Lelah Terus-menerus karena <i>Burnout</i>, Ini 5 Pola Pikir yang Perlu Diubah untuk Mengatasinya
Ilustrasi lelah terus-menerus karena burnout dan pola pikir yang bisa mengatasi (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Pola pikir cenderung punya peran besar yang membuat seseorang sering mengalami kelelahan atau burnout. Burnout, menurut pakar, adalah masalah struktural dan budaya. Dalam perspektifnya, burnout merupakan masalah sistemik yang kompleks dan membutuhkan respons sistemik untuk mengatasinya. Misalnya, jika Anda berpikir bekerja untuk hidup berbeda efeknya jika berpikir sebaliknya. Jadi, pola pikir bagaimana yang membuat Anda tak lelah terus-menerus karena burnout?

Produktivitas merupakan salah satu musabab kenapa seseorang merasa harus melakukan sesuatu. Seperti bekerja atau beraktivitas secara aktif sehingga tak mengukur kapasitas atau batasan diri. Akhirnya, kelelahan dan kelelahan. Mengutip penjelasan Anna Katharina Schaffner, Ph.D. dilansir Psychology Today, Rabu, 30 November, produktivitas merupakan rezim yang membuat segalanya bisa menjadi lebih buruk.

Sejumlah pakar merekomendasikan untuk mengatur napas, bermeditasi, istirahat, dan mengenali batas-batas diri secara lebih ketat agar tak burnout. Itu artinya mengontrol diri adalah cara merespons hal-hal yang tak sepenuhnya bisa dikontrol dari luar diri. Seperti halnya rekomendasi Scaffner untuk mengubah lima pola pikir berikut ini.

1. Menerima bahwa burnout adalah masalah struktural

Penelitian menunjukkan, bahwa sebagian besar kasus burnout berakar dari lingkungan kerja yang toksik. Karena manajemen waktu personal direbut manajemen kerja yang buruk. Dengan kata lain, burnout bisa jadi bukan karena masalah pribadi, tetapi kurangnya sumber daya, manajemen buruk, tenggat waktu yang tak masuk akal, beban kerja terlalu tinggi, dan proses pemikiran yang buruk.

lelah terus menerus karena burnout
Ilustrasi lelah terus-menerus karena burnout dan pola pikir yang bisa mengatasi (Freepik/Wayhomestudio)

Untuk mengatasinya, Anda perlu memeriksa sejumlah aspek di atas. Selain juga mengevaluasi pola pikir sistemik yang cenderung ‘menyalahkan’ penurunan produktivitas karena masalah personal.

2. Terima bahwa burnout adalah budaya

Selain masalah struktural, kelelahan atau burnout juga merupakan masalah budaya. Sebagian dari kita menginternalisasi bahwa pekerjaan dengan tenggat waktu memberikan gaji, identitas, tujuan, makna, dan status. Padahal, pekerjaan yang memakan waktu hanya untuk gaji, bukan hidup untuk bekerja dan membangun makna serta nilai secara mendalam.

3. Perlu memperdalam pengetahuan diri

Scaffner mengutip pernyataan filsuf klasik, Socrates, bahwa kehidupan yang tidak diteliti tidak layak untuk dijalani. Ini berarti, Anda perlu memperbanyak referensi. Termasuk mengetahui kekuatan dan kelemahan inti diri, nilai dan harapan diri untuk masa depan, serta bagaimana menjalani kehidupan secara koheren dan memuaskan.

Dengan memahami diri sendiri, maka seseorang tidak akan mengulangi perilaku tidak produktif secara membabi buta. Termasuk mengukur produktivitas yang efektif dan tidak memicu kelelahan.

4. Menentukan hal yang bisa dikendalikan

Tidak semua bisa dikontrol, maka mengidentifikasinya penting agar tidak membuat Anda stres. Yang tak bisa dikontrol, bisa diabaikan karena bisa menguras energi.

5. Melihat burnout sebagai kesempatan belajar

Burnout merupakan hasil dari kebiasaan kerja yang lama dan menginternalisasi keyakinan yang merusak diri. Kalau Anda sering kelelahan karena terlampau produktif, bisa mulai Anda kenali sebagai peringatan. Ketika tubuh mengatakan ‘tidak’, maka tak perlu memaksanya. Ambillah jeda dan manfaatkan sebagai momen istirahat.

Itulah lima pola pikir yang perlu diubah sebagai cara mengatasi burnout. Rekomendasi di atas, bisa mulai dipraktikkan sambil menyesuaikan jadwal padat dengan prioritas, gaya hidup, dan pola produktivitas yang sehat.