JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta kerap dipusingkan dalam menghadirkan transportasi umum yang nyaman. Sutiyoso, misalnya. Ia memanfaatkan benar hasil studi ke luar negeri anggota DPRD DKI Jakarta ke Bogota, Kolombia.
Sutiyoso lalu kepincut dengan sistem transportasi umum, busway di Bogota, Kolombia. Sutiyoso tertarik mengadopsinya. Ia kemudian merencana hadirnya bus TransJakarta dan jalur busway. Koridor pertama yang diresmikannya adalah Blok M- Kota.
Tidak mudah mengubah kebiasaan orang dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Pikiran itu juga hadir dalam setiap benak pemimpin Jakarta. Mereka pada dasarnya ingin menyediakan transportasi umum terbaik.
Nyatanya eksekusinya tak mudah. Keinginan itu cuma berada dalam tataran pikiran saja. Sebab, tiada yang benar-benar dapat menghadirkan transportasi massal terbaik. Ada pun KRL ekonomi butut dan metromini tak cukup membuat warga Jakarta era 2000-an pindah kebiasaan.
Kondisi itu karena transportasi publik era itu amburadul. Metromini tak memadai. Busnya bobrok. Supirnya ugal-ugalan. Kondisi itu diperparah dengan kebiasaan naik turunkan penumpang sembarangan. Sesuatu yang membahayakan pengendara lainnya.
KRL ekonomi tak kalah bobrok. Gerbong-gerbong KRL tak nyaman. Kotor pula. Rawan pelecehan seksual. Belum lagi banyak orang yang naik tanpa membayar karcis. Kondisi itu membawa ketidakadilan bagi mereka yang membayar.
Alhasil, kala mereka punya kendaraan pribadi opsi transportasi publik jadi dilupakan. Semua berubah kala Sutiyoso naik sebagai Gubernur DKI Jakarta era 1997-2007. Sutiyoso punya keinginan besar membuat transportasi massal yang baru.
Ia coba putar otak. Namun, ide didapat kala anggota DPRD DKI Jakarta melakukan kunjungan ke Bogota. Kunjungan itu membawa cerita terkait busway. Kala itu Bus Rapid Transit (BRT), TransMilenio membuat Sutiyoso kepincut. Sekalipun walikota Bogota sempat ingin dilengserkan pada awal TransMilenio beroperasi.
“Saya mau dilengserkan gara-gara busway ini, tetapi setelah masyarakat tahu kegunaannya, sekarang saya didemo setiap hari karena mereka minta untuk ditambah koridornya sesegera mungkin,” ucap Wali Kota Bogota pencetus busway, Luis Eduardo Garzón sebagaimana dikutip Sutiyoso dalam buku Megapolitan (2007).
Bangun TransJakarta
Sutiyoso yang sudah kepincut dengan transportasi massal sistem BRT ingin tancap gas. Ia segera memahami ide pembangunan bus TransJakarta dan jalur busway akan mendapatkan penolakan dari sana-sini. Namun, untuk sebuah perubahan perubahan Sutiyoso tak peduli.
Ia berpegang bahwa pengoperasian bus TransJakarta mencapai 10 kali lebih murah dibanding menggarap subway. Sutiyoso tak ingin asal. Konsultannya langsung didatangkan dari Kolombia untuk hadirkan transportasi yang nyaman dan aman.
Alhasil, pemerintah DKI Jakarta menyiapkan dana sebanyak Rp132 miliar pada 2003. Segala macam fasilitas busway mulai dibangun. Proyek pengadaan bus TransJakarta tahap awal yang mencapai 50-an lebih dilakukan.
Sutiyoso berencana membangun banyak koridor busway dengan halte-halte penunjangnya secara bertahap. Namun, Koridor satu Blok M-Kota jadi jalur busway paling utama. Narasi itu karena koridor Blok M - Kota paling banyak melalui kawasan-kawasan strategis.
Puncaknya, koridor pertama busway Blok M – Kota sepanjang 12,9 km diresmikan pada 15 Januari 2004. Peresmian itu membuat warga Jakarta yang penasaran ikut penasaran merasakan sensasi naik bus TransJakarta bebas hambatan. Punya jalur sendiri pula.
VOIR éGALEMENT:
Kehadiran busway menggeser minat warga Jakarta yang tadinya menggunakan metromini ke TransJakarta. Namun, bukan berarti kehadiran busway tak kena kritik. Kritik terus berdatangan ke Sutiyoso. Untungnya Sutiyoso telah paham yang pernah dirasakan Walikota Bogota terdahulu.
Walikota pencetus busway dulunya kenyang kena caci maki. Sutiyoso pun begitu. Namun, pada akhirnya warga Jakarta ramai-ramai meminta penambahan armada hingga koridor baru. Suatu hal yang kemudian membuat busway jadi transportasi massal favorit warga Jakarta. Bahkan, hingga hari ini.
“Dalam soal Pola Transportasi Makro (PTM), misalnya, saya yakin yang membuat konsep adalah pakar dan profesor yang mengetahui masalah transportasi. Tidak hanya itu, saya datangkan juga konsultan dari Bogota, kota yang pertama kali berhasil menerapkan busway di dunia.”
“Akhirnya saya meyakini PTM mampu menyelesaikan masalah. Saya sebagai pemimpin harus berani memulainya, walaupun banyak caci-maki dan kecaman,” ujar Sutiyoso dalam wawancaranya bersama majalah Tempo berjudul Sutiyoso: Pemimpin Harus Rada gendeng (2006).
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)