JAKARTA – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai lemahnya pengawasan dan kontrol menjadi salah satu faktor penyebab terus berulangnya penyalahgunaan senjata oleh oknum anggota TNI.
Menurutnya, prajurit TNI sangat mudah keluar dari barak untuk keperluan di luar tugas kedinasan. Bahkan, mereka sengaja membawa senjata saat berada di luar barak. Selain itu, terbangun kultur saling melindungi saat salah satu personel kedapatan melakukan pelanggaran.
“Meskipun ada sistem disiplin dan aturan ketat di lingkungan militer, pengawasan terhadap kehidupan pribadi dan aktivitas ekonomi prajurit di luar dinas sering kali kurang optimal. Celah ini memungkinkan oknum prajurit terlibat dalam kegiatan ilegal seperti judi, bisnis ilegal, atau bahkan kejahatan dan kekerasan,” ujar Fahmi, Minggu 23 Maret 2025.
VOIR éGALEMENT:
Seperti diketahui, kasus oknum prajurit TNI menyalahgunakan senjata untuk tindakan kriminal atau perbuatan melanggar hukum lainnya terus berulang. Terbaru, seorang oknum personel TNI diduga menembak mati tiga anggota Polres Polres Way Kanan saat menggerebek lokasi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung.
Sebelumnya, kasus oknum anggota TNI menggunakan senjata untuk kejahatan juga terjadi dalam kasus penembakan bos rental CV Makmur Raya, Ilyas Abdurrahman. Salah satu oknum anggota TNI AL menembak Ilyas hingga tewas di rest area Tol Tangerang-Merak setelah terjadi cek-cok atas dugaan penggelapan mobil.
Fahmi menyatakankan, lemahnya pengawasan dan kontrol senjata membuat terbukanya celah penyalahgunaan senjata oleh prajurit TNI aktif yang di luar kedinasan. Padahal seharusnya, penggunaan senjata harus melalui prosedur ketat, seperti pencatatan, perizinan dari atasan, serta pengecekan kembali setelah dikembalikan. “Selain itu, faktor psikologis juga berperan besar. Dalam studi psikologi kriminal, ada konsep yang disebut weapon effect, yaitu kecenderungan seseorang untuk lebih mudah menggunakan kekerasan jika memiliki akses terhadap senjata,” terangnya.
Selain itu, terdapat banyak kasus senjata tidak dikembalikan setelah tugas selesai karena kelalaian dalam sistem administrasi. Dia mengungkapkan, celah lain yang sering terjadi adalah penggunaan senjata pribadi yang tidak terdaftar secara resmi. Beberapa prajurit memiliki senjata ilegal yang diperoleh dari sumber luar yang kemudian digunakan di luar tugas kedinasan. Hal ini tentu saja lebih sulit untuk dikontrol karena senjata tersebut tidak masuk dalam sistem logistik resmi TNI.
Selain lemahnya pengawasan dan kontrol, sistem peradilan militer yang masih tertutup disebut juga minim memberikan efek jera. Pengadilan militer, kata Fahmi, kerap mengeluarkan vonis hukuman yang jauh lebih ringan kepada oknum personel TNI yang terlibat kasus pidana jika dibandingkan peradilan umum.
Dia menegaskan, untuk menanggulangi penyalahgunaan senjata oleh prajurit, TNI perlu berbenah. Salah satu langkah utama adalah memperketat pengawasan dan pencatatan penggunaan senjata di setiap satuan. Selain itu, perlu ada audit berkala untuk memastikan tidak ada senjata yang digunakan di luar kepentingan dinas.
“Sistem ini harus diawasi oleh komandan satuan serta polisi militer agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam distribusi senjata. Perubahan budaya organisasi harus dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai disiplin dan integritas yang lebih kuat. Tidak boleh ada toleransi terhadap penyalahgunaan wewenang di semua tingkatan, termasuk dalam hal penggunaan senjata,” tutup Fahmi.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)