Uang Lukas Enembe Lebih Berguna Jika Dibagi ke Rakyat Papua, Ketimbang Dicuci di Arena Judi Singapura
Lukas Enembe, Gubernur Papua yang sedang tersangkut masalah korupsi. (Antara)

シェア:

JAKARTA - Direktur PolEtik Strategic M Subhan terkejut mendengar paparan dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana terkait dugaan arus keuangan Gubernur Papua Lukas Enembe pada 19 September 2022.

Padahal, kata Subhan, berdasar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk periodik 2021, harta kekayaan Lukas Enembe hanya berkisar Rp33 miliar.

“Nah sekarang, kurang dari satu tahun bisa sampai ratusan miliar. Meski baru sebatas dugaan, tapi itu angka fantastis,” kata Subhan kepada VOI, Rabu (21/9).

Mirisnya lagi, dari hasil analisis PPATK, ditemukan setoran tunai di tempat perjudian di dua negara berbeda dengan jumlah mencapai Rp560 miliar.

Lukas Enembe sangat disanjung di Papua, sehingga namanya diabadikan sebagai nama stadion utama di Sentani yang pernah digunakan sebagai arena PON XX tahun 2021. (Istimewa)

“Sangat kontradiktif sekali, itu bukan uang yang sedikit. Kalau dia sebar duit itu di wilayah Papua, setidaknya ada beberapa wilayah yang akan maju,” kelakar Subhan.

“Kenapa saat laporan kekayaan awal LHKPN tidak langsung mengonfirmasi? Seorang gubernur bisa memiliki harta kekayaan sampai 30 miliar ini tentu menjadi tanda tanya awal seharusnya. Kalau dia punya bisnis atau punya tambang emas, tiga gunung, nah its ok, Kalau dia tidak bisa menjelaskan, tentu jadi pertanyaan,” Subhan melanjutkan.

Sebagai putra daerah, Lukas seharusnya memiliki keinginan lebih untuk memajukan wilayahnya. Apalagi, Papua telah menjadi wilayah otonomi khusus.

Artinya, Lukas Enembe sebagai Gubernur Papua memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.

Gedung Negara, kantor sekaligus rumah dinas Gubernur Papua Lukas Enembe di kawasan Dok V Atas, Jayapura. (papua.go.id)

Seperti yang disampaikan anggota Komisi III DPR Supriansa dalam sidang perkara Nomor 47/PUU-XIX/2021 yang digelar pada 13 November 2021. Otsus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka NKRI.

“Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan.”

“Bila benar terjadi korupsi, Papua akan sulit mendapat titik keseimbangan yang sama dengan wilayah-wilayah lain. Yang lain sudah bisa take off, Papua malah semakin tenggelam,” tambah Subhan.

Negara Harus Tegas

Sejatinya, seluruh rakyat Indonesia harus menyadari korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Sebab, korupsi bukan hanya kejahatan yang merugikan uang negara, tetapi dapat berdampak terhadap seluruh program pembangunan, termasuk merosotnya kualitas pendidikan hingga menimbulkan kemiskinan.

Menurut Subhan, sudah sepantasnyalah Lukas Enembe memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka. Sudah seharusnya pula masyarakat Papua melihat pengungkapan kasus ini sebagai koreksi, bukan sebagai upaya kriminalisasi.

“Jelaskan atau buktikan saja data yang dipaparkan PPATK, benar atau tidak,” ujar Subhan.

Negara harus tegas dan tidak boleh membiarkan berlarut-larut. Jangan sampai pelanggaran ini tumbuh dan memberikan contoh dalam praktek pengungkapan korupsi pada kemudian hari.

“Api kalau dibiarkan di jerami akan besar. Lebih sulit memadamkannya, mending ketika masih kecil. Tentu pelaksanannya situasional melihat kondisi masyarakat dan efek yang mungkin terjadi,” Subhan melanjutkan.

Bukan Kriminalisasi atau Rekayasa Politik

Menko Polhukam Mahfud MD pada 19 September 2022 memastikan kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik. Tidak ada kaitannya dengan Parpol atau pejabat tertentu melainkan merupakan temuan dan fakta hukum.

