JAKARTA - Proses belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama dalam menciptakan pengalaman pendidikan yang bermakna, terutama bagi anak usia dini. Ketika anak merasa senang saat belajar, mereka lebih mudah menyerap pengetahuan dan mengembangkan kreativitas secara alami.
Hal ini juga sejalan dengan pandangan Dr. Koji Kurusu, M.D., Ph.D., seorang pakar pendidikan anak dari Jepang, yang menyoroti pentingnya pendekatan pembelajaran yang melibatkan kesenangan dan eksplorasi.
Di Jepang, pendidikan anak usia dini telah banyak menerapkan pendekatan STEAM—sebuah metode yang menggabungkan unsur Science (ilmu pengetahuan), Technology (teknologi), Engineering (rekayasa), Art (seni), dan Mathematics (matematika) dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Jumat lalu, pendiri Azalee Group ini menjelaskan bahwa inti dari pendekatan STEAM adalah ketika anak-anak belajar dengan cara yang membuat mereka merasa seperti sedang bermain. Proses ini melibatkan eksplorasi, kebebasan berkreasi, serta ekspresi diri, sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak membebani.
“Ketika belajar terasa seperti bermain, itulah saat anak-anak benar-benar belajar dengan antusias. Ini adalah filosofi utama dari pendidikan STEAM sejak usia dini,” ujar Kurusu, seperti dikutip ANTARA.
BACA JUGA:
Baru-baru ini, Kurusu juga melakukan pertemuan dengan jajaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk membahas masa depan sistem pembelajaran anak usia dini di Indonesia. Ia melihat peluang besar bagi Indonesia untuk mengadopsi pendekatan STEAM, terutama jika disertai penguatan kapasitas guru melalui kerja sama bilateral dengan Jepang.
Direktur Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Nonformal (PNF) Kemendikdasmen, Suparto, menyambut baik ide yang disampaikan Kurusu. Ia menilai bahwa pembelajaran berbasis pengalaman dan refleksi, yang dikenal sebagai Deep Learning di Jepang, sejalan dengan arah kebijakan pendidikan Indonesia.
“Kami mendukung gagasan bahwa proses belajar yang mendalam harus melalui tahapan mengalami, merefleksikan, dan kemudian membagikan kembali kepada orang lain,” tutur Suparto. Ia juga mencatat bahwa saat ini terdapat sekitar 67.200 guru PAUD aktif di Indonesia.
Diskusi ini difasilitasi oleh Yayasan Sakuranesia yang didirikan oleh Sakura Ijuin dan Tovic Rustam. Mereka berharap pertemuan ini bisa menjadi langkah awal dalam membangun kebijakan pendidikan STEAM di Indonesia dan memperkuat kemitraan internasional dalam pengembangan guru serta pendidikan anak usia dini.