Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun lalu Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa suatu dakwah harus mencerahkan dan tak boleh memprovokasi. Ia mengungkap dakwah-dakwah provokatif hanya bawa banyak mudarat.

Sebelumnya, tiada yang dapat mengontrol materi ceramah seorang ulama. Kadang juga materi yang disampaikan dapat jadi ancaman buat pemerintah. Pandangan terkait kebencian ke pemerintah terlihat kala kasus terompet berbahan sampul Al Quran.

Tiap ulama punya karakternya masing-masing kala berdakwah. Ada yang punya karakter menggebu-gebu. Ada pula yang begitu tenang dalam mengungkapkan isi ceramahnya. Kondisi itu membuat umat Islam dapat memiliki opsi sendiri dalam memilih ulama panutannya.

Kebanyakkan tiada yang salah. Masalah muncul kala karakter pendakwah cenderung ke konservatif. Mereka meyakini kebenaran agama sendiri secara radikal. Kondisi itu membuat ceramah yang tadinya punya muatan edukasi, jadi terpapar provokasi.

Ulama yang harusnya bisa menenangkan umat, justru ikut memperparah keadaan. Kadang juga ikut mengkafir-kafirkan sesama Umat Islam. Pendukung ulama jadi tak punya pilihan lain selain terpapar provokasi.

Arsip Foto. Umat Islam mendengarkan tausiah saat Tablig Akbar dan Zikir Bersama di halaman Kantor Gubernur Jambi, Minggu (31/12/2017).(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Ambil contoh dalam kasus menyebarnya terompet berbahan dasar sampul Al Quran pada akhir Desember 2015. Masalah itu jadi polemik besar karena terompetnya telah tersebar ke mana-mana. Kemenag pun diminta tanggung jawab karena sampul Al Quran yang tersebar berasal dari proyeknya.

Kondisi itu memancing kecaman dari mana-mana ke Kemenag. Ada pula ulama yang dianggap Kemenag abai. Tindakan Kemenag dianggap mampu menyulut amarah umat Islam. Kasus terompet berbahan sampul Al Quran jadi topik dakwah. Kondisi itu berbuah banyak kecaman kepada Kemenag.

"Mengingat pencetakan dan peredaran mushaf Al-quran harus melalui proses koreksi Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Kemenag RI. Kenapa ini bisa terjadi? Umat Islam harus waspada dengan upaya-upaya pihak yang tidak bertanggung jawab dengan cara-cara menghasut dan membuat resah.”

"Kepada kepolisian untuk tidak menganggap sebagai hal sepele dan melakukan pembiaran. Mengingat kasus semacam ini sudah terjadi berulang kali dan berpotensi menyulut kemarahan umat Islam," terang Ketua GP Ansor Jawa Tengah, Ikhwanuddin sebagaimana dikutip laman okezone.com, 30 Desember 2015.

Problema terompet pun kian membuka mata Kemenag bahwa ulama harus mematangkan topik ceramahnya. Menag, Lukman Hakim Saifuddin mengungkap jika berdakwah itu tak melulu urusan menerangkan masalah saja pada 11 Januari 2016.

Ia juga mengungkap bahwa dakwah harusnya mencerahkan dan tidak boleh memprovokasi. Lukman menegaskan jadi pendakwah tak cukup cuma jelaskan ajarannya saja. namun, mereka harus mampu menguraikan keragamannya pandangannya terkait suatu masalah.

Kondisi itu membuat kaum alim ulama jadi arif dan bijaksana dalam melihat suatu masalah. Bukan malah memperkeruh masalah. Provokasi hanya bisa memperburuk masalah. Padahal, opsi jalan keluar ada banyak.

“Dakwah yang mencerahkan tidak hanya menerangkan, tapi mampu menjelaskan keragaman pandangan. Mengapa ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.”

“Masing-masing dijelaskan sehingga umat tercerahkan. (Dari situ) lalu muncul kearifan, bahwa ternyata di internal umat Islam ada beragam pandangan terkait sebuah persoalan,”ujar Lukman dalam sambutannya saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Agung Medan sebagaimana dikutip laman Kemenag, 15 Januari 2016.