Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini merambah nyaris ke semua sektor, termasuk sektor jasa seperti penerjemahan. Karena itu, menurut Ketua Umum Ikatan Agensi Jasa Bahasa (IKASA), Sony Novian, para penerjemah harus beradaptasi dan meningkatkan kompetensi. Jika tidak, siap-siap untuk ditinggalkan dan tersingkir.
***
Menurut Sony, kemampuan AI dalam menerjemahkan sebuah naskah memang baru sebatas naskah yang umum. “AI menerjemahkan hal-hal yang general, sedangkan manusia menggarap yang lebih kompleks dan lebih kreatif—yang tak bisa dilakukan oleh AI,” katanya.
Karena itu, seorang penerjemah harus terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. “Dengan AI akan terjadi efisiensi dalam pekerjaan. Naskah yang banyak bisa dikerjakan lebih cepat dengan bantuan Artificial Intelligence. Lalu, AI juga memudahkan riset untuk menerjemahkan dalam ranah budaya, hukum, kesehatan, dan lain-lain,” ujarnya.
Sony Novian optimistis bahwa profesi penerjemah tidak akan hilang atau tergerus, selama penerjemah mampu beradaptasi. Sebab, masih ada sisi human touch dan keahlian manusia yang tidak bisa tergantikan oleh mesin.
“AI akan menggantikan penerjemah yang tidak menggunakan Artificial Intelligence. Jadi, penerjemah yang masih menggunakan sistem lama akan tergantikan oleh AI. Tapi penerjemah yang memanfaatkan AI justru akan memberikan layanan lebih baik kepada kliennya. Meski teknologi makin canggih, manusia tetap dibutuhkan untuk akuntabilitas—terutama untuk dokumen yang sangat penting. Karena mesin atau AI tak bisa diminta pertanggungjawaban kalau terjadi kesalahan. Itulah mengapa peran penerjemah tetap dibutuhkan,” tegasnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Sony kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto dari VOI saat ditemui di bilangan Ciputat, Tangerang Selatan, belum lama ini.

Menurut Ketum Ikasa Sony Novian, penerjemah era sekarang harus adaptif agar tak tergilas perubahan zaman. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada - VOI)
Ternyata ada organisasi agensi jasa bahasa, bagaimana ceritanya ada IKASA?
Memang belum banyak yang tahu kalau penerjemah itu punya organisasi, dan bahkan ada agensinya juga. Kebanyakan orang mengira bahwa urusan penerjemahan hanya dilakukan oleh individu sebagai pekerjaan sampingan. Belakangan mulai muncul perusahaan-perusahaan penerjemahan. Namun, mereka berdiri sendiri-sendiri dan tersebar.
Dari kondisi yang tersebar itulah kami berkumpul dan membentuk sebuah organisasi yang diberi nama Ikatan Agensi Jasa Bahasa, disingkat IKASA. Semua perusahaan yang memiliki divisi bahasa seperti penerjemahan, alih bahasa, subtitle, voice over, kami ajak untuk berkolaborasi dalam organisasi ini.
Tujuannya apa?
Kami membentuk organisasi ini agar punya suara. Selama ini, dunia penerjemahan sering disuarakan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak berkecimpung langsung di bidang ini. Ada yang mengatakan bahwa penerjemahan bisa digantikan oleh mesin. Suara-suara semacam itu sering datang dari pihak yang menjual teknologi penerjemahan.
Ada juga yang terlalu percaya diri, merasa sudah tinggal lima tahun atau lebih di mancanegara, lalu menganggap dirinya mampu menerjemahkan. Secara bahasa mungkin bisa, tapi jangan lupa—dalam setiap penerjemahan ada konteks budaya yang tidak bisa diabaikan. Terjemahan secara bahasa saja kadang tidak cukup karena bisa jadi tidak tepat secara konteks. Nah, di sinilah peran penerjemah yang sebenarnya—agar pesan bisa dipahami dengan benar.
Karena itu, kami berencana membuat sertifikasi untuk profesi penerjemah. Ini bukan urusan main-main. Penerjemah yang bersertifikat tentu memiliki nilai lebih dibandingkan yang tidak. Prosesnya sedang berjalan. Lembaganya sudah dibentuk oleh pemerintah melalui BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi), sekarang tinggal mencari tenaga ahli untuk melakukan uji kompetensi.
Soal teknologi dan mesin penerjemah, apakah ini akan menggerus pekerjaan penerjemah?
