Bagikan:

Saat ini, sumbangan koperasi untuk Produk Domestik Bruto (PDB) nasional menurut Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi baru 0,97%. Sebuah angka yang sangat kecil bila dibandingkan dengan sumbangan dari sektor swasta dan BUMN. Idealnya, masing-masing berkontribusi 1/3. Perlu kerja keras dan program yang jitu untuk mendongkrak kontribusi koperasi pada PDB Indonesia.

***

Dengan realitas seperti itu, Budi tidak heran kalau orang underestimate dengan koperasi. “Kenyataannya, koperasi kita baru menyumbang 0,97% dari PDB nasional. Kondisinya memang di bawah. Wajar kalau orang memandang sebelah mata,” katanya.

Jika dibandingkan dengan sumbangan sektor lain seperti BUMN dan sektor swasta, sumbangsih koperasi memang masih jauh dan butuh dorongan serta improvement agar bisa berkontribusi lebih besar dari yang sudah diberikan saat ini. “Bayangkan, BUMN puluhan persen, sektor swasta juga puluhan persen sumbangan untuk PDB. Sedangkan koperasi 0,97%. Idealnya, PDB disumbang 1/3 BUMN, 1/3 swasta, dan 1/3 koperasi,” katanya.

Dengan rencana pendirian Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih sebanyak 70.000 unit oleh Presiden Prabowo Subianto, diharapkan koperasi akan lebih berdaya dan berperan. Kontribusi koperasi pada PDB, lanjut Budi, bisa meningkat. “Dengan langkah pasti, dalam lima atau 10 tahun mendatang, kontribusi koperasi bisa mencapai dua digit,” katanya optimistis.

Budi Arie Setiadi tak berkecil hati dengan kontribusi koperasi yang masih minim ini. “Kita tidak berkecil hati dengan kondisi koperasi yang sekarang, justru bersemangat. Semoga sumbangan koperasi untuk PDB bisa meningkat. Koperasi bisa menjadi wadah masyarakat untuk berbisnis dan mendapatkan barang dengan harga yang bagus. Koperasi harus diberi kesempatan untuk menangani hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujarnya kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto dari VOI yang menemuinya di Kantor Kementerian Koperasi RI di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan, Senin, 1 Maret.

Ia juga bicara soal menjalankan program Kementerian Koperasi dengan semangat efisiensi, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, target 3T, menyelesaikan koperasi bermasalah, serta meningkatkan literasi dan edukasi koperasi. Inilah petikan selengkapnya.

Dengan mendirikan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih, Menteri Koperasi RI, Budi Arie Setiadi, yakin akan terjadi perubahan signifikan. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Dengan mendirikan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih, Menteri Koperasi RI, Budi Arie Setiadi, yakin akan terjadi perubahan signifikan. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Apa saja fokus yang akan Anda lakukan saat menjadi anggota Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto?

Saya harus tegaskan dulu, tidak ada visi dan misi menteri. Yang ada adalah visi dan misi Presiden RI. Sebagai menteri, kami hanya menjalankan visi dan misi Presiden RI. Dalam penjabaran Asta Cita Presiden, koperasi diharapkan menjadi arus utama pergerakan ekonomi masyarakat.

Presiden Prabowo memerintahkan efisiensi di semua sektor. Bagaimana Anda mengimplementasikannya?

Kita dukung kebijakan efisiensi ini, karena sebagai bangsa kita memang harus mendukung. Selama ini, apakah anggaran sudah digunakan secara efektif dan efisien? Di zaman Pak Jokowi dulu juga begitu. Misalnya, anggaran stunting Rp10 miliar, yang benar-benar jatuh ke masyarakat itu hanya Rp2 miliar. Dana Rp6 miliar untuk perjalanan dinas, Rp2 miliar untuk penguatan dan sosialisasi. Ini kan ironis. Kita harus mengubah pola berpikir sebagai pelayan publik. Anggaran itu harus benar-benar sampai ke masyarakat.

Di Kementerian Koperasi, saya selalu menekankan 3T: terukur, tercatat, dan terdampak. Di Kementerian Koperasi, tujuan kita ada dua. Pertama, meningkatkan volume usaha koperasi, terutama sumbangan koperasi dalam produk domestik bruto (PDB) kita. Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjadi anggota koperasi.

