Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 13 Januari 2017, Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Korsel), Yun Byung Se menyayangkan penempatan patung wanita penghibur di depan kantor konsulat Jepang di Busan. Penempatan itu dianggap akan merusak hubungan baik kedua negara.

Sebelumnya, Jepang punya sejarah buruk dengan Korsel. Jepang yang bertindak sebagai penjajah banyak memaksa wanita Korsel jadi budak seks – wanita penghibur serdadu Jepang. Kondisi itu membawa luka yang amat dalam bagi rakyat Korsel.

Jepang pernah muncul sebagai kekuatan baru di Asia. Kondisi itu membuat Jepang percaya diri bahwa kehadiran mereka dapat menjadi juru selamat dari banyak negara Asia. Mereka mulai melakukan misi menguasai banyak wilayah.

Aksinya itu dimulai dengan mengusir penjajah asing. Kemudian menggantinya dengan pemerintahan sementara. Warga lokalnya diminta untuk mendukung agenda Jepang dalam Perang Pasifik. Ambil contoh Korsel.

Korsel dimanfaatkan Jepang dalam banyak hal pada 1930-an. Jepang menempatkan banyak pasukan untuk perang di Korsel. Kondisi itu membuat banyak wanita Korsel diambil untuk memuaskan berahi serdadu Jepang.

Potret wanita asal Korea yang dipaksa jadi wanita penghibur oleh Jepang. (Wikimedia Commons)

Wanita-wanita itu dibawa ke tempat bordil militer. Mereka juga dipaksa melayani puluhan serdadu per hari. Kekejaman itu berlangsung lama. Namun, kekalahan Jepang pada 1945 mengubah segalanya. Wanita-wanita itu kemudian dibebaskan.

Hubungan antara Korsel dan Jepang jadi sedemikian buruk. Korsel bak takkan mau bekerja sama dengan Jepang di era modern. Sekalipun kemudian keduanya berdamai juga. Perang sudah lama lalu. Penjajahan pun begitu.

Pihak Jepang pun bersepakat akan memberikan ganti rugi kepada korban pada 2015. Namun, langkah itu tetap mendapatkan kritik. Sikap Jepang yang menjadikan wanita Korsel sebagai budak seks. Para aktivis pun membangun sebuah patung wanita penghibur di depan konsulat Jepang di Busan, Korsel pada 2016.

“Pada Desember 2016, para aktivis memasang patung emas wanita penghibur di depan Konsulat Jepang di Busan. Pemerintah setempat awalnya memindahkan patung tersebut dengan alasan tak ada izin. Setelah ada protes publik, pejabat daerah membiarkan pemasangan patung itu.”

“Wali kota juga mengadakan konferensi pers menyampaikan permintaan maaf atas pemindahan tersebut. Jepang melayangkan protes dan menyebut langkah itu melanggar kesepakatan 2015 dengan menarik duta besarnya dari Seoul dan konsulnya dari Busan,” ujar Abdul Manan dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Patung Emas di Busan (2018).

Kehadiran patung itu membuat Jepang berang. Mereka merasa Korsel tak menghargai komitmen hubungan baik pada 2015. Jepang lalu menarik konsulat jendral di Busan dan duta besarnya di Korsel. Aksi itu dianggap sebagai langkah protes kehadiran patung.

Aksi Jepang pun mendapatkan respons dari Menlu Korsel, Yun Byung Se. Yun juga ikut menyayangkan penempatan patung wanita penghibur di depan konsultan Jepang di Busan. Ia menganggap penempatan itu sebagai tindakan tak pantas pada 13 Januari 2017.

Yun mengungkap bahwa dirinya tak masalah dengan hadirnya monumen atau patung terkait korban wanita yang dipaksa jadi wanita penghibur. Masalahnya jangan juga patung tersebut ditempatkan di depan halaman konsulat Jepang di Busan.

"Masalah patung wanita penghibur di Busan sangat disayangkan. Pemerintah tidak menentang kehadiran patung itu, tapi saya pikir kita perlu memiliki kebijaksanaan pada masalah lokasi (penempatan patung)," ucap Yun sebagaimana dikutip laman Sindonews, 13 Januari 2017.