Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah program mulia untuk membantu anak-anak memenuhi kebutuhan gizi. Karena itu, kata Wakil Ketua MPR RI Dr. Eddy Soeparno, SH, MH, semua pihak perlu mendukung. Ia mengingatkan, MBG bukan tempat bisnis atau mencari keuntungan. Apalagi jika ada yang berani mencari keuntungan dengan mengurangi kuantitas dan kualitas makanan yang disajikan, itu harus dihukum berat agar ada efek jera.
***
MBG menjadi salah satu program andalan Presiden Prabowo Subianto yang sudah digaungkan sejak masa kampanye Pilpres. Setelah terpilih sebagai presiden, dalam 100 hari pertama, program ini langsung direalisasikan. Masih kekurangan di sana-sini, tetapi menurut Eddy Soeparno, hal itu wajar karena program ini baru dimulai.
Ia berharap dengan berjalannya waktu, perbaikan akan terus dilakukan. “Harus ada evaluasi mingguan, bulanan, serta setiap tiga dan enam bulan. Ini untuk mengetahui sejauh mana progres bisa dicapai, sejauh mana kendala di lapangan bisa diselesaikan. Dengan begitu, penyempurnaan bisa dilakukan dengan cepat. Sehingga setelah MBG ini berjalan enam bulan, program ini akan jauh lebih sempurna dibandingkan saat pertama kali dilakukan,” katanya.
Presiden Prabowo optimistis Makan Bergizi Gratis akan berdampak pada anak-anak Indonesia. "Anak-anak Indonesia harus kuat, harus cerdas, harus semangat, harus sekolah dengan baik. Saya percaya dalam waktu yang tidak lama kita akan melihat peningkatan hasil kemampuan akademis anak-anak kita," kata Presiden Prabowo saat memberikan arahan dalam sidang kabinet, seperti diwartakan VOI pada Rabu, 22 Januari.
Selain itu, MBG juga diharapkan berdampak secara ekonomi bagi petani, nelayan, dan UMKM di sekitar dapur tempat makanan diproses. “Sudah selayaknya melibatkan petani, peternak, nelayan setempat, dan pelaku UMKM dalam program Makan Bergizi Gratis ini. Jadi, MBG ini bisa menggerakkan ekonomi di pedesaan. Selain itu, jalur distribusi juga lebih singkat. Dari petani bisa langsung ke dapur MBG,” ujar Eddy Soeparno kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto dari VOI yang menemuinya di Gedung DPR/MPR, Jl. Gatot Soebroto, Jakarta, belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.

Program MBG tegas Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno harus dikawal semua pihak. (Foto: Bambang Eros, DI: Raga Granada – VOI)
Bagaimana pandangan Anda terhadap pelaksanaan program MBG sejauh ini? Apakah sudah sesuai dengan tujuan awal untuk meningkatkan gizi anak-anak?
Dari beberapa hari pelaksanaan MBG ini, saya sudah melihat langsung di lapangan apa yang terjadi. Pertama, dari anak-anak, mereka terlihat antusias menunggu dan menyambut program MBG ini. Saat menyantap makanan, mereka terlihat lahap. Dengan adanya program ini, kesenjangan di sekolah bisa diminimalkan. Sebab, ada anak yang membawa bekal dan ada yang tidak. Jika semua membawa bekal, lauk yang mereka bawa pun berbeda-beda.
Secara gizi, menurut saya, sudah baik. Hanya saja, mungkin rasanya tidak seperti jajanan yang biasa anak-anak beli, yang sangat gurih. Ada yang bilang makanannya hambar. Jadi, memang berbeda dengan rasa jajanan anak-anak, karena makanan ini dirancang oleh ahli gizi yang lebih mengutamakan aspek kesehatannya.
Untuk langkah awal, menurut Anda bagaimana program ini?
Ini pekerjaan yang tidak mudah, mengelola dapur untuk program MBG ini. Sebab, begitu banyak anak yang harus diberi makan, dan makanan yang dikirim harus tepat waktu. Namun, untuk langkah awal, saya kira program ini patut diapresiasi.
Menurut Anda, apa yang harus dilakukan soal rasa yang dikeluhkan anak-anak?
Kita harus memberikan pemahaman kepada orang tua bahwa makanan ini sehat dan bergizi. Jika rasanya kurang, begitulah kenyataannya. Namun, makanan ini akan memberikan manfaat yang baik bagi tubuh. Ke depan, orang tua harus mulai mengurangi jajanan untuk anak yang hanya kaya rasa tetapi rendah kadar gizinya. Hal itu tidak baik bagi pertumbuhan dan kesehatan anak.
