Berkat Kristen Gray Kita Tahu Lemahnya Penerapan Kebijakan Larangan Masuk WNA
Ramainya 'bule' di terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Selasa 29 Desember 2020 (Foto: Twitter @arisrmd)

Bagikan:

JAKARTA - Turis Amerika Serikat (AS) Kristen Gray jadi bahan hujatan. Musababnya, ia melanggar ketentuan overstay dan malah mungundang warga asing bertandang ke Bali. Ditambah lagi di tengah pemberlakuan aturan pelarangan masuk warga negara asing (WNA), Gray juga mengiklankan bisa 'mengakali' larangan masuk. Dalam konteks regulasi, respons Gray sejatinya cuma pucuk gunung es.

Pengamat menyebut pengalaman yang dibagikan Gray bisa terjadi karena ada celah yang menganga pada aturan yang dibuat pemerintah. Gray, wanita keturunan Afrika-AS mengaku sudah tinggal di Bali sejak 2020.

Lewat akun Twitternya, ia mengisahkan indahnya tinggal di Pulau Dewata. Banyak hal, mulai dari biaya sewa tempat tinggal yang jauh lebih murah dibanding tempat asalnya di Los Angeles sampai gambaran nyamannya hidup di daerah yang mayoritas beragama Hindu. 

"Bali adalah tempat di mana saya seharusnya tinggal selama ini. Ada energi di Amerika Serikat yang ingin saya tinggalkan sejenak. Bali adalah obat yang sempurna," kata Gray lewat tweetnya yang kini sudah dihapus. Sampai situ, baik-baik saja.

Yang memantik amarah publik Tanah Air adalah tatkala ia membeberkan tip bagaimana 'mengakali' aturan imigrasi Indonesia di tengah pembatasan wilayah akibat pandemi COVID-19. Selain itu ia yang hidup bersama kekasihnya mengatakan tak perlu bayar pajak karena penghasilannya dibayarkan dalam mata uang dolar AS.

Otoritas Bali menghukum WNA langgar protokol kesehatan (Sumber: Antara)

Peraturan longgar

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan apa yang dilakukan Gray sejatinya hanya sebagian kecil dari permasalahan yang ada. Gray, kata Trubus  hanyalah seorang "penunggang bebas" yang mengambil keuntungan di tengah sengkarut penerapan kebijakan larangan masuk WNA.

Apa yang dilakukan Gray bisa dibilang karena adanya celah yang menganga pada penerapan aturan yang ditetapkan pemerintah. "Kebijakan kurang tertata, sehingga banyak WNA yang masuk Indonesia," kata Trubus kepada VOI, Senin, 18 Januari.

Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Dalam Masa Pandemi COVID-19 melarang WNA masuk ke Indonesia. Namun ada beberapa pengecualian. WNA yang memegang visa diplomatik, visa dinas, pemilik Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) tetap diperkenankan masuk.

Sejak hari pertama pemberlakuan peraturan tersebut, ada 1.771 penumpang rute internasional yang terdiri dari WNA dan WNI di Bandara Soekarno-Hatta. Bagi WNA yang mungkin belum mengetahui kebijakan tersebut, otoritas masih memberi toleransi, memperbolehkan mereka memasuki Indonesia dengan syarat karantina lima hari.

Ilustrasi foto antrean penumpang di Bandara Soetta (Ifik Ismoedjati/Unsplash)

Tapi, itu hanya berlaku bagi WNA yang sampai pukul 6 pagi saja. Siang hari di tanggal yang sama, tercatat ada 13 WNA yang bisa masuk dengan pengecualian karena memiliki KITAS. "WNA bisa masuk ke Indonesia jika memenuhi kriteria pengecualian. Jika tidak, maka tidak diperbolehkan masuk," ujar Romi Yudianto dalam keterangan resmi PT Angkasa Pura II (Persero) yang dikutip Detik.

Trubus mencurigai KITAS jadi celah yang bisa diakali agar WNA bisa tetap masuk Indonesia. Ia menyebut contoh kasus tenaga kerja yang masuk ke wilayah-wilayah industri yang melibatkan investor asing dengan menggunakan KITAS. 

"Cara ngakalinnya pakai KITAS. Jadi pura-pura tidak boleh, dilarang, terus dianya punya KITAS. Ini berarti ada yang memperdagangkan KITAS dong?" Trubus mempertanyakan.

Dalam penerapan aturan pelarangan WNA masuk Indonesia, Trubus bilang langkah antisipasinya masih lemah. "Jangankan KITAS, KTP saja lemah kok. Kalau menyangkut hal seperti itu (prosedur perizinan) aparat birokrasi kita mudah sekali," katanya.

Penunggang bebas

Situasi Bandara Ngurah Rai (Sumber: Antara)

Dalam konteks kasus Gray, Trubus menyebutnya sebagai free rider atau penunggang bebas. "Orang-orang yang bermain untuk mengambil keuntungan di tengah situasi kebijakan pengetatan ini," ujarnya.

Trubus menduga, dalam 'permainan' ini ada persekongkolan yang melibatkan oknum birokrasi di Indonesia. "Enggak sendirian dia. Mesti ada orang Indonesia juga. Kalau enggak, tidak mungkin. Nanti mereka masuk birokrasinya bagaimana?" kata Trubus.

Meski begitu, Trubus mengatakan upaya pemerintah melarang WNA masuk di tengah pandemi ini sudah maksimal. Hanya saja, kebijakan ini memang sulit diterapkan. 

Terlalu banyak pintu-pintu masuk WNA ke Indonesia. WNA tak hanya bisa masuk lewat jalan udara, tapi juga menggunakan jalur darat dan laut. 

"Koordinasinya bagaimana. Itu yang jadi masalah. Masalahnya kalau Bandara Soekarno Hatta itu biasanya ketat. Tapi bandara lain bisa jadi kurang ketat," Trubus.

Trubus mencontohkan pintu-pintu masuk lain, seperti Entikong, Natuna, termasuk juga di Medan. "Kalau ketat, kan enggak mungkin para penyelundup narkoba bisa masuk," katanya.

"Jadi kita hanya di atas kertas mengatakan sudah ditutup. Tapi kenyataannya para penyelundup ini memang pintar juga. Upaya yang dilakukan pemerintah juga sebenarnya sudah bagus, ya. Cuma karena keadaan juga sehingga penerapannya agak sulit dan menyebabkan kurang optimal," ujar Trubus.