Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Islam Beserta Peninggalan-Peninggalannya
Masjid Kotagede. (Foto- kemdikbud)

Bagikan:

JAKARTA – Kerajaan Mataram Islam berbeda dengan Kerajaan Mataram yang berdiri sekitar abad ke 8 Masehi. Menariknya, eksistensi kerajaan tersebut masih ada hingga sekarang lantaran kebudayaannya cukup mengakar dalam kehidupan masyarakat, khususnya Jawa.

Pada masa kejayaannya, wilayah Kerajaan Mataram Islam meliputi hampir seluruh Pulau Jawa, di antaranya beberapa wilayah yang kini menjadi Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat.

Pendiri Kerajaan Mataram Islam dan Ekspansinya

Danang Sutawijaya atau yang memiliki gelar "Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa" (Panembahan Senopati) adalah pendiri Kesultanan Mataram Islam.

Panembahan Senopati memerintah Mataram dari tahun 1587 hingga 1601, sebelum digantikan oleh anaknya Panembahan Seda ing Krapyak yang merupakan ayah dari Sultan Agung.

Pada mulanya, Danang Sutawijaya menggantikan ayahnya Panembahan Senopati dalam estafet kekuasaan. Sutawijaya memiliki cita-cita seperti ayahnya ingin memerdekakan Mataram dari kekuasaan Pajang.

Lukisan Danang Sutawijaya. (Gambar- Wikimedia)

Keinginan Sutawijaya membuat hubungan antara Mataram dengan Pajang memburuk dan mengakibatkan peperangan.

Kesultanan Pajang yang kemudian kalah dalam perang, Sutawijaya mengangkat dirinya sebagai Raja Mataram. Momen tersebut dilakukan setelah penguasa Pajang Hadiwijaya atau Joko Tingkir meninggal dunia pada tahun 1587.

Setelah bergelar Panembahan Senopati, Sutawijaya lantas membangun kerajaannya ke Kotagede, wilayah di Yogyakarta yang kini dikenal sebagai sentra kerajinan perak.

Dalam rangka memperluas wilayah kekuasaannya, Panembahan Senopati melakukan eskpansi ke wilayah sekitar dengan mengalahkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring.

Sultan Agung dan Predikat Raja Terkenal Kerajaan Mataram Islam

Sultan Agung yang merupakan cucu pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah raja yang paling terkenal hingga kemudian dijadikan Pahlawan Nasional. Kemakmuran dan perluasan wilayah tidak lepas dari masa pemerintahan Sultan Agung.

Dalam penelitian yang berjudul Srategi Sultan Agung dalam Ekspansi serta Islamisasi pada Kerajaan Mataram Islam, salah satu kelebihan yang dimiliki Sultan Agung adalah wawasan politiknya yang luas.

Raja Ketiga Mataram Islam ini, memiliki pandangan jika kekuasaan Mataram adalah suatu ketunggalan utuh dan bulat. Kemudian kekuasaan, bagi Sultan Agung adalah sesuatu secara keseluruhan. Hal tersebut yang membuatnya memiliki ambisi menyatukan seluruh Jawa.

Sementara itu, ahli sejarah Jawa, Merle Calvin Ricklefs menyatakan jika salah satu kekuatan yang dimiliki pada masa pemerintahan Sultan Agung adalah politik militer yang diadopsi dari para raja Jawa terdahulu.

Lukisan Sudjojono yang menggambarkan pertempuran Sultan Agung dan Jan Pieterzoon Coen. (Gambar- Wikimedia)

Ricklefs menyebut jika Sultan Agung kejam terhadap lawan-lawan politiknya. Selain itu, Sultan Agung juga memanfaatkan budaya kemegahan dan kekayaan guna menarik loyalitas dari orang-orang kuat.

Di masa kepemimpinannya, Sultan Agung berhasil menjaga keseimbangan antara legitimasi yang terpusat dan administrasi yang didesentralisasi, dengan cara bertumpu pada kekuatan militer (Ricklefs, 2005).

Wilayah dan Letak Kerajaan Mataram Islam

Sebelum Sultan Agung memerintah, wilayah Mataram Islam hanya meliputi Jawa Tengah. Namun setelah Sultan Agung melakukan ekspansi wilayah Kerajan Mataram meliputi seluruh Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat (kecuali Batavia dan Banten), berikut petanya.

