Tahun 2021 Bisa Jadi Titik Balik Perlawanan Perubahan Iklim
Ilustrasi foto (Patrick Perkins/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Narasi perubahan iklim memperparah bencana alam di belahan dunia semakin menguat pada pertengahan tahun lalu. Namun bukan berarti efek buruk dari perubahan iklim tak dapat dicegah. Ada banyak alasan mengapa tahun 2021 dapat menjadi tahun terpenting melawan perubahan iklim.

Dari pengaruh pandemi COVID-19 hingga banyaknya perusahaan di dunia yang beralih ke bisnis lebih bertanggung jawab pada lingkungan dapat menjadi solusi. Boleh jadi tahun 2020 menjadi tahun terberat.

Utamanya dari dampak perubahan iklim dan pandemi COVID-19. Seiring hadirnya agenda vaksinasi di negara-negara di dunia, perihal COVID-19 akan dapat segera dilewati. Begitu pula dengan masalah perubahan iklim, yang mana di tahun 2021 jadi momentum optimis untuk melawan perubahan iklim.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Gutteres bahkan sampai bicara bahwa tahun 2021 jadi momentum berhasil atau gagalnya upaya melawan perubahan Iklim. Optimisme perubahan iklim, kata Guterres dapat berlangsung dengan banyak cara. Beberapa di antaranya telah dirangkum oleh BBC.

Konferensi iklim dunia 2021

Tercatat, para pemimpin dunia akan berkumpul dalam agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia pada November 2021. Pertemuan itu akan meneruskan agenda pertemuan penting sebelumnya yang dihelat di Paris, Prancis tahun 2015.

Sebab, pada saat pertemuan Paris, hampir seluruh negara yang hadir bersatu untuk bersinergi melawan perubahan iklim. Akan tetapi, komitmen yang dibuat untuk mengurangi emisi karbon masih jauh dari target.

Alhasil, pada pertemuan di Glasgow jadi secerah harapan. Dalam forum besar tersebut, pemimpin negara di dunia kembali duduk bersama. Mereka akan membahas ramuan yang tepat untuk melawan perubahan iklim.

Komitmen pengurangan emisi karbon

Perihal komitmen pengurangan emisi karbon telah banyak dilakukan negara-negara di dunia. Teranyar, upaya pengurangan karbon muncul dari Presiden China, Xi Jinping.

Pada Sidang Umum PBB September tahun lalu, Xi Jinping mengumumkan bahwa China berkomitmen nol karbon pada tahun 2060. Upaya itu yang keluar dari negara paling berpolusi di dunia patut diapresiasi.

Hal itu karena China bertanggung jawab atas 28 persen emisi dunia. Mengikuti China, ada nama Inggris yang membuat komitmen nol persen emisi, diikuti oleh Uni Eropa yang menggelora komitmen yang sama.

Jika langkah China, Inggris, dan Uni Eropa mulai diikuti oleh negara lain, maka perlawanan terhadap perubahan iklim akan semakin mantap.

Munculnya energi terbarukan

Alasan yang paling memungkinkan dari hadirnya energi terbarukan adalah banyak negera di dunia yang mulai berencana mencapai komitmen nol persen emisi karbon. Keinginan itu didukung pula oleh Badan Energi Internasional yang menyebutkan bahwa skema tenaga surya mampu menawarkan sumber listrik termurah dalam sejarah. 

Itu baru dari tenaga surya. Ketika negara lain mulai melirik dan berinvestasi kepada energi lainnya seperti tenaga angin, niscaya tahun-tahun mendatang energi terbarukan akan relatif murah.

Disamping itu, investasi dalam bidang energi terbarukan diramalkan mengganti banyak pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas.

COVID-19 mengubah segalanya

Pandemi COVID-19 menjadi cobaan dunia sedari tahun lalu. Dampak buruk dari pandemi pun datang silih berganti.

Kematian tiap hari, jutaan orang kehilangan pekerjaan, dan negara-negara mulai terjebak jurang resesi. Kendati begitu, ada kebaikkan dari pandemi.

Kebaikan itu berupa peluang untuk membangun kembali negara dengan lebih baik. Sebagai bukti, Uni Eropa dan pemerintah baru Joe Biden yang dikenal lebih peka terhadap pandemi, telah menjanjikan triliunan dolar untuk investasi hijau.

Investasi itulah yang nantinya akan menggerakkan ekonomi dan memberlakukan lingkungan hidup secara bertanggung jawab.

Bisnis “hijau”

Berkat kehadiran energi terbarukan, banyak pebisnis yang mulai mengubah sikapnya dalam berbisnis dengan lebih peduli terhadap lingkungan. Dibanding dengan mereka menginvestasikan uangnya untuk membangun pembangkit listrik tenaga batu bara yang sudah usang.

Mereka kemudian mencoba ke bisnis baru seperti berinvestasi dalam energi terbarukan. Tujuannya adalah untuk menjaga bisnis dan investor lebih peduli dengan lingkungan.

Bahkan, kini 70 bank sentral dunia telah bekerja sama untuk mewujudkannya. Mereka kemudian mencoba membangun persyaratan ini ke dalam arsitektur keuangan dunia. Saking pentingnya, agenda ini akan menjadi fokus utama konferensi Glasgow 2021.