Saat menjadi pembicara di retret Kepala Daerah di Magelang, apakah hal ini disampaikan?

Ya, saya sampaikan kepada teman-teman kepala daerah bahwa kami akan melaksanakan visi dan misi presiden dalam bidang koperasi. Kita tekankan bahwa kita adalah eksekutor. Koperasi adalah ekonomi yang sesuai dengan cita-cita negara ini didirikan.

Di antara itu, ada state capital. Kalau koperasi adalah social capital. State capital adalah instrumen pertumbuhan, sedangkan koperasi adalah instrumen pemerataan.

Bagaimana Anda melihat perkembangan koperasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir?

Menurut data terakhir per Desember 2024, jumlah koperasi di Indonesia ada lebih dari 131.000, dengan 29,8 juta anggota. Ini angka yang sangat rendah dibandingkan jumlah penduduk kita. Jika dikomparasikan dengan beberapa negara, jumlah ini juga tertinggal.

Di Amerika, masyarakat yang menjadi anggota koperasi mencapai 150 juta orang, padahal mereka dikenal individualis. Di Eropa, terutama Eropa Barat, kesadaran berkoperasinya lebih tinggi lagi.

Program apa yang akan digulirkan agar dua tujuan Kementerian Koperasi bisa tercapai?

Ada tiga program utama. Pertama, penguatan kelembagaan dan digitalisasi koperasi. Kelembagaan koperasi kita mengalami "tidur panjang" selama 26 tahun pasca-reformasi. Koperasi berkembang secara auto-pilot. Karena itu, perlu ada pengembangan kelembagaan dan digitalisasi.

Kedua, mengatasi berbagai permasalahan yang dialami koperasi. Kita tahu ada beberapa koperasi yang bermasalah, terutama koperasi simpan pinjam yang merugikan masyarakat. Ketiga, menumbuhkan koperasi yang sehat dan kuat, yang bisa menjadi contoh.

Jika dipetakan, daerah mana yang koperasinya sudah bagus dan mana yang masih perlu didukung?

Menurut data, Jawa Timur memiliki volume usaha koperasi paling tinggi, disusul Jawa Tengah di peringkat kedua, dan Jawa Barat di peringkat ketiga. Berdasarkan jumlah anggota, Jawa Tengah hampir mencapai 8,6 juta anggota.

Untuk provinsi di luar Jawa, kesadaran berkoperasi memang masih perlu ditingkatkan, terutama di Indonesia bagian timur. Kami harus melakukan edukasi dan literasi lebih intensif.

Salah satu kendala koperasi dalam berkembang adalah permodalan. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi persoalan ini?

Permodalan memang penting, tapi yang tidak kalah penting adalah akses pasar. Pola pikirnya harus berbarengan karena dua hal ini saling mendukung. Sehingga koperasi bisa bersaing dengan entitas bisnis lain di pasar yang terbuka.

Menurut Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, wajar jika selama ini koperasi masih dipandang sebelah mata, karena perannya memang belum optimal. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Menurut Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, wajar jika selama ini koperasi masih dipandang sebelah mata, karena perannya memang belum optimal. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Untuk permodalan, apakah ada kemudahan yang bisa diberikan?

Kami memiliki Lembaga Bergulir Dana Koperasi (LBDK), yang digunakan untuk mendukung akses permodalan koperasi. Kami juga akan mengajak pihak lain untuk mendukung penguatan permodalan koperasi. Selama bisnis koperasi berjalan dengan baik dan lancar, semua pihak akan bersedia membiayai.

Persoalannya adalah bagaimana koperasi merencanakan bisnis yang baik dan memiliki prospek cerah. Kelemahan koperasi kita terletak pada insting bisnis pengurusnya yang kurang tajam. Koperasi adalah lembaga bisnis, sehingga pengurusnya harus jeli melihat peluang yang ada.

Bagaimana dengan pemasaran?

Kami akan bekerja sama lintas kementerian dan pihak swasta untuk membantu menyelesaikan persoalan pemasaran yang dialami koperasi. Kita harus bekerja sama dengan semua pihak selama itu menguntungkan anggota koperasi.

