Eksklusif, Direktur PT KHE Eko Permanahadi: PT KHE, Inisiator dan Satu-Satunya Pengembang PLTA di Sungai Kayan, Dukung Swasembada Energi Melalui Listrik Hijau

Ada dua program unggulan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat pidato pelantikan sebagai Presiden RI belum lama ini, yaitu swasembada pangan dan energi. Menurut Direktur PT Kayan Hydro Energy (KHE), Eko Permanahadi, di sinilah peran strategis PLTA Kayan Cascade. Listrik hijau yang dihasilkannya dapat mendukung swasembada energi nasional.

***

Prabowo amat serius dengan program swasembada pangan dan energi. Ia kembali menekankan pentingnya swasembada pada dua sektor ini dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin, 9 Desember. “Swasembada pangan, swasembada energi, adalah kunci pengendalian inflasi. Terobosan semacam ini juga sesuatu yang sangat bermanfaat," tegasnya.

Hingga saat ini, PT KHE, yang merupakan inisiator PLTA Kayan Cascade, adalah satu-satunya pihak yang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Kayan. Ada lima bendungan yang akan dibangun di sepanjang aliran sungai ini. Total listrik hijau yang bisa dihasilkan dari kelima PLTA tersebut adalah 9.000 MW. Menurut Eko, kapasitas ini sudah lebih dari cukup untuk melistriki seluruh Kalimantan, yang saat ini kebutuhan listriknya sebesar 2.000 MW.

Eko melanjutkan, saat IKN Nusantara sudah beroperasi secara penuh pun, kebutuhan listriknya masih dapat dipenuhi. Listrik hijau yang berlimpah itu akan dimanfaatkan untuk kawasan industri hijau Tanah Kuning Mangkupadi, Tanjung Selor, Kalimantan Utara, yang dikelola oleh PT ISI.

“Kami sudah memikirkan bagaimana memanfaatkan kelebihan daya listrik yang begitu besar. Kami sudah menyiapkan ekosistem baru dengan menjadikan PLTA Kayan Cascade sebagai daya tarik, baik bagi investor luar negeri maupun domestik,” papar Eko Permanahadi.

Yang perlu digarisbawahi, kapasitas 9.000 MW listrik hijau ini juga yang terbesar di kawasan Asia Tenggara dan forum Asia Zero Emission Community (AZEC), yang beranggotakan Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Kamboja, Laos, Brunei, dan Australia. “Karena itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memasukkan proyek PLTA Kayan Cascade ini dalam kerja sama bilateral dengan pemerintah Jepang,” ujar Eko.

Saat ini, kata Eko, PT KHE sudah menyelesaikan semua perizinan yang ada. Karena itu, pembangunan pun sudah dilaksanakan. “Kami sudah memulai pekerjaan fisik, pekerjaan sipil. Kami sudah membangun akses jalan untuk konstruksi. Kami juga sudah mengalihkan aliran sungai sementara proses pembangunan bendungan berlangsung. Area genangan yang ada permukiman, penduduknya sudah direlokasi. Kami juga sudah berbicara dengan beberapa pihak yang areanya terdampak genangan. Dan itu lancar, tidak ada masalah lagi. Izin pinjam pakai kawasan hutan juga sudah selesai. Jadi semuanya sudah siap, dan proyek ini sudah direalisasikan,” ujarnya.

Target yang akan diwujudkan di tahun 2025, tegas Eko Permanahadi, adalah penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN untuk PLTA Kayan Cascade 1 dengan kapasitas 900 MW. “Selanjutnya kami akan menyiapkan Kayan Cascade 2, 3, 4, dan 5 secara simultan,” katanya kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto dari VOI yang menemuinya di kantor PT KHE, di bilangan Mega Kuningan, Jakarta, Senin, 9 Desember. Inilah petikan selengkapnya.

