Partager:

KUPANG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengingatkan petani untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar lahan lama yang sudah kering.

“Sebagian besar adalah imbas dari sistem ladang berpindah dan tebas bakar yang seolah sudah jadi kebiasaan petani di pelosok,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Kupang, Smith Fanggi ketika dihubungi dari Kupang, Sabtu.

Ia menjelaskan pantauan satelit BMKG untuk kebakaran hutan di wilayah Kabupaten Kupang paling sering terjadi di Kecamatan Fatuleu Barat, Amfoang Barat Daya, Amabi Oefeto Timur, Amabi Oefeto, dan sebagian Kupang Timur.

Sebagian besar kejadian kebakaran disebabkan adanya aktivitas pembakaran ladang lama yang telah kering sebelum membuka lahan baru untuk mulai menanam.

Untuk