijakan tegas bagi para pencari suaka. Ia bergerak menolak pemberian visa kepada 700 pengungsi. Ia juga punya kebijakan pencegahan perahu pengungsi masuk Australia sedari 2013.

Kebijakan itu berjalan dengan baik. Tiada perahu yang berhasil menyelundupkan pencari suaka ke Australia. Pemerintah Australia pun segera memulangkan para pencari suaka. Sisanya mereka ditempatkan ke penjara yang berada di Pulau Manus.

Scott terus saja melakukan aksinya. Sekalipun ia dianggap telah melanggar Konvensi Pengungsian. Namun, Scott menganggap angin saja. Ia tak ragu-ragu menggunakan istilah pendatang ilegal bagi pencari suaka.

Masalah muncul. upaya memenjarakan pengungsi ke Pulau Manus justru bawa masalah. Belakangan diketahui bahwa hadirnya penjara jadi neraka bagi pengungsi. Pelecehan, kekerasan, dan penganiayaan kerap diterima para pengungsi. Suatu hal yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM.

"Kadang-kadang hal itu membuat saya kewalahan. Saya pikir ini adalah titik balik. Namun, sulit untuk mempercayai politik. Saya telah dianiaya dan dirampas hak asasi manusia saya sejak saya lahir hingga sekarang.”

“Saya tidak pernah mengenal rasa aman dan damai, dan saya tidak pernah mengenal kewarganegaraan atau hak untuk menyebut negara mana pun sebagai milik saya. Mata saya tidak lagi mengeluarkan air mata karena telah mengering dan tubuh saya tidak lagi merasakan sakit – karena terlalu banyak disiksa,” ungkap pengungsi dari etnis Rohingya yang ditahan di Pulau Manus, Imran Mohammad Fazal Hoque sebagaimana dikutip laman The Guardian, 26 April 2016.

Status Scott dari Menteri Imigrasi naik jadi PM Australia sedari 2018 membawa ketakutan bagi para pengungsi dan aktivis kemanusiaan. Scott dianggap akan memperlakukan para pengungsi dengan lebih tidak manusiawi lagi, utamanya mereka yang ditempatkan ke Pulau Manus.

Amber Holt, perempuan muda yang melemparkan telur ke arah PM Australia, Scott Morisson saat berkampanye di Albury, New South Wales (7/5/2019) diamankan petugas. (Mark Jesser/The Courier)

Kondisi itu membuat protes berlangsung di mana-mana. Aksi protes yang paling dikenang muncul kala Scott melangsungkan kampanye di Pusat Hiburan Albury, New South Wales pada 7 Mei 2019. Aksi kampanye itu ternodai karena seorang wanita meleparkan telur ke kepala Scott.

Aksi itu membawa kehebohan di seantero Australia, kemudian dunia. Petugas keamanan kemudian mengamankan pelaku yang melempar telur. Pelaku pun menegaskan aksi yang dilakukannya sebagai bentuk protes atas kebijakan Scott dalam mengurus pencari suaka.

“Kami akan melawan premanisme, baik itu aktivis pengecut yang tidak punya rasa hormat pada siapa pun atau kelompok militan yang mengelola usaha kecil,” kata Scott sebagaimana dikutip laman tempo.co, 7 Mei 2019.