Saat ini kata Dirut KHE Eko Permanahadi, sudah tak ada lembaga keuangan atau perbankan yang akan memberikan kredit untuk pembakit listrik tenaga fosil. Ke depan katanya tak ada pilihan lagi selain mengembangkan energi baru terbarukan. (Foto: Bambang  Eros, DI: Raga Granada VOI)

Pemerintah Presiden Prabowo mencanangkan program ketahanan pangan dan ketahanan energi. Energi baru kini menjadi isu utama dunia, keberadaan PLTA Kayan Cascade ini memberikan sumbangsih berapa besar untuk ketahanan energi nasional?

Peran PT KHE jika nanti PLTA Kayan Cascade sudah beroperasi sangat besar dalam sumbangsih swasembada energi. Inilah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo selain swasembada pangan. Situasi sekarang di seluruh dunia sudah tidak mungkin lagi untuk menambah kapasitas listrik melalui PLTU atau pembangkit energi fosil lainnya. Institusi keuangan dunia dan domestik sudah tidak memberikan dana untuk proyek listrik berbahan bakar fosil. Lalu dengan apa kita memenuhi kubutuhan listrik untuk masyarakat dan industri? Dalam konteks inilah PLTA Kayan Cascade ini amat berperan untuk mendukung program swasembada energi ini.

Dalam pidato pelantikannya Presiden Prabowo mengatakan pertumbuhan ekonomi kalau bisa 8% atau lebih. Dibutuhkan energi baru dan terbarukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 8% ini. PLTA Kayan Cascade bisa menghasilkan listrik 9.000 MW, dan ini adalah listrik hijau. Pembangkit listrik tenaga fosil yang ada sekarang harus digantikan, pilihannya bisa dari tenaga angin, surya, panas bumi, dan air. Namun dari sekian itu yang bisa menggantikan PLTU hanya tenaga air. Dan tidak semua air atau sungai yang ada di seluruh Indonesia bisa menjadi PLTA, karena sumber airnya terbatas. Di sungai Kayan airnya berlimpah, inilah anugerah Tuhan yang diberikan kepada kita. Kalau proyek ini selesai atas izin Tuhan, Insya Allah, ini akan mendukung program swasembada energi, indutri hijau dan sekaligus bisa melakukan transisi energi. Jadi PLTA yang sudah tidak efisien bisa digantikan dengan adanya PLTA Kayan Cascade ini.

Di sungai Kayan, PT KHE ini satu-satunya Perusahaan yang membangun PLTA atau ada yang lain?

Kami sudah memulai proyek di sungai Kayan ini di tahun 2010. Tahun 2011 kami mendapat izin dari pemerintah untuk membangun PLTA. Sekarang kami sudah bisa memulai pembangunan fisik di sungai Kayan, itu tidak gampang. Karena untuk mendapatkan izin prosesnya panjang, belasan tahun. Setelah itu kami melakukan pembebasan lahan, merelokasi warga terdampak PLTA. Saat ini di sungai Kayan hanya kami; PT KHE yang membangun PLTA.

Kapasitas listrik yang bakal dihasilkan cukup besar, mencapai 9.000 MW dari 5 bendungan.  Bagaimana dampaknya terhadap kebutuhan energi di Kalimantan maupun secara nasional?

Untuk yang kapasitasnya 9.000 MW tidak ada pesaingnya. Ini akan menjadi PLTA terbesar di Asia Tenggara. Karena itu Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, memasukkan proyek PLTA Kayan Cascade ini dalam kerja sama bilateral dengan pemerintah Jepang.

Listrik hijau 9.000 MW ini lebih dari cukup untuk melistriki Pulau Kalimatan, digunakan untuk apa sisanya?