Apakah ada pembekalan bagi koperasi agar bisa bersaing menghadapi pasar bebas?

Itu adalah konsekuensi, karena dalam sebuah persaingan, yang diuntungkan adalah masyarakat. Selama kualitas produk baik, harga bersaing, dan daya saing tinggi, masyarakat pasti akan memilih produk tersebut. Koperasi harus dikelola secara profesional layaknya korporasi.

Kami menyiapkan modul pelatihan agar koperasi bisa menghasilkan produk berkualitas dan memiliki manajemen yang baik sehingga mampu bersaing. Koperasi harus bertahan, kita ingin mereka sustain. Kami juga telah berdiskusi dengan Induk Koperasi Indonesia (Inkopin) untuk membantu koperasi-koperasi yang mengalami kesulitan.

Saat ini digitalisasi sudah merambah ke berbagai sektor, bagaimana dengan koperasi?

Harus bisa beradaptasi. Sebuah entitas bisnis yang mampu bertahan bukanlah yang paling kuat, melainkan yang paling adaptif terhadap perubahan. Koperasi harus bisa mengikuti perkembangan zaman, terutama di era digitalisasi seperti sekarang. Teknologi saat ini mempermudah banyak aspek pekerjaan, dan koperasi harus memanfaatkannya.

Untuk merambah ke ranah digital, tentu butuh modal. Apakah ada dukungan dari pemerintah?

Tentu kami akan membantu. Namun, saya yakin jika bantuan diberikan secara cuma-cuma, itu tidak akan berhasil. Tidak ada bisnis yang berkembang hanya dengan diberi bantuan. Bisa diberikan pinjaman dengan bunga ringan, sehingga tetap ada kewajiban untuk mengembalikan dana tersebut.

Dukungan untuk koperasi ini kapan akan direalisasikan?

Melalui koperasi, kita harus menciptakan wirausahawan yang tangguh—mereka yang mampu menghadapi tantangan, bukan yang hanya mengandalkan bantuan.

Koperasi kita masih tertinggal dibandingkan negara lain. Apa saja kendala yang dihadapi koperasi di Indonesia?

Selama 26 tahun terakhir, koperasi seperti terpinggirkan. Padahal, bukan salah pemerintah, tetapi lebih kepada individu yang mengelolanya. Secara prinsip, koperasi tidak salah. Inilah saatnya membangkitkan koperasi sebagai gaya hidup baru—sebuah cara berpikir, cara pandang, dan cara bertindak yang lebih maju. Saya yakin koperasi adalah alat yang dapat mewujudkan transformasi sosial dan keadilan sosial.

Koperasi itu ideal, tapi realitasnya banyak sekali koperasi yang tak berdaya. Kenapa bisa terjadi?

Itu karena faktor pengelolanya yang tidak profesional. Di mana-mana, koperasi yang tidak berkembang disebabkan oleh pengurus yang tidak kompeten. Saat ini, memang masih banyak koperasi yang bermasalah. Karena itu, kita harus menetapkan aturan yang lebih bijaksana agar koperasi bisa sehat dan berkelanjutan.

Salah satu prioritas kita adalah membereskan koperasi bermasalah seperti Koperasi Indosurya, Koperasi Sejahtera Bersama, dan lainnya. Kasihan, banyak sekali korban, termasuk para pensiunan yang menyimpan tabungan mereka di sana. Uang mereka habis karena tergiur bunga besar. Kami akan bereskan ini secepatnya. Kalau bunganya terlalu tinggi, pasti itu bukan koperasi, tapi skema ponzi. Aturan Kementerian Koperasi menetapkan bunga simpanan maksimal 9% per tahun dan bunga pinjaman maksimal 24% per tahun.

Bagaimana perkembangan koperasi di sektor pertanian, perikanan, dan industri kreatif?

Dalam sejarah koperasi di seluruh dunia, seperti di Prancis, Jerman, Belanda, Korea, dan Jepang, koperasi yang maju umumnya ada di sektor pertanian. Indonesia juga harus punya koperasi pertanian yang kuat dan berkelanjutan. Kuncinya ada di tata kelola yang baik dan penerapan prinsip korporasi.

Apakah ada kerja sama dengan kementerian lain?

