Partager:

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan terdapat perubahan dalam aliran modal global yang awalnya tertuju ke pasar keuangan Amerika Serikat (AS), namun sekarang bergeser ke komoditas emas dan obligasi di negara maju dan negara berkembang (emerging market).

Menurut Perry, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dan terdapat pergeseran yang signifikan dalam portofolio investasi global.

Sebelumnya, kata dia, hampir semua investasi baik itu saham, obligasi, maupun sekuritas lainnya, mengalir ke Amerika Serikat, namun, saat ini terdapat pergeseran.

"Terjadi pergeseran investasi portofolio global yang semuanya sebelumnya itu berbondong-bondong semuanya ke Amerika. Sekarang mulai juga ada pergeseran untuk obligasi ya, fixed income securities. Mulai ada pergeseran ke emerging market sebagian sudah dan juga ke emas," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu, 19 Maret,

Sementara itu, Perry menyampaikan harga saham di Amerika Serikat dan kawasan Asia juga mengalami penurunan, yang menyebabkan aliran investasi lebih banyak mengarah ke negara maju selain Amerika Serikat.

"Untuk saham itu memang di Amerika juga terjadi penurunan harga saham dan di regional juga ada penurunan harga saham. Jadi memang harga saham itu terjadi di Amerika dan di regional Asia. Sehingga investasi portofolio ini lebih banyak mengalih ke negara maju selain Amerika," jelasnya.

Perry menjelaskan, ketidakpastian global tetap tinggi, terutama karena kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat, yang berdampak signifikan terhadap banyak negara.

Menurutnya dampak utama dari kebijakan ini adalah pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan hanya mencapai 3,2 persen, dengan dampak yang cukup besar terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di Amerika Serikat.

"Kelihatan sekali bahwa di Amerika sendiri juga ini daya dukung dari kebijakan tarif import itu dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Amerika lebih gede daripada kebijakan Amerika untuk stimulus fiskal domestik," tuturnya.

Perry menyebutkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, Presiden AS Donald Trump menerapkan pemotongan pajak dan kebijakan tarif impor.

"Kan Amerika ini Presiden Trump untuk perdagangan luar negeri mengenakan tarif import sehingga itu untuk membatasi import ke sana harapannya pertumbuhan ekonomi naik. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, Amerika juga menerapkan tax cut di dalam negeri," ucapnya.

"Kami lihat dampak keduanya terhadap pertumbuhan ekonomi itu berdampak pada perlambatan laju pertumbuhannya di Amerika, sehingga muncul sekarang ada diskusi pandangan pasar kemungkinan kemungkinan risiko resesi di Amerika Serikat." tambahnya.

Selain itu, Perry juga menyoroti inflasi di Amerika yang sebelumnya menurun dengan cepat, namun kini laju penurunan tersebut terhambat.

Dia memprediksi, Federal Reserve (Fed) kemungkinan hanya akan menurunkan suku bunga satu kali pada tahun ini, dan tidak akan terburu-buru dalam menurunkan suku bunga lebih lanjut.

"Ketiga yang harus kita cermati di Amerika adalah defisit fiskal yang semula diperkirakan 7,7 persen. Padahal tahun ini kemungkinan hanya 6,4 persen, sehingga kebutuhan menerbitkan obligasinya oleh Amerika tidak setinggi dulu. Itu tadi dari saya katakan bahwa pasar keuangan global ketidakpastian itu tetap tinggi." jelasnya.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)