Sekarang ini kebutuhan listrik untuk seluruh Kalimatan itu sekitar 2.000 MW. Produksi listrik kita masih lebih besar. Nanti ketika IKN Nusantara sudah efektif, kebutuhan listrik akan bertambah, namun itu pun masih berlebih. Karena itu kami sudah memikirkan bagaimana memanfaatkan kelebihan daya listrik yang begitu besar. Kami sudah menyiapkan ekosistem baru dengan menjadikan PLTA Kayan Cascade sebagai daya tarik baik bagi investor luar negeri maupun domestik. Tagline kita; ketersediaan energi hijau 24 jam nonstop. Kami optimis ini akan menarik minat investor yang concern pada pelestarian lingkungan. Beberapa pihak yang sudah melakukan MoU dengan kami, mereka akan membangun industri hidrogen dan amoniak. Kami juga sudah sudah bicara dengan beberapa off takker dari Korea. Jadi kami tak khawatir, 9.000 MW itu akan terpakai kok. Ini bisa mendukung rencana pemerintah yang ingin pertumbuhan ekonomi kita 8% atau lebih.

Adakah kemungkinan untuk ekspor listrik ke negara tetangga?

Itu mungkin saja, namun prioritas tetap memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri dulu. Namun terbuka peluang ke arah itu karena regulasinya sudah memungkinkan.

Sungai Kayan dengan air yang melimpah kata Dirut KHE Eko Permanahadi adalah anugerah Tuhan yang harus diolah dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat.  (Foto: Bambang  Eros, DI: Raga Granada VOI)

Apakah dulu ketika merencanakan PLTA Kayan Cascade ini sudah terpikir soal konsep green energy?

Kami adalah perusahaan yang berpandangan jauh ke depan, sejak awal proyek ini diinisiasi sudah berpikir pada masa depan. Bahwa energi dunia yang bersumber dari fosil akan habis, karena itu pilihannya energi baru dan terbarukan. Di era itu orang masih memikirkan penambahan energi listrik melalui PLTU. Saat itu wacana efek rumah kaca dan pemanasan global belum jadi isu utama. Namun kami sudah berpikir ke arah itu. Jadi itu sudah menjadi visi kami, bahwa kami harus menjadi pemain terdepan dalam pengembangan  energi hijau atau energi baru dan terbarukan.

Di Asia ada forum Asia Zero Emission Community (AZEC) yang beranggotakan: Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapore, Vietnam, Filipina Kamboja, Laos, Brunei dan Australia, apakah KHE dilibatkan dalam mengadaan energi baru terbarukan, mengingat hasil listrik hijau dari PLTA Kayan cukup besar?

Seperti yang saya kemukakan tadi, PLTA Kayan Cascade ini sudah masuk dalam kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jepang. Proyek PLTA Kayan Cascade ini adalah yang terbesar dalam list AZEC yang tersebar di negara-negara anggota lainnya; Thailand, Malaysia, Singapore, Vietnam, Filipina Kamboja, Laos, Brunei dan Australia. Jadi proyek PLTA Kayan Cascade tidak hanya penting untuk Indonesia tapi juga kerja sama bilateral dan multilateral.

Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke berbagai negara, termasuk China dan AS menghasilkan sejumlah kesepakatan penting di bidang energi baru dan terbarukan. Apakah kesepakatan penting itu ada yang berhubungan dengan pembangunan PLTA di tanah air termasuk di Sungai Kayan?

Tentu saja ada, pernyataan Pak Prabowo di forum G20 Brasil mengatakan bahwa pemerintah Indonesia akan memanfaatkan energi baru dan terbarukan, khususnya dari air. Meski secara eksplisit tidak menyebutkan proyek itu adalah PLTA Kayan Cascade, kita bisa melihat apa ada proyek PLTA di Indonesia saat ini dengan kapasitas listrik 9.000 MW? Tahun 2023 Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Fumio Kishida dari Jepang sudah menandatangani perjanjian bilateral soal energi baru dan terbarukan. Di dalamnya ada proyek PLTA di Sungai Kayan. 

Bagaimana progres pembangunan terkini bendungan PLTA Kayan Cascade ini? 

Pertama yang perlu saya sampaikan untuk perizinan sudah lengkap. Karena itu kami sudah memulai pekerjaan fisik, pekerjaan sipil. Kami sudah membangun akses jalan untuk konstruksi. Kami juga sudah mengalihkan aliran sungai, sementara proses pembangunan bendungan berlangsung.  Area genangan yang ada permukiman, penduduk sudah direlokasi. Lalu kami juga sudah berbicara dengan beberapa pihak yang areanya terdampak genangan. Dan itu lancar, tidak ada masalah lagi. Izin pinjam pakai kawasan hutan juga sudah selesai. Jadi semuanya sudah siap. Dan proyek ini sudah direalisasikan.