Bagaimana mengawasi pelaksanaan MBG ini?
Harus ada pengawas lapangan yang berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN). Mereka harus memberikan evaluasi tentang pelaksanaan program ini. Aparat keamanan seperti Kodim juga dilibatkan untuk membantu. Namun, ke depan, BGN harus memiliki inspektur lapangan yang akan mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program ini. Mereka harus memastikan kualitas makanan tetap baik dan tidak ada pengurangan saat disajikan.
Untuk evaluasi program, idealnya dalam berapa lama dilakukan?
Harus ada evaluasi mingguan, bulanan, serta setiap tiga dan enam bulan. Ini untuk mengetahui sejauh mana progres bisa dicapai dan sejauh mana kendala di lapangan bisa diselesaikan. Dengan begitu, penyempurnaan bisa dilakukan dengan cepat. Sehingga, setelah MBG ini berjalan enam bulan, program ini akan jauh lebih sempurna dibandingkan saat pertama kali dilakukan.

Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengingatkan agar program MBG bukan untuk ajang untuk berbisnis. (Foto: Bambang Eros, DI: Raga Granada – VOI)
Bagaimana dengan pelibatan UMKM dan petani yang ada di sekitar lokasi?
Sudah selayaknya petani, peternak, nelayan setempat, dan pelaku UMKM dilibatkan dalam program MBG ini. Dengan begitu, MBG dapat menggerakkan ekonomi di pedesaan. Selain itu, jalur distribusi juga lebih singkat, dari petani langsung ke dapur MBG.
Saran dari pakar agar MBG menggunakan bahan baku lokal, seperti jagung, sorgum, ubi, dll., sehingga tidak harus selalu menggunakan beras. Bagaimana pendapat Anda?
Setiap daerah memiliki kearifan lokal dan pangan lokal yang berbeda. Ada baiknya program MBG juga menggunakan bahan seperti jagung, sorgum, ubi, dll. Yang terpenting adalah aspek nutrisinya tetap terpenuhi. Pelaksana MBG dapat berkreasi dengan bahan yang tersedia di sekitar.
Anggaran yang digunakan untuk MBG ini sebesar Rp71 triliun. Menko Zulkifli melempar wacana bahwa anggaran bisa ditambah jika kurang. Dengan kondisi keuangan negara yang sulit saat ini, apakah ini memungkinkan?
Anggaran Rp71 triliun itu merupakan hasil pembahasan antara Menteri Keuangan dan lembaga terkait seperti DPR, BGN, dll. Setelah perhitungan dilakukan, angka tersebut muncul. Namun, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam program ini, misalnya dengan berkontribusi membangun dapur umum atau menyumbang tambahan lauk-pauk.
Anggaran Rp10.000 per anak untuk satu porsi makan gratis mungkin cukup untuk beberapa daerah, tetapi di daerah lain bisa jadi tidak mencukupi. Bagaimana solusinya?
Untuk daerah di luar Jawa yang memiliki jarak tempuh lebih jauh, biaya transportasi memang lebih mahal. Namun, saat ini program tetap harus berjalan dengan anggaran yang ada. Untuk periode berikutnya, saya berharap ada kelonggaran dalam anggaran agar lebih sesuai dengan kondisi di masing-masing daerah.
Apa yang bisa dilakukan agar program MBG ini bisa berkesinambungan?
Pertama, evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul. Perbaikan harus terus dilakukan seiring dengan jalannya program. Mulai dari dapur, pengolahan makanan, pengiriman, pembelian bahan baku, hingga penyimpanan bahan yang sudah dibeli.
Apakah DPR memiliki perangkat hingga ke lapangan untuk melakukan pengawasan?
Salah satu fungsi DPR adalah melakukan pengawasan. Memang, komisi yang menjadi mitra kerja BGN adalah pihak yang secara intens melakukan pengawasan. Namun, setiap anggota dewan juga harus melakukan pengawasan di daerah pemilihannya masing-masing. Seperti saya, yang akan melakukan pengawasan di Kota Bogor.
BACA JUGA:
Bagaimana koordinasi antarlembaga untuk melaksanakan MBG ini agar tepat sasaran?