Bahasa adalah sektor yang penuh tantangan. Bahkan sebelum era AI, kita sudah melihat banyak kamus daring bermunculan, lalu disusul era awal Google Translate. Salah satu janji dari teknologi penerjemahan itu adalah “menghilangkan profesi penerjemah”. Tapi nyatanya, hingga kini, penerjemah tetap dibutuhkan.
Sekarang di era AI, seperti apa peluang dan tantangan bagi seorang penerjemah?
AI memang memudahkan proses penerjemahan naskah. Kehadirannya membawa dampak positif, tapi juga tantangan. Dalam dunia penerjemahan, ada dua ranah: penerjemahan tulisan dan juru bahasa (interpretasi lisan).
Dengan AI, terjadi efisiensi: naskah yang banyak bisa diselesaikan lebih cepat. AI juga memudahkan riset, terutama untuk menerjemahkan konten dalam bidang budaya, hukum, kesehatan, dan lainnya. Namun, AI hanya mampu menerjemahkan hal-hal yang umum, sedangkan manusia mengerjakan hal yang kompleks dan kreatif—yang tidak bisa dilakukan AI.
Jadi, tetap ada peluang meskipun AI semakin marak?
Betul. Bahkan karena AI, sekarang muncul istilah Machine Post-Editing Translation (Terjemahan Pasca-Penyuntingan Mesin). Naskah diterjemahkan oleh mesin terlebih dahulu, lalu hasilnya diedit oleh manusia. Bisnis MPED ini makin berkembang seiring meningkatnya penggunaan AI.
Sekarang, penerjemah harus membekali diri dengan kemampuan tambahan, seperti pemasaran diri. Harus adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Artinya, AI tidak akan menggerus profesi penerjemah?
AI hanya akan menggantikan penerjemah yang tidak menggunakan AI. Jadi, penerjemah yang masih menggunakan sistem lama akan tertinggal. Tapi penerjemah yang memanfaatkan AI justru bisa memberikan layanan yang lebih baik kepada kliennya.
Meski teknologi semakin canggih, manusia tetap dibutuhkan untuk akuntabilitas, terutama untuk dokumen-dokumen penting. Mesin atau AI tidak bisa dimintai pertanggungjawaban kalau terjadi kesalahan. Itulah kenapa penerjemah tetap dibutuhkan.
Jadi, seorang penerjemah harus terus mengembangkan diri. Jangan sampai kalah dengan AI yang terus belajar dan berkembang.

Kemanjuan teknologi AI yang pesat, kata Ketum Ikasa Sony Novian, justru membutuhan penerjemah. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada - VOI)
Sejauh mana akurasi AI jika dihubungkan dengan konteks budaya, hukum, dan ilmu?
AI itu setiap hari semakin canggih. Untuk memahami sebuah artikel umum, AI sudah cukup. Tapi untuk dokumen yang berkaitan dengan budaya, sastra, atau hukum yang detail, tetap membutuhkan kehadiran manusia. Akurasi dan penyuntingan akhir tetap harus dilakukan oleh manusia.
Contohnya, mobil Kijang—di luar negeri merek ini diganti menjadi Minerva. Kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi "kerbau", karena simbol pekerja keras. Tapi di Indonesia, kerbau justru memiliki konotasi negatif, karena diasosiasikan dengan sifat malas. Ada pepatah: "bagai kerbau dicocok hidungnya". Di sinilah peran manusia penting untuk menerjemahkan agar tetap menjaga nuansa yang dimaksud, yakni positif.
Ini disebut pendekatan lokalisasi (localization). Sebaliknya, ada juga pendekatan internasionalisasi (internationalization). Contoh lain, Es Teler tidak bisa diterjemahkan menjadi Ice Drugs. Seorang penerjemah yang baik harus memahami konteks agar tidak keliru.
Jadi, kemampuan AI dalam terjemahan masih terbatas?
Ya, misalnya untuk novel. Kalau hanya menerjemahkan teks umum, AI memang bisa. Tapi untuk karya sastra, apalagi yang memiliki nilai estetika tinggi, AI belum mampu menangkap maksud dan rasa yang ingin disampaikan pengarang. Di situlah penerjemah manusia tetap dibutuhkan.
Apa strategi para penerjemah untuk bertahan di era AI?
Kita harus siap dan mempelajari AI dengan baik. Jadikan AI sebagai alat bantu, bukan pesaing. Cepat atau lambat, semua sektor jasa akan dimasuki AI. Di IKASA, kami menyusun sertifikasi untuk penerjemah, dan juga menyediakan layanan tambahan seperti MPED. Kami tekankan bahwa dengan keterlibatan manusia, hasil akhir terjemahan akan jauh lebih baik.