Apakah ini sudah sesuai dengan planning yang disusun?

Ya, itu sudah sesuai dengan planning kami. Tahun depan kami targetkan sudah bisa menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN untuk PLTA Kayan Cascade 1 dengan kapasitas 900 MW. Selanjutnya kami akan menyiapkan Kayan Cascade 2, 3, 4 dan 5 untuk kebutuhan kawasan industri hijau.

Apa saja tantangan yang dihadapi dalam membangun proyek ini?

Di Kalimantan demand listrik itu 2.000 MW. Sementara PLTA Kayan Cascade 1 – 5 potensinya 9.000 MW. Kalau kami ingin memulai proyek, biasanya pihak yang memberikan dana bertanya apakah sudah ada demand-nya? Atau para pengguna listrik, mereka akan bertanya sumber listriknya dari mana. Jadi seperti ayam dan telur, mana yang duluan. Itulah tantangan terbesar kami. Oleh karena itu kami berupaya menyelesaikan tantangan terbesar ini. Soalnya kalau konstruksi tantangannya relatif sama. Biasanya perizinan, itu yang dihadapi semua PLTA.

Jadi tantangan terbesar kami bagaimana menyelarasakan permintaan dengan suplai energi yang dihasilkan. Dalam konteks PLTA Kayan Cascade jika kami bisa menandatangani PPA dengan PLN, kami bisa membantu mempercepat transisi energi yang dilakukan PLN. Kalau harga listrik yang kami tawarkan bisa lebih murah dari ongkos produksi PLN, ini bisa mengurangi beban subsidi yang ada di PLN. Notabene di Kalimantan itu mayoritas pembangkit listriknya tenaga fosil. Jadi transisi energinya dapat, efisiensi juga dapat dan negara ini juga diuntungkan. Yang terpenting kepercayaan investor meningkat karena kami bisa merealisasikan proyek ini. Kalau kita lihat data dalam lima tahun terakhir hampir tidak ada PLTA skala besar yang bisa direalisasikan, kecuali yang punya Pak Jusuf Kalla di Sulawesi. Ini bisa menjadi penyemangat pemerintah untuk mencapai target yang sudah dicanangkan.

Projek PLTA kayan Cascade menelan investasi 17,8 miliar US dollar, dengan berakhirnya kerja sama dengan Sumitomo, bagaimana perusahaan mengelola pendanaan proyek? Apakah ada investor lain yang berminat? Siapa yang berminat?

Seperti sudah saya kemukakan tadi bahwa sudah ada kerja sama bilateral antara pemerintah Indonesia dan Jepang. Sumitomo Corp., adalah bagian dari inisiasi tersebut. Dalam perjalanan kerja sama itu ada syarat-syarat dari masing-masing pemerintah. Syarat antara pemerintah dengan pemerintah ini harus bisa dipahami oleh bisnis dengan bisnis dari negara masing-masing. Dalam konteks ini mungkin kami dan Sumitomo punya pertimbangan sendiri sehingga tidak bekerja sama. Jadi bukannya mereka tidak tertarik dengan proyek ini. Mungkin persyaratan yang dicanangkan Sumitomo tidak sesuai dengan yang dicanangkan pemerintah Indonesia.

Setelah Sumitomo mundur, ada lagi calon investor dari Jepang, Korea dan China yang tertarik. Kami juga diminta presentasi di salah satu negara besar Eropa yang jadi anggota Masyarakat Ekonomi Eropa dan Uni Eropa. Mereka tertarik untuk investasi. Jadi sepanjang kami konsisten dengan rencana, maka akan banyak pihak yang ingin bergabung. Namun kami juga berpikir agar proyek ini punya kontribusi besar untuk negara ini.