“Dugaan korupsi yang di jatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian menjadi tersangka bukan hanya gratifikasi 1 miliar. Ada laporan dari PPATK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran dari penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar dalam 12 hasil analisis yang disampaikan ke KPK,” tutur Mahfud saat konferensi pers bersama PPATK dan KPK di kantornya.

“Kalau dipanggil KPK datang saja. Jika tidak cukup bukti kami ini semua menjamin dilepas. Akan dihentikan itu. Tapi kalau cukup bukti ya harus bertanggung jawab karena kita sudah bersepakat, membangun Papua yang bersih dan damai sebagai bagian dari program pembangunan NKRI,” kata Mahfud lagi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan upaya pemeriksaan terhadap Lukas Enembe sebenarnya sudah dilakukan pada 12 September 2022. Namun, tak berhasil bertemu karena kondisi kediaman Lukas dijaga massa.

“Tidak mungkin juga melakukan penjemputan paksa. Kita enggak ingin ada pertumpahan darah atau kerusuhan sebagai akibat dari upaya yang kita lakukan,” ungkap Marwata pada 19 September 2022.

Menko Polhukam Mahfud MD didampingi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kanan) menyampaikan keterangan pers terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (19/9). (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Marwata meminta Lukas Enembe kooperatif. Bila dalam proses penyidikan, Lukas Enembe bisa menjelaskan dan membuktikan asal sumber uang yang dicurigai, KPK akan menghentikan pengusutan kasusnya. KPK memiliki kewenangan untuk melakukan SP3.

“Tapi mohon, itu diklarifikasi. Penuhi panggilan KPK untuk diperiksa. Kami akan melakukan pemanggilan kembali. Mohon nanti Pak Lukas dan penasihat hukumnya hadir di KPK. Ataupun kalau misalnya Pak Lukas ingin diperiksa di Jayapura kami juga mohon kerjasamanya agar masyarakat ditenangkan,” katanya.

Menurutnya, tidak benar bila KPK mengkriminalisasi Lukas Enembe hanya karena uang senilai Rp1 miliar.

“Memang baru 1 miliar itu yang bisa kami klarifikasi terhadap saksi maupun dokumen. Tetapi, perkara yang lain masih kami kembangkan. PPATK juga telah menyebutkan ratusan miliar transaksi yang mencurigakan,” ujar Alexander Marwata.

Lukas Sedang Sakit

Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwarin memastikan siap memenuhi panggilan KPK. Namun, kondisi saat ini, kliennya sedang mengalami sakit.

“Jadi, kami tidak mangkir. Kami sudah layangkan surat pemberitahuan dan surat keterangan dokter. Memang beliau lagi sakit. Dia stroke yang kedua kali, terus ada sakit gula, terus ginjal,” kata Aloy saat dihubungi awak media, Rabu (21/9).

Adapun untuk panggilan kedua dari KPK, Aloy mengaku sudah menerima dan akan memberikan keterangan kepada penyidik KPK terkait dugaan gratifikasi Rp1 miliar yang diterima kliennya.

“Hari Senin di Jakarta, di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Aloy.

Lukas Enembe dan pengacaranya, Aloysius Renwarin saat diperiksa di Gedung Tipikor Bareskrim Polri, Jakarta pada 4 September 2017 dalam kasus dugaan penyalahgunaan anggaran beasiswa untuk mahasiswa Papua. (Antara/Reno Esnir)

Adapun terkait judi, Aloy pun tidak menampik kliennya memang pernah beberapa kali ke kasino saat sedang berlibur di luar negeri. Ini merupakan aktivitas privasi Lukas. Namun, jumlah uangnya tidak sampai miliaran.

“Tidak sefantastis itu jumlah uangnya,” sanggah Aloy.

Marwata memastikan KPK akan melakukan pemeriksaan secara profesional. Menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah.

“Kalau nanti Pak Lukas ingin berobat, kami juga pasti akan memfasilitasi, hak-hak tersangka akan kami hormati,” kata Marwata menandaskan.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)