Kami akan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Kehutanan untuk memberdayakan koperasi di sektor-sektor tersebut.

Apakah ada koperasi yang bisa dijadikan contoh?

Ada beberapa koperasi yang pernah bagus dan bisa menjadi contoh, seperti Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Gabungan Koperasi Batik Indonesia, dan Induk Koperasi Tahu Tempe (sekarang Gapoktindo). Ada juga Kospin Jasa di Pekalongan yang sudah berusia 50 tahun serta Induk Koperasi Kredit Indonesia.

Apakah koperasi sudah menerapkan digitalisasi?

Beberapa koperasi sudah mulai menerapkan digitalisasi. Mengadopsi teknologi adalah keharusan saat ini. Jangan anggap koperasi itu kuno, karena sudah ada yang berkembang dengan baik.

Bagaimana minat anak muda terhadap koperasi?

Ini tantangan besar, karena literasi koperasi di kalangan anak muda masih rendah. Oleh karena itu, kita perlu mengedukasi mereka agar mau terlibat. Koperasi memiliki unsur bisnis, sosial, dan pendidikan, berbeda dengan PT yang hanya fokus pada bisnis tanpa unsur sosial. Sayangnya, minat untuk menabung di koperasi sekolah atau koperasi karyawan masih rendah. Padahal, jika banyak yang menabung, koperasi bisa berkembang lebih cepat. Menyimpan di koperasi bukan hanya sekadar menabung, tapi juga investasi yang bisa diambil saat dibutuhkan.

Kenapa koperasi masih dipandang sebelah mata?

Saat ini, kontribusi koperasi terhadap PDB nasional baru 0,97%. Wajar jika banyak yang memandangnya sebelah mata. Bandingkan dengan BUMN dan sektor swasta yang menyumbang puluhan persen. Idealnya, perekonomian kita dibangun dari tiga pilar: 1/3 BUMN, 1/3 swasta, dan 1/3 koperasi.

Kapan target itu bisa dicapai?

Dengan langkah pasti, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, kontribusi koperasi bisa mencapai dua digit. Presiden Prabowo berencana mendirikan 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia. Jika setiap koperasi desa memiliki modal Rp2 miliar saja, bisa dibayangkan dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Konsepnya adalah distribusi sembako dan pupuk akan dilakukan melalui koperasi, sehingga jalur distribusi lebih efisien dan harga bisa lebih bersaing. Kita tidak berkecil hati dengan kondisi koperasi saat ini, justru semakin bersemangat. Semoga kontribusi koperasi terhadap PDB bisa meningkat, karena koperasi adalah wadah masyarakat untuk berbisnis dan mendapatkan barang dengan harga yang lebih baik. Koperasi harus diberi kesempatan untuk menangani hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

 

Budi Arie Setiadi: Drakor, Sepak Bola, dan Tinju      

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia beberapa tahun silam membuat Budi Arie Setiadi punya banyak kesempatan menonton film. Film Korea termasuk yang ia sukai. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia beberapa tahun silam membuat Budi Arie Setiadi punya banyak kesempatan menonton film. Film Korea termasuk yang ia sukai. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Di luar kesibukan sebagai menteri dan berorganisasi, Budi Arie Setiadi melakoni hobi membaca buku dan berita serta menonton film dan acara televisi. Lewat aktivitas itu, Ia menemukan sesuatu yang bisa membuatnya segar kembali dari kesibukan di kantor. “Apa saja saya baca, buku, berita di media, karena saya itu ingin tahu banyak hal,” akunya.

Namun, saat akhir pekan, ia lebih banyak menonton film. “Saya menikmati karya sineas Indonesia dan mancanegara. Saya suka menonton drama Korea saat COVID-19 melanda,” ungkap Budi yang memuji drama Crash Landing on You, yang dibintangi oleh Son Ye-jin, Hyun Bin, Kim Jung-hyun, dan Seo Ji-hye.

Dia menyayangkan kenapa drama tersebut tidak dibuat sekuelnya, padahal penggemarnya banyak. “Ceritanya bagus, sayang enggak dilanjutkan. Orang Korea payah,” keluhnya.

