JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 6 Februari 2017, mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) geram kediamannya di Mega Kuningan, Jakarta jadi sasaran aksi demonstrasi. Aksi protes itu bermuara karena SBY dianggap melakukan makar dan jadi dalang dari aksi bela Islam 411.
Sebelumnya, restu SBY kepada anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ikut pilgub DKI Jakarta 2017 bawa kehebohan. SBY yakin dukungannya dapat bawa AHY menang. Kondisi itu membuat suasana politik di Jakarta jadi panas.
Pilgub DKI Jakarta 2017 penuh dengan kejutan. Warga Jakarta mulanya dihadapkan oleh pilihan cagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), lalu Anies Baswedan. Keduanya dianggap sosok yang dapat bertarung keras merebut suara warga Jakarta.
Ahok dengan kapasitasnya membangun DKI Jakarta. Anies kapasitasnya sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Namun, secara mengejutkan Partai Demokrat muncul buat poros ketiga.

Mereka berani menggelorakan sosok baru dalam Pilgub DKI Jakarta 2017: AHY. Anak dari SBY itu dianggap dapat membawa Jakarta ke arah kemajuan. AHY pun mengambil keputusan sulit. Ia memilih mundur dari karier militernya.
AHY lalu dipasangkan dengan Sylviana Murni yang pernah bekerja sebagai Wali Kota Jakarta Pusat. Kehadiran AHY nyatanya memunculkan pro dan kontra. Mereka yang mendukung menganggap kehadiran AHY dapat menjadi pilihan menarik karena rekam jejaknya bersih di dunia militer.
Mereka yang kontra menganggap AHY hanya memanfaatkan nama orang tuanya saja. Dukungan dari SBY sudah jadi rahasia umum punya pengaruh besar. Kondisi itu membuat gerak-gerik politik SBY kerap mendapatkan perhatian.
Sorotan tajam ke SBY terjadi kala ia dianggap salah satu otak hadirnya aksi bela Islam 411 pada 4 November 2016. Aksi itu berlangsung supaya negara segera menghukum penista agama: Ahok. Andil SBY pun dianggap meresakan karena aksi bela Islam dianggap berbau makar. Puncaknya, kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta didatangi massa aksi pada 6 Februari 2017.
BACA JUGA:
“Iya tadi ada massa dari mahasiswa yang datang, sudah kami bubarkan karena tidak ada pemberitahuan untuk aksinya. Massa dari acara Jambore kan ada acara dari tanggal 4-6, diikuti 3 ribu mahasiswa. Isinya (tuntutan aksi) melawan isu SARA, melawan ketidakadilan.”
“Tujuannya ke mana nggak jelas juga. Saya juga nggak paham kenapa mereka demonya ke sini. Sudah dibubarkan. Tadi hampir 300 orang. Nggak ada perusakan, hanya orasi dan tidak ada pemberitahuan,” ujar Kapolres Jaksel, Iwan Kurniawan sebagaimana dikutip laman detik.com, 6 Februari 2017.
SBY geram bukan main karena ratusan mahasiswa berdemo di depan rumahnya. Ia merasa aparat keamanan bak membiarkan aksi itu terjadi. Kondisi itu membuat SBY merasa ia yang notabene mantan orang nomor satu Indonesia kediamannya dapat diganggu, apalagi yang lain.
Ia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) peduli dengan keamanannya. SBY mengungkap tiada Undang-Undang (UU) yang membolehkan aksi demonstrasi di rumah pribadi. Pun pihak kepolisian tak memberikan informasi mempuni. SBY berharap otak dari pelaku demo segara diusut tuntas.

"Saudara-saudaraku yang mencintai hukum dan keadilan, saat ini rumah saya di Kuningan ‘digruduk’ ratusan orang. Mereka berteriak-teriak. Kecuali negara sudah berubah, UU tak bolehkan unjuk rasa di rumah pribadi. Polisi juga tidak memberitahu saya.”
“Saya bertanya kepada Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak untuk tinggal di negeri sendiri, dengan hak asasi yang saya miliki? Saya hanya meminta keadilan. Soal keselamatan jiwa saya, sepenuhnya saya serahkan kepada Allah SWT," tulis SBY dalam rangkaian komentarnya dalam akun Twitter/X @SBYudhoyono, 6 Februari 2017.