Persiapan telah dilakukan cukup panjang oleh BGN, dan koordinasi juga sudah berjalan. Sekarang, yang perlu dilakukan adalah mempercepat serta mengakselerasi program ini agar cakupan MBG bisa diperluas sehingga semakin banyak siswa yang mendapat manfaat. Selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi terkait dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh program MBG ini. Ada juga keluhan dari kantin sekolah karena omzet mereka menurun akibat program ini. Hal ini harus menjadi perhatian juga.
Jika dibandingkan dengan negara lain yang juga melaksanakan program makan bergizi, bagaimana perbedaannya?
Sulit untuk dibandingkan, karena negara lain sudah puluhan tahun melaksanakan program ini, sedangkan kita baru memulainya. Jika pun ingin melakukan perbandingan, lebih baik setelah program ini berjalan setahun atau lebih. Kita bisa mengadopsi hal-hal baik yang telah dilakukan di negara lain, meskipun penerapannya tidak bisa sama persis di sini.
Harapan kami, pemerintah melaksanakan MBG ini bukan sekadar untuk memenuhi janji kampanye, tetapi dengan sungguh-sungguh agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh anak-anak Indonesia. Apa tanggapan Anda?
Saya setuju dengan harapan tersebut. Ini adalah tonggak sejarah baru dalam kehidupan kita. Generasi unggul baru akan kita dapatkan dalam 20 tahun mendatang. Semoga sumber daya manusia unggul yang dihasilkan dapat berkompetisi di tingkat global.
Saya mendapat keluhan bahwa ada sekolah yang sudah mendapatkan program ini, tetapi ada yang belum. Bagaimana penjelasannya?
Memang ada sekolah yang sudah mendapatkannya sekarang, sementara sekolah lain akan mendapat giliran pada bulan berikutnya. Program ini dilakukan secara bertahap dan merata bagi setiap sekolah yang telah terdaftar. Ini semacam stimulan, dan semoga perusahaan serta masyarakat yang mampu tergerak untuk mendirikan dapur umum atau menyumbang untuk MBG.
Agar program ini tidak bocor, apa yang bisa dilakukan untuk mengawasinya?
Harus dilakukan sosialisasi secara masif bahwa program MBG adalah hak anak-anak dan harus diberikan dengan benar. Penting juga untuk menyosialisasikan kepada semua pihak yang terlibat agar tidak mengurangi kuantitas maupun kualitas makanan demi mendapatkan keuntungan lebih besar. Apalagi jika ada yang bekerja secara tidak serius dalam melaksanakan program ini. Mereka yang melakukan kecurangan harus dihukum. Jangan sampai tindakan mereka menjadi contoh buruk bagi orang lain. Dengan hukuman yang tegas, diharapkan ada efek jera.
Jadi, MBG ini sejatinya bukan ladang bisnis, melainkan bentuk amal?
Ya, seperti itulah seharusnya. Pahalanya sangat besar karena memberikan makanan bagi anak-anak yang sedang menuntut ilmu. Mestinya malu jika ada orang yang mencari keuntungan dari program MBG ini, apalagi sampai melakukan kecurangan atau korupsi dana MBG. Kita harus mengawasi bersama agar program ini berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
Eddy Soeparno Amalkan Sunnah Nabi dalam Urusan Makan

Dalam urusan makan dan minum Eddy Soeparno mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. (Foto: Bambang Eros, DI: Raga Granada – VOI)
Tips hidup sehat setiap orang berbeda-beda. Wakil Ketua MPR RI Dr. Eddy Soeparno, SH, MH, juga memiliki cara tersendiri untuk menjaga kesehatannya. Ia menerapkan pola makan sehat, tidak berlebihan, dan rutin berolahraga. Khusus dalam urusan makan, ia mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal makanan, Eddy sangat disiplin. "Saya juga makan yang bergizi seperti anak-anak yang ikut program MBG, tapi bedanya saya tidak gratis, hehehe," katanya dengan tawa khasnya.
Di usianya saat ini, Eddy sudah mengurangi porsi nasi dan menambah konsumsi sayuran. "Makanan yang digoreng juga saya kurangi," ujar Eddy yang memilih buah-buahan sebagai menu sarapan paginya.
Meski membatasi porsi, Eddy tidak membatasi jenis makanan. "Intinya, semua makanan bisa saya makan. Masakan Padang, makanan berlemak tetap saya nikmati, hanya porsinya sedikit," ungkap ayah dari Sasongko Soeparno dan Safiyya Azzahra ini.