Apa pelajaran yang dapat diambil dari berakhirnya kerja sama dengan Sumitomo? 

Kepentingan negara itu lebih penting, dia tak boleh dipinggirkan oleh kepentingan bisnis dengan bisnis. Saya menghargai perbedaan pandangan antara kami dengan Sumitomo atas proyek ini dari sisi bisnis dengan bisnis. Namun jika tidak sesuai dengan kepentingan negara, kita harus mendukung kepentingan negara. Pak Prabowo sudah mencanangkan swasembada energi, kita harus mendukung. Ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa bumi dan air harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan negara. Itu harus kita jaga. Sungai Kayan ini adalah anugerah yang luar biasa dari Tuhan untuk kita. Sungai kayan dengan PLTA-nya harus kita jadikan lokomotif menarik industri hijau di negara ini.

Jadi kita harus konsisten mengejahwantahkan pasal 33 UUD 1945 ini dengan disiplin. Dengan itu pun minat investor masih tinggi. Banyak pihak yang datang kepada kami untuk menyatakan minatnya.

Bagaimana proyek ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal, baik dari segi ekonomi, tenaga kerja, maupun pembangunan infrastruktur di sekitar lokasi?

Proyek ini adalah ekosistem dari green industry. Jadi ini bukan hanya proyek PLTA. Ini adalah bagian dari proyek besar green industry. Manfaatnya banyak sekali. Untuk konstruksi saja biayanya bisa mencapai USD 2 miliar. Pekerjaan terbesar itu sipil, berapa banyak pihak yang terlibat mulai dari UMKM sampai industri besar dalam negeri yang terbantu, seperti semen, besi dan baja, dll. Pembangunannya masif, ini akan meningkatkan perekonomian daerah setempat.

Setelah PLTA Kayan Cascade ini semuanya jadi, ini akan mampu melistrik seluruh Kalimantan. Dan itu juga membuat berbagai daerah berani membuat kawasan industri hijau, karena ketersediaan energi. Akan terjadi pembangunan pabrik dengan basis energi hijau. Inilah industri masa depan bagi dunia ini. Jadi manfaatnya begitu besar bagi negara ini, karena itu harus dikelola benar.

Jadi sudah selayaknya proyek ini didukung oleh semua pihak?

Sudah selayaknya karena ini untuk kepentingan semua.

Apakah Kayan Hydro Energy menerapkan teknologi khusus untuk memastikan efisiensi dan keberlanjutan proyek ini?

PLTA itu bukan teknologi baru. Di Suamtera Utara ada PLTA Asahan yang airnya dari Danau Toba. Listriknya selain untuk masyarakat juga untuk industri aluminium di sana. Itu tahun 1980-an sudah ada. Di Jawa Barat juga ada beberapa bendungan yang dibangun; Bendungan Jatiluhur, Saguling. Karena itu kami ingin proyek PLTA Kayan Cascade ini harus dikerjakan oleh SDM terbaik yang kita punya. Kita bisa karena punya SDM yang lebih dari cukup untuk itu. Memang untuk turbin dan generator mungkin masih harus didatangkan dari luar. Namun selain itu sudah bisa penuhi dari dalam negeri.

Apa rencana jangka panjang KHE setelah menyelesaikan proyek ini? Apakah ada proyek serupa di lokasi lain yang sedang direncanakan?

Pembangunan PLTA Kayan Cascade 1-5 itu sendiri adalah proyek jangka panjang. Saya tidak percaya kalau ada pihak yang bisa menyelesaikannya dalam waktu serentak. Kami harus menyelesaikan tantangan terbesar yang tadi saya ungkap; duluan mana antara telur dengan ayam. Makanya kami menyelesaikan PLTA Kayan Cascade 1, begitu PPA dengan PLN sudah ditandatangani, kami akan memulai pembangunan PLTA Kayan Cascade 2 dan seterusnya. Secara bersamaan kepercayaan investor yang concern pada industri hijau juga meningkat. Kata kuncinya tidak ada yang bombastis, semua pembiayaan harus bankable dan masuk secara ekonomi. Karena kami ini perusahaan swasta yang harus mempertimbangkan tingkat keekonomian usaha kami.