Semua bidang membutuhkan penerjemah. Salah satu trik agar bisa bersaing adalah dengan fokus pada bidang tertentu. Kalau kita suka olahraga, kita bisa fokus menjadi penerjemah di bidang itu—begitu juga bidang hukum, kesehatan, teknologi, dan lainnya. Karena teks umum sudah bisa dikerjakan AI, maka yang spesifik dan membutuhkan pemahaman mendalam itulah lahan penerjemah profesional.
Selain itu, juru bahasa juga harus memiliki kemampuan empati, karena menyampaikan makna secara langsung melibatkan emosi dan nuansa.
Jadi, apakah sektor penerjemahan masih akan dibutuhkan di masa depan?
Tentu. Kelebihan manusia tidak bisa tergantikan oleh AI. Bahasa adalah sektor pendukung (support sector), artinya akan selalu mengikuti perkembangan industri. Saat pandemi COVID-19, misalnya, sektor kesehatan tetap berjalan. Semua seminar dan pertemuan kesehatan tetap membutuhkan penerjemah dan juru bahasa.
Saat ini berapa banyak penerjemah mandiri dan yang masuk IKASA?
IKASA baru dibentuk empat tahun lalu. Saat ini kami sudah ada di Jakarta, Bali, Surabaya, dan Malang. Dalam waktu dekat kami akan buka di Makassar dan salah satu kota di Kalimantan. Untuk menjadi anggota IKASA, harus memiliki badan hukum dan bukti bayar pajak.
Untuk jumlah penerjemah lepas, kami belum memiliki data pasti. Namun, anggota resmi IKASA saat ini ada 24, dan sekitar 30 lagi sedang dalam proses bergabung.
Apa itu penerjemah tersumpah?
Penerjemah tersumpah adalah penerjemah yang sudah lulus ujian resmi yang diadakan oleh negara, dan dilantik oleh pejabat setempat. Saya sendiri dilantik oleh Gubernur Jakarta saat itu, Fauzi Bowo.
Dokumen resmi pemerintah biasanya merekomendasikan untuk dikerjakan oleh penerjemah tersumpah. Namun, dalam praktiknya, ada kendala saat bertugas di luar wilayah pelantikan, misalnya di luar Jakarta.
Selain itu, ada juga masalah masa berlaku sumpah atau sertifikat. Kadang ada kasus penerjemah yang sudah wafat, tetapi namanya masih digunakan oleh pihak lain. Maka, penerjemah tersumpah harus bisa memberikan rasa percaya kepada klien bahwa mereka benar-benar kompeten dan telah melalui proses resmi.
Tentunya ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti ujian tertulis dan wawancara sebagai penerjemah tersumpah.
BACA JUGA:
Apakah penerjemah yang tak tersumpah masih bisa berpraktik?
Ini termasuk dalam kategori jasa. Kalau reputasinya bagus dan klien percaya, ya tentu saja bisa. Memang ada yang seperti itu—tetap berjalan dan punya banyak klien karena sudah terpercaya. Jadi, memang jumlah penerjemah tidak tersumpah lebih banyak daripada yang tersumpah.
Ada tantangan menerjemahkan persoalan hukum, misalnya?
Untuk urusan hukum, memang ada kewajiban menggunakan penerjemah tersumpah karena ada implikasi hukum di balik proses tersebut. Selain kemampuan bahasa, seorang penerjemah juga harus mengikuti pelatihan terkait hukum pidana dan perdata di Indonesia.
Biasanya, orang asing yang berbisnis di Indonesia, jika menghadapi persoalan hukum, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia. Namun, penerjemah kita juga perlu mempelajari hukum negara lain, bila dibutuhkan dalam kasus yang terjadi di luar negeri.
Saat Ini, terjemahan dari bahasa mana ke bahasa mana yang paling banyak dilakukan?
Saat ini, terjemahan dokumen paling banyak adalah dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Namun, belakangan ini yang meningkat drastis adalah terjemahan dari Bahasa Mandarin ke Bahasa Indonesia. Biasanya yang menempati urutan kedua adalah Bahasa Jepang.
Untuk penerjemahan lisan, urutannya: Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, kemudian Mandarin, lalu Korea. Banyak bintang K-Pop yang datang ke Indonesia membutuhkan juru bahasa.
Bahasa apa yang paling jarang diterjemahkan?
