JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membagikan pengalaman Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19 saat pertemuan IMF Fiscal Forum, salah satu rangkaian kegiatan IMF-World Bank Spring Meetings di Washington D.C, Amerika Serikat.
“Pada fora ini saya berbagi pengalaman Indonesia menavigasikan tantangan-tantangan fiskal yang cukup hebat, mulai dari krisis finansial di Asia Tenggara hingga pandemi COVID-19. Kondisi yang begitu menguji kebijakan fiskal Indonesia, yang juga terus diuji hingga kini, melalui beragam shock yang lain,” kata Sri Mulyani dikutip dari ANTARA, Senin, 22 April.
Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan tidak bisa dilepaskan dari diskresi, termasuk saat krisis. Hal itu juga dilakukan oleh Indonesia.
Contohnya ialah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak diizinkan melebihi 3 persen dalam satu tahun fiskal.
Diskresi tersebut merupakan bentuk respons atas pandemi yang terjadi dan hanya diizinkan berlaku selama tiga tahun.
また読む:
Sementara diskresi yang diterapkan di Indonesia secara keseluruhan terbilang lebih ketat dibandingkan negara lain, di mana Indonesia hanya membolehkan defisit mencapai maksimal 6 persen ketika negara-negara lain mengizinkan untuk mencapai 10 persen.
Bendahara Negara menambahkan salah satu aspek lain dari kebijakan adalah keterbukaan.
Kementerian Keuangan telah secara rutin menyelenggarakan konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) setiap bulannya untuk menyampaikan kepada masyarakat luas mengenai implementasi kebijakan fiskal dan anggaran.
“Termasuk berapa banyak penerimaan negara yang kita kumpulkan serta berapa besar pengeluaran dari anggaran tersebut,” pungkas Sri Mulyani.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)