Eddy menerapkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam pola makannya. "Nabi mengajarkan kita untuk membagi perut menjadi tiga bagian: sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, dan sepertiga dibiarkan kosong. Yang paling penting, berhenti makan sebelum kenyang," jelasnya.
Namun, kadang-kadang teori ini dilanggarnya ketika istrinya yang memasak. "Masakan istri saya enak sekali, beda dengan masakan ART. Dulu, sebelum ada ART, istri saya yang masak. Seiring berjalannya waktu, tugas memasak didelegasikan ke ART. Makanya, kalau istri yang jadi koki, porsi makan saya sedikit lebih banyak. Anak-anak juga lebih semangat makan kalau ibunya yang memasak," aku suami dari Sawitri Hardjoprakoso ini.
Tak heran, masakan istrinya terasa lebih nikmat karena sang istri memang alumni sekolah memasak. "Spesialisasinya sebenarnya di pastry, tapi masakan lain, termasuk masakan kekinian, juga jago," ungkap pria bernama lengkap Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno ini.
Kalau Diam Saja di Rumah, Keluarga Malah Bingung

Kebiasaan makan tertib Eddy Soeparno kadang dilanggar ketika istrinya yang langsung memasak makanan. (Foto: Bambang Eros, DI: Raga Granada – VOI)
Sebelum aktif di dunia politik, hampir tiga dekade Eddy Soeparno berkarier di sektor keuangan. "Saat menjadi bankir, kantor saya di Singapura. Tapi saya juga pernah bertugas di Hong Kong dan negara-negara Asia Tenggara. Jadi, keluarga sudah terbiasa dengan kesibukan saya," kata pria kelahiran Jakarta, 6 Mei 1965 ini.
Saat beralih ke dunia politik, kesibukannya tetap sama, meski bidangnya berbeda. "Transisinya tidak terlalu kontras dari sektor keuangan ke politik," ujar mantan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Karena itu, anak-anak dan istri sudah maklum dengan kesibukannya. "Justru kalau saya diam saja di rumah, mereka yang bingung, kok Bapak di rumah terus?" katanya sambil tertawa. Namun, ia tetap mendedikasikan akhir pekan untuk keluarga jika tidak ada kegiatan partai atau parlemen.
Larang Anak Terjun ke Parpol Sebelum Mapan

Eddy Soeparno melarang anaknya berkiprah di kancah politik sebelum ekonominya mapan. (Foto: Bambang Eros, DI: Raga Granada – VOI)
Eddy dan Sawitri Hardjoprakoso memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka untuk berkarya dan berkarier di bidang apa saja. "Cuma untuk politik, saya memang sementara melarang. Saya bilang kepada anak-anak, jangan terjun ke politik sebelum mapan secara ekonomi," ungkapnya. Anak sulungnya saat ini bekerja di sebuah perusahaan.
Ia ingin menanamkan nilai yang diwariskan ayahnya, M. Soeparno (alm.), yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia (1988–1992). "Ayah saya mengawali karier sebagai tukang angkat koper, lalu menjadi kepala bagian, kemudian kepala kantor Garuda di Jakarta, hingga akhirnya menjadi Dirut Garuda Indonesia. Saya ingin anak saya paham bahwa meskipun sulit, kakeknya bisa mencapai posisi tertinggi di perusahaan. Apalagi dia yang serba berkecukupan, seharusnya bisa lebih baik lagi," ujar Eddy, yang sejak muda rutin bermain tenis dan kini beralih ke bersepeda.
Larangan Eddy Soeparno bagi anaknya untuk terjun ke dunia politik bisa dicabut jika anaknya sudah sukses dalam kariernya. "Saya sangat setuju dengan prinsip bahwa sebelum menjadi politisi, seseorang harus mandiri dan mapan secara ekonomi. Sebagai politisi, kita tidak boleh menggadaikan idealisme dan harus tetap memiliki pendirian, tanpa ketergantungan kepada pihak tertentu. Saya sendiri mempraktikkan hal itu. Jadi, jangan menjadikan politik sebagai tempat mencari pekerjaan," tegasnya.
"Setiap daerah punya kearifan lokal masing-masing, juga memiliki pangan lokal yang berbeda. Ada baiknya program MBG juga menggunakan bahan seperti jagung, sorgum, ubi, dan lainnya. Yang penting aspek nutrisinya terpenuhi, dan pelaksana MBG bisa berkreasi dengan bahan yang ada di sekitar,"