Selama saya berkarier, yang paling jarang adalah Bahasa Nepal ke Bahasa Indonesia. Sejauh ini, saya baru menangani dua klien. Salah satunya saat kami menyiapkan penerjemah untuk mendaki Gunung Himalaya.
Bahasa mana yang paling mahal diterjemahkan?
Tarifnya relatif, ya. Tapi secara umum, bahasa dengan permintaan tinggi seperti Bahasa Inggris, Jepang, Mandarin, Korea memiliki tarif yang lebih stabil. Bahasa Eropa seperti Prancis, Jerman, Spanyol, Portugis juga banyak diterjemahkan.
Selain itu, ada juga bahasa-bahasa Asia Tenggara seperti Tagalog, Thailand, Vietnam. Yang cukup mahal adalah terjemahan dari bahasa daerah ke Bahasa Inggris, misalnya Bahasa Aceh ke Bahasa Inggris, atau Bahasa Tetun ke Bahasa Inggris. Untuk bahasa yang jarang digunakan, kita menyebutnya sebagai bahasa eksotis. Contohnya, Bahasa Mongolia—jarang digunakan dan hanya sedikit orang yang menguasainya.
Ke depan, bahasa apa yang akan banyak digunakan selain bahasa Inggris?
Dengan pesatnya hubungan perdagangan global, selain Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan Bahasa Jepang akan semakin banyak digunakan. Bahasa Arab juga sering digunakan untuk keperluan ibadah dan bisnis.
Permintaan untuk penerjemahan dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia dan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dalam konteks keagamaan juga terus meningkat. Banyak acara ceramah, baik dari pendeta, pastor, maupun biksu, yang membutuhkan penerjemah saat hadir di Indonesia.
Dalam konteks penerjemah tersumpah, bagaimana menjaga agar hasil terjemahan tidak disalahgunakan?
Menjaga kerahasiaan dokumen adalah kepentingan bersama—baik klien maupun penerjemah. Biasanya ada NDA (Non-Disclosure Agreement) yang kami tanda tangani sebelum bekerja. Cara kerjanya, kami menerjemahkan langsung di cloud dengan akses yang hanya diberikan oleh klien. Semua data tersimpan di sana, dan kami tidak menyimpan salinan naskahnya.
Jika penerjemah perlu hadir langsung, biasanya disiapkan ruang khusus dengan akses terbatas. Ruang tersebut tidak bisa dimasuki oleh orang yang tidak berkepentingan.
Untuk juru bahasa, misalnya dalam perjanjian dagang yang belum diumumkan atau pembubaran perusahaan, kami tidak boleh berkomentar atas apa yang diterjemahkan. Kerahasiaan ini harus dijaga demi menjaga kredibilitas profesi.
Ada contoh kasus penerjemahan yang pernah membuat heboh?
Ada, dan ini sering dijadikan studi kasus saat mengajar calon penerjemah di kampus. Saat Perang Dingin, seorang pejabat Uni Soviet menyampaikan pidato, yang diterjemahkan oleh petugas menjadi: "Kami akan mengubur kalian hidup-hidup." Terjemahan ini dibaca oleh pihak Amerika sebagai ancaman perang.
Padahal, maksud dari pidato itu adalah: ideologi Uni Soviet akan bertahan lebih lama daripada Amerika. Terjemahannya keliru karena tidak mempertimbangkan idiom dan konteks. Hal ini hampir memicu Perang Dunia Ketiga. Untungnya, masing-masing pihak melakukan komunikasi lanjutan, dan maksud sebenarnya dijelaskan dengan tepat.
Kenangan Menjadi Penerjemah Pidato Barack Obama

Ketum Ikasa Sony Novian merasa terharu saat ilmunya bisa membantu orang yang benar-benar memutuhkan. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada - VOI)
Ada pengalaman yang amat berkesan bagi Sony Novian saat menjadi penerjemah. Pertama, ketika membantu seorang konsultan asing di bidang pertanian mangga di Jawa Tengah, dan kedua saat membantu rombongan Presiden Barack Obama ketika akan berkunjung ke Indonesia. Dua momen itu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Ketua Umum Ikatan Agensi Jasa Bahasa (IKASA) ini.
Yang paling unik adalah saat membantu konsultan pertanian. Fokus mereka adalah membuat hasil panen lebih baik, tanaman lebih tahan terhadap serangan hama, dan bagaimana caranya agar dalam setahun bisa panen mangga alpukat hingga tiga kali di daerah Jawa Tengah.