Karena suka film Korea, Budi penasaran dan akhirnya ia tahu bahwa mayoritas penulis skenario drama Korea adalah perempuan. “Ini fakta kalau sebagian besar penulis skenario film atau drama Korea yang laris itu adalah perempuan. Kalau sutradaranya kebanyakan laki-laki,” ujar pria kelahiran Jakarta, 20 April 1969 ini.

“Soalnya ceritanya women side, itu kelihatan sekali. Ceritanya selalu digiring dari sudut pandang perempuan,” terangnya.

 

Masukan untuk Film Indonesia

Film nasional Indonesia juga mendapat perhatian dari Budi Arie Setiadi. Ia menyarankan agar sineas Indonesia terus mengasah kreativitas. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Film nasional Indonesia juga mendapat perhatian dari Budi Arie Setiadi. Ia menyarankan agar sineas Indonesia terus mengasah kreativitas. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Saat ini, karya sineas Indonesia menurut Budi juga bisa dibanggakan. Tak kalah dengan film produksi mancanegara. “Saya menonton Gadis Kretek dan KKN di Desa Penari. Dari sisi sinematografi bagus dan ceritanya juga menarik,” pujinya.

Kepada para sineas dan pekerja kreatif di bidang film, Budi Arie Setiadi menyarankan agar terus mengeksplorasi cerita lokal yang banyak terdapat di berbagai penjuru negeri. “Negara kita ini amat kaya dengan cerita. Dari soal hantu saja, kita punya puluhan bahkan ratusan jenisnya. Di negara lain, cuma satu atau dua,” ujarnya.

Dalam pengamatan Budi, bukan hanya soal hantu yang bisa jadi sumber cerita film. Budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal juga bisa menjadi inspirasi. “Harusnya kita nomor satu dalam urusan cerita,” lanjutnya.

Jika kebanyakan penonton merasa tegang saat menonton film horor, Budi Arie Setiadi justru sebaliknya. Ia malah tertawa saat menyaksikan adegan yang menampilkan hantu.

“Kalau ada sineas yang bisa membuat saya takut saat menonton film horor, artinya dia jago. Jadi, saya menonton film horor Indonesia itu untuk tertawa, hehehe,” katanya dengan tawa khasnya.

“Setan yang digambarkan oleh kebanyakan sineas Indonesia berusaha dibuat seram, padahal aslinya lucu buat saya. Jadi, sampai saat ini belum ada film horor Indonesia yang bikin saya seram,” lanjutnya.

 

Sepak Bola dan Tinju

Acara televisi yang juga digemari Budi Arie Setiadi adalah pertandingan sepak bola dan tinju. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)
Acara televisi yang juga digemari Budi Arie Setiadi adalah pertandingan sepak bola dan tinju. (Foto: Bambang Eros/VOI, DI: Raga Granada/VOI)

Di luar film, Budi Arie Setiadi juga suka menonton acara sepak bola dan tinju. “Untuk acara olahraga, saya sukanya menonton pertandingan sepak bola dan tinju,” kata Budi yang menggemari klub Barcelona dan Liverpool.

Karena suka dengan kedua klub besar itu, ia juga mengoleksi jersey dan pernak-pernik yang berhubungan dengan mereka. “Yang paling banyak itu kostum,” lanjut Budi yang amat mengagumi aksi Lionel Messi saat menggiring bola.

Soal Liverpool, sejak zaman kuliah ia sudah menyukai klub legendaris dari Inggris itu. “Selain karena kepiawaian pemainnya, saya suka dengan Liverpool karena logonya yang unik. Saya benar-benar terpikat dengan burung bangau dengan bunga mawar di paruhnya itu,” ungkapnya.

“Jadi, saya barisan The Reds, sedangkan anak saya sukanya Chelsea FC. Enggak apa-apa berbeda. Sekarang Liverpool lagi bagus prestasinya di bawah Mohamed Salah dan kawan-kawan,” tandas Budi Arie Setiadi.

"Sebuah entitas bisnis yang mampu bertahan bukanlah yang paling kuat, melainkan yang paling adaptif terhadap perubahan. Koperasi harus bisa mengikuti perkembangan zaman, terutama di era digitalisasi seperti sekarang. Teknologi saat ini mempermudah banyak aspek pekerjaan, dan koperasi harus memanfaatkannya,"

Budi Arie Setiadi