Peta wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram islam. (Gambar- wikimedia)

Kemudian ketika VOC memasuki Nusantara dan mengadakan Perjanjian Giyanti, wilayah Kesultanan Mataram mengalami penyempitan wilayah.

Perjanjian yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III dan beberapa kelompok dari Pangeran Mangkubumi tersebut lantas memecah belah wilayah Kerajaan Mataram Islam.

Perjanjian Giyanti yang disahkan pada tanggal 13 Februari 1755 tersebut tentu menguntungkan VOC, lantaran Kerajaan Jawa menjadi tunduk di bawah kekuasaannya.

Wilayah Mataram Islam setelah Perjanjian Giyanti kemudian dibagi menjadi dua, yaitu daerah di sebelah timur dan sebelah barat Sungai Opak.

Peta Mataram setelah Perjanjian Giyanti. (Gambar- Wikimedia)

Wilayah Mataram timur Sunga Opak—yang kini ditandai dengan daerah yang melintasi daerah Prambanan—dikuasai oleh Sunan Pakubuwana III yang berkedudukan di Surakarta.

Kemudian wilayah Mataram sebelah barat Sungai Opak dikuasai oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I di Yogyakarta.

Salah satu isi dari Perjanjian Giyanti yang menguntungkan VOC adalah adanya klausul jika pihak VOC dapat menentukan raja-raja yang menguasai di kedua wilayah Mataram.

Peta Mataram Baru tahun 1830. (Gambar- Wikimedia)

Bangunan dan Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Islam

1.     Mbang Lampir

Mbang Lampir atau Kembang Lampir adalah petilasan atau tempat Ki Ageng Pemanahan bertapa untuk mendapatkan wahyu pendirian Kerajaan Mataram.

2.     Meriam Kerajaan Mataram

Meriam-meriam yang diberi nama Segara Wana serta Syuh Brata adalah hadiah dari Belanda atas perjanjian yang dilakukannya dengan Kerajaan Mataram.

3.     Masjid

Terdapat beberapa masjid yang menjadi peninggalan Kerajaan Mataram Islam di antaranya Masjid Agung Negara,  Masjid Jami Pakuncen, dan Masjid di Makam Kota Gede.

4.     Bangsal Duda

5.     Rumah Kalang

6.     Makam dari Raja Mataram di Imogiri

Sastra sebagai Sumber Sejarah Mataram Islam

Selain beberapa bangunan dan kebudayaan (Grebeg Puasa dan Grebeg Maulud) yang menjadi peninggalan dan sumber sejarah keberadaan Mataram Islam di masa lampau, sastra juga menjadi salah satu peninggalan sejarah yang menarik untuk dibahas.

Sebagai seorang raja, Sultan Agung menaruh perhatian khusus pada sastra dengan penciptaannya pada beberapa karya Serat Sruti, Serat Sastra gending, Serat Jayalengkara, dan Serat Panji Asmararupi.

Partini (2010) menulis jika Serat Sastra Gending karya Sultan Agung berisi tentang ajaran budi pekerti luhur, mistik dan keselarasan lahir batin.  

Kemudian Serat Nitipraja mengajarkan moralitas penguasa dalam menjalankan kewajiban, etika bawahan kepada atasan, dan hubungan rakyat dengan pemerintah.

Tujuan dari Sultan Agung menulis Serat Nitipraja adalah agar tatanan masyarakat dan negara harmonis. Selain itu, kebulatan antara keakuan, kekinian, dan kehidupan merupakan makna terdalam dari Serat Sastra Gending.

Peninggalan Kerajaan Mataram Islam lainnya adalah Serat Surya Alam yang merupakan buku yang berisi kumpulan perundang undangan. Serat tersebut sekaligus membuktikan kebesaran Sultan Agung sebagai soerang negarawan.

Selain peninggalan sastra, adanya penciptaan kalender Sultan Agung (Anno Javanico atau Kalender Jawa) juga menjadi pembuktian majuanya peradaban Mataram Islam di masa lampau.

 

Selain sumber sejarah Kerajaan Mataram Islam, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!