“Proyek itu pun selesai dalam tiga hari sesuai rencana, namun dia bilang kepada saya bahwa ingin memperpanjang karena ada pelajaran tambahan yang ingin ia sampaikan kepada para petani. Karena konsistensinya itu, para petani senang. Tapi dia bilang ke saya, minta bantuan untuk menerjemahkan apa yang dia sampaikan. Namun mereka jujur, tak punya uang untuk membayar saya. Saya bilang, enggak apa-apa, saya bantu,” ungkap Sony, yang juga sering mendapat pekerjaan penerjemahan di Bali.
Ternyata, setelah proyek selesai, ia diberi hadiah mangga hasil panen para petani. “Bagasi belakang mobil saya penuh dengan mangga. Mereka senang dengan hasil terjemahan saya, dan hasil panennya juga bagus. Saya terharu setelah selesai dari sana. Saya merasa seumur hidup baru kali itu ilmu penerjemahan saya benar-benar berguna untuk orang yang sangat membutuhkan,” kata pria yang juga menjadi salah satu pendiri Katagonia Language Solutions.
Barack Obama Berpidato di Kampus UI

Sebelum menjadi penerjemah penuh waktu, Sony Novian pernah bekerja di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. “Saat Presiden Barack Obama akan berkunjung ke Indonesia, salah satu agendanya adalah pidato di kampus Universitas Indonesia (UI), Depok,” ujar Sony, yang juga pernah membantu penerjemahan saat Penasihat Keamanan Nasional AS Condoleezza Rice serta sejumlah pemimpin lembaga dunia datang ke Indonesia.
Karena agenda tersebut, Sony sering menghadiri rapat dengan pihak UI. “Saya juga menemani petugas dari Dinas Rahasia Amerika (Secret Service) untuk mencari tempat paling strategis untuk mendirikan pos mereka. Kami keliling, saya naik mobil laundry, sedangkan yang lain naik taksi. Saat berkeliling itulah kami jadi tahu tempat-tempat tersembunyi tempat anak-anak UI pacaran, hahaha,” kenangnya.
Namun pada hari-H, rute darat yang direncanakan untuk dilalui Obama ternyata bocor. “Semua panik, bingung harus lewat mana lagi. Akhirnya Obama tidak jadi datang dengan mobil, tapi menggunakan helikopter langsung ke kampus UI. Jadi, bagian yang seru itu justru saat persiapan dan pada hari-H menjelang acara di kampus. Kalau proses penerjemahannya sendiri saat Obama pidato, ya biasa saja,” kenang Sony.
Pulang Kampung, Nasi Goreng, dan Sate

Sony Novian mengapresiasi upaya yang dilakukan Barack Obama yang mengambil istilah lokal Indonesia yang diselipkan dalam pidatonya di Kampus UI, Depok. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada - VOI)
Untuk mendekatkan diri dengan audiens yang akan dihadapi, Obama dan tim saat itu menyelipkan istilah yang sangat “Indonesia”. Menurut Sony, setidaknya ada dua istilah yang dipilih Obama saat itu: “Saya pulang kampung, nih” dan “nasi goreng dan sate”.
“Kasus ini jadi pelajaran berharga bagi para penerjemah. Soalnya istilah ‘pulang kampung’ itu sangat khas Indonesia. Kami sangat mengapresiasi Obama karena dia cukup intens mempelajari apakah istilah itu masuk konteks atau tidak. Dia bertanya apakah pas kalau dia mengatakan ‘Saya pulang kampung, nih.’ Kami jelaskan konteksnya, dan ternyata cocok,” tambahnya.
Yang berikutnya, istilah “nasi goreng dan sate”, juga menjadi bagian dari pidato Obama. Ternyata, pidato itu sukses besar.
“Audiens yang terdiri dari mahasiswa dan civitas akademika UI langsung tertawa ketika Obama menyebutkan istilah itu. Bahkan, ucapan itu kemudian menjadi judul berita utama di berbagai media Indonesia. Itulah pengalaman yang amat berkesan saat membantu Obama dalam kunjungannya ke kampus UI,” tandas Sony Novian.
"Semua bidang perlu bantuan penerjemah. Trik lainnya, seorang penerjemah harus fokus pada salah satu bidang. Kalau kita suka olahraga, bisa fokus di bidang itu. Begitu juga untuk bidang lain. Soalnya yang umum sudah bisa dikerjakan AI. Tapi untuk hal yang spesifik dan butuh pemahaman lebih dalam, di situlah peran penerjemah. Jadi ada nilai lebihnya. Selain itu, juru bahasa juga harus punya kemampuan empati,"