 

Eko Permanahadi: Antara Sepeda, Lari, dan Golf

Meski sibuk dengan aktivitas rutin di kantor, Dirut KHE Eko Permanahadi menjadikan olahraga sebagai aktivitas penyeimbang. Dia memilih bersepeda dan lari sebagai olahraga rutinnya. (Foto: Bambang  Eros, DI: Raga Granada VOI)

Tak seperti kebanyakan petinggi di sebuah perusahaan yang memilih golf sebagai olahraga, Eko Permanahadi lebih memilih bersepeda dan lari sebagai olahraga rutinnya. Belakangan, ia mulai menjajal olahraga golf karena ajakan kolega di kantor.

“Selama ini saya tidak pernah bermain golf sama sekali. Olahraga rutin yang saya lakukan adalah bersepeda, khususnya MTB (mountain bike), dan lari. Namun, belakangan kolega saya di kantor mulai mengajak saya bermain golf. Mereka bilang saya harus menjajal golf,” ujarnya sambil menirukan rayuan teman sekantornya.

Setiap hari, ketika tidak bersepeda, Eko rutin berolahraga lari. “Setelah salat subuh, saya tinggal pasang sepatu lalu jogging sekitar 1 sampai 1,5 jam di sekitar rumah saya. Kalau diajak maraton, saya masih bisa lari sejauh 10 km, tapi pelan-pelan ya, hehehe,” tambahnya.

Eko menyukai MTB karena olahraga ini menantang dan memiliki filosofi yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Lokasi favoritnya untuk MTB adalah Jalur Pondok Pemburu (JPP) di Sentul, Kabupaten Bogor, dan Jalur Pipa Gas (JPG) di Serpong, Tangerang Selatan.

“Kita harus mendaki dulu sampai ke puncak bukit yang namanya Pondok Pemburu, 1.300 mdpl. Biasanya mendaki itu sudah setengah hari. Kita sudah capek mendaki kok tidak sampai-sampai juga. Tapi karena saya punya tujuan, ya harus diraih meskipun berat. Ada perjuangan untuk mencapai puncak. Sampai di titik puncak, istirahat, makan, baru aktivitas turun gunung dimulai,” kata Eko yang lebih suka bersepeda dengan kelompok kecil, maksimal empat orang, bahkan kadang hanya berdua.

Saat menurun, kenikmatan berolahraga MTB dirasakan Eko. “Kalau sudah menurun, kita menikmatinya, tapi tetap harus selalu waspada dan hati-hati. Jangan sampai terlena. Finish-nya di kawasan Gunung Pancar, Sentul Selatan,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Chief Representative of Sumitomo Corporation (Jakarta Project Coordination Office) ini.

Jalur Pipa Gas (JPG) hampir setiap pekan dijajalnya karena lokasinya dekat dengan kediamannya di Perumahan Puspita Loka, BSD. “Hampir setiap akhir pekan saya bersepeda di JPG. Treknya menantang, ada turunan roller coaster yang awalnya saya tidak berani coba. Tapi setelah mencoba pelan-pelan, akhirnya berani juga. Itu memacu adrenalin, tapi saya tetap perhitungan juga, soalnya bahaya kalau cedera,” ujarnya.

Mencoba Olahraga Golf

Kini ia mencoba mencoba untuk bermain karena ajakan kolega di kantor. Ia tak tahu apakah bisa enjoy dan menikmati golf selain bersepeda, khususnya MTB (mountain bike) dan lari yang sudah lama dilakoninya. (Foto: Bambang  Eros, DI: Raga Granada VOI)

Keseruan melakoni MTB di Jalur Pondok Pemburu dan Jalur Pipa Gas benar-benar membekas dalam benak Eko. Karena itu, ia sempat ragu untuk melakoni olahraga golf. “Saya belum bisa memastikan apakah akan menekuni golf atau tidak. Saat ini saya masih dalam tahap penjajakan. Saya baru dua kali mencoba driving range, di BSD dan Cilandak,” aku mantan Presiden Direktur PT Summit Niaga ini.

