Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, enam tahun yang lalu, 4 Februari 2019, pernyataan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi terkait yang tidak pilih Joko Widodo dalam Pilpres 2019 dilarang lewat jalan tol bawa polemik. Pernyataan itu memancing kecaman dari mana-mana. Hadi sendiri menyebut omongannya hanya sebagai candaan.

Sebelumnya, kontestasi politik Pilpres 2019 banyak dicederai pejabat negara yang melanggar aturan. Mereka yang notabene harus netral malah menunjukkan sikap membela capres tertentu. Kondisi itu munculkan kecaman.

Pejabat negara maupun ASN tak boleh menunjukkan keberpihakannya kepada satu calon dalam kontestasi Pilpres 2019. Narasi itu sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Mereka harus netral.

Nyatanya titah UU diremehkan oleh beberapa pihak. Banyak di antara mereka yang sebagai pejabat negara melakukan kampanye terselubung. Rata-rata mereka menyatakan dukungan kepada petahana Jokowi yang mengisi nomor urut satu.

Pejabat itu bak melarang jajarannya -- ASN untuk memilih capres nomor urut dua Prabowo Subianto. Kondisi itu bak menciderai iklim demokrasi di Indonesia. Apalagi, keinginan mendukung petahana itu dilakukan dalam hajatan yang diselenggarakan pemerintah, artinya ada uang rakyat yang digunakan.

Ambil contoh yang dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara. Momen itu hadir kala pegawainya ada yang mencoba mengaitkan dua pilihan desain sosialisasi Pilpres 2019 jadi ruang politik pada 31 Januari 2019. Pegawai itu memilih nomor dua.

Rudiantara mantan Menkominfo di era Presiden Jokowi. (Antara)
Rudiantara mantan Menkominfo di era Presiden Jokowi. (Antara)

Rudiantara bak meluruskan pilihan pegawainya. Ia mengecam pegawai dengan menyebut jangan hubungkan dengan politik. Rudiantara pun mengingatkan siapa yang menggajinya. Tanggapan itu mengundang kecaman karena seraya memaksa bawahannya untuk memilih Jokowi.

Kubu capres nomor urut dua pun tak senang. Mereka meminta Bawaslu segera bertindak karena selevel menteri jadi juru kampanye, bukan bekerja untuk rakyat.

"Tindakan yang dilakukan oleh Rudiantara itu masuk kategori kampanye karena mengarahkan orang memilih pasangan nomor urut satu (Jokowi-Ma'ruf) dengan mempertanyakan dan mengintimidasi ASN soal gaji dari siapa.”

"Ini salah dan pelanggaran yang vulgar dilakukan. Ini pidana pemilu yang diancam kurungan 3 tahun. Rudiantara harusnya tahu bahwa gaji ASN dan juga gaji presiden serta gaji menteri itu bersumber dari APBN, dari uang rakyat bukan uang pemerintah apalagi dianggap uang Jokowi. Ini kesalahan fatal," ujar Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean sebagaimana dikutip laman Tirto, 1 Februari 2019.

Belum selesai kasus Rudiantara malah muncul kasus baru. Kala itu kasus baru didalangi Hendrar Prihadi. Wali Kota Semarang era 2013-2022 itu memberikan komentar yang berpihak kepada Jokowi kala acara Jokowi jumpa pengusaha di Semarang Town Square pada 2 Februari 2019.

Hadi mengungkap bahwa yang tak pilih Jokowi dilarang naik jalan tol. Pandangan itu bermuara karena era pemerintahan Jokowi pembangunan dilakukan secara masif. Komentar Hadi tak luput dari polemik. Keberpihakannya sebagai pejabat negara dianggap pelangaran pemilu.

Hadi pun mendapatkan kecaman dari sana sini. Hadi dianggap tak dewasa secara politik. Alias tak memahami konsep demokrasi. Rakyat Indonesia bebas memilih siapa pemimpinnya. Hadi pun menarik perhatian pemberitaan nasional.

Kondisi itu membuat Hadi segera muncul kembali ke publik. Ia mengklarifikasi ucapannya pada 4 Februari 2019. Ia menegaskan larangan pakai jalan tol hanya guyonan tak punya maksud apa-apa. Ia tak menganggap penting omongan rakyat yang mengeritiknya. Ia bak menantang rakyat untuk mengecamnya lagi.

“Jadi suka tidak suka sama Pak Jokowi, semua pakai jalan tol kan? Gitu saja cukup, dipahami sendiri-sendiri saja. Akhirnya kan diakui sendiri kalau pembangunan jalan tol itu untuk seluruh masyarakat, berarti kan pembangunannya dirasakan.”

“Mau komentar apa monggo, mau maki-maki saya silahkan. Itu kan berarti omongan saya di-notice. Justru bagus, daripada terus ngotot kalau bangun jalan tol bukan untuk kepentingan masyarakat,” ucap Hadi sebagaimana dikutip laman tempo.co, 4 Februari 2019.