JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) akan dimulai pada awal masa sidang mendatang.
Habiburokhman mengatakan, Komisi III DPR sudah resmi ditetapkan sebagai komisi yang membahas revisi KUHAP setelah pimpinan DPR menerima Surpres penunjukan wakil pemerintah beberapa waktu lalu.
"Iya sudah (fix komisi III, red), kan Mbak Puan bilang kan, karena memang kan secara prosedural akan diselesaikan kick off-nya itu di awal masa sidang yang akan datang besok. Jadi udah fix," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 27 Maret.
"Saya juga tadi koordinasi dengan Pak Dasco (Wakil Ketua DPR RI), memang sudah fix di Komisi III Jadi kita akan terus sampai ke sana, menyerap aspirasi masyarakat," sambungnya.
Menurut Habiburokhman, RKUHAP menjadi UU yang paling "aneh" lantaran penyerapan aspirasi masyarakat dilakukan jauh sebelum rapat pembahasan yang baru akan dimulai usai masa reses DPR.
"Ini kayaknya undang-undang yang paling aneh, dalam tanda kutip. Kenapa? Karena penyerapan aspirasi masyarakatnya jauh sebelum kick off raker pembahasan. Supaya lebih maksimal aja, anehnya dalam konteks positif ya," ucapnya.
Dalam pembahasan RKUHAP nanti, Habiburokhman mengatakan pihaknya akan mengundang Dewan Pers, PWI, AJI, dan Forum Pemred pada 8 April mendatang. Undangan itu dalam rangka membahas soal peliputan persidangan.
Di mana sebelumnya, sempat diusulkan tidak adanya peliputan langsung saat persidangan agar tidak mempengaruhi saksi.
"Setelah lebaran. Khusus membahas hal itu (peliputan persidangan), bagaimana pengaturan yang paling baik. Kami paham teman-teman menjalankan tugas untuk memberitahukan kepada masyarakat. Tapi ada beberapa acara di pengadilan, dalam persidangan pidana, yang memang nggak bisa disiarkan," jelasnya.
"Yang paling penting adalah pemeriksaan saksi. Karena saksi itu kan keterkaitan ya, nggak boleh saling mendengar. Itu yang memang perlu disiasati. Apakah yang nggak bisa disiarkan secara live, itu hanya terkait pemeriksaan saksi. Jadi spesifik, bukan kalau umum," sambung Legislator Gerindra dapil Jakarta itu.
"Ini kan, kayaknya teman-teman dipersulit untuk meliput jadinya. Kalau meliput harus izin, apa namanya, izin ketua pengadilan. Padahal kita menganut prinsip sidang terbuka untuk umum. Kecuali yang terkait susila, gitu lho. Yang terkait susila oke lah. Tapi kalau perkara biasa memang seharusnya terbuka," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan Pimpinan DPR RI telah menerima surat presiden (Surpres) terkait penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal itu disampaikan Puan dalam rapat sidang paripurna ke-16 penutupan masa sidang II tahun 2024-2025 di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Maret.
"Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan dewan telah menerima surat dari Presiden RI yaitu nomor R19/Pres/03/2025 hal penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas rancangan UU tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana," ujar Puan di ruang rapat.
VOIR éGALEMENT:
Puan menyebut, Surpres mengenai RUU KUHAP tersebut akan ditindaklanjuti oleh Komisi III DPR. "Surat tersebut akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tentang tata tertib dan mekanisme yang berlaku," kata Puan.
"Ini merupakan domain atau tupoksi Komisi III," imbuhnya.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)