Eko belum mau disebut sebagai pendatang baru di olahraga golf. “Saya ini belum bisa disebut pendatang baru. Saya ini masih dalam kategori pengamat baru dalam golf. Soalnya, memukul bola saja belum benar. Kadang saat memukul bola tidak kena, hehehe,” katanya sambil terkekeh.

Dengan kondisi ini, Eko belum bisa menjamin apakah ia akan betah melakoni olahraga golf atau tidak. “Terus terang, dalam perjalanan karier saya, banyak hal dipengaruhi oleh MTB. Saat baru memulai, saya sudah harus menanjak. Kita harus mendengarkan apa kata tubuh kita agar tidak terkena serangan jantung dan bisa sampai ke puncak. Itulah yang saya terapkan dalam bisnis,” ujar Eko yang sudah malang melintang di perusahaan energi nasional maupun multinasional.

Filosofi yang didapat Eko dari MTB adalah seperti pepatah lama: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. “Dalam MTB, kita harus kerja keras dulu untuk mencapai puncak. Lelah dan capek tentu saja, tapi karena ada tujuan, semua itu bisa dicapai. Setelah tercapai, tiba giliran menurun. Lelah dan capek tadi terbayar semua saat menurun. Begitu juga dalam kehidupan,” kata pria kelahiran tahun 1970 ini.

Pemerhati Politik

Meski sibuk dengan beragam aktivitas di kantor ia tetap memberikan perhatian untuk anak-anaknya. Eko Permanahadi memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk belajar dan meraih cita-cita.(Foto: Bambang  Eros, DI: Raga Granada VOI)

Selain rutinitas dan olahraga, Eko Permanahadi juga menjadi pemerhati politik. “Saya menikmati perdebatan politik dan aktivitas politisi yang ada di tanah air yang tersaji di berbagai media,” kata pria yang juga gemar menikmati kuliner, termasuk di pinggir jalan.

Kegemarannya menonton aktivitas politik dan perdebatan politik membuat ia mengetahui perkembangan politik terkini. “Ternyata ada gunanya saya suka menonton aktivitas politik itu. Di pekerjaan saya sekarang, wawasan tentang politik berguna dalam pekerjaan,” lanjutnya.

Saat tidak ada kegiatan, Eko menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah. “Saya jarang ke mal karena lebih suka di rumah. Mau makanan, tinggal pesan lewat aplikasi,” ujarnya.

Eko memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk menentukan karier dan nasib mereka. “Yang penting, mereka tidak melanggar budi pekerti dan ajaran agama yang saya yakini,” katanya.

Karena itu, Eko tidak menuntut anak-anaknya untuk masuk universitas tertentu atau bekerja di perusahaan tertentu. “Buat saya, mereka harus bisa menyelesaikan sendiri permasalahan di kehidupan nyata. Itu yang saya terapkan kepada anak-anak saya. Itu yang bisa membuat mereka mandiri,” ungkapnya.

Eko Permanahadi juga tidak memanjakan anak-anaknya dengan fasilitas. “Soal HP misalnya, saya sudah menawarkan mereka untuk mengganti HP yang usianya sudah 10 tahun. Tapi mereka tidak mau karena masih berfungsi dengan baik. Mereka akan minta ganti HP ketika benar-benar tidak bisa lagi digunakan,” kata pria yang lama berkarier di Sumitomo ini.

"Situasi sekarang di seluruh dunia sudah tidak mungkin lagi untuk menambah kapasitas listrik melalui PLTU atau pembangkit energi fosil lainnya. Institusi keuangan dunia dan domestik sudah tidak memberikan dana untuk proyek listrik berbahan bakar fosil. Lalu dengan apa kita memenuhi kebutuhan listrik untuk masyarakat dan industri? Dalam konteks inilah PLTA Kayan Cascade ini amat berperan untuk mendukung program swasembada energi ini,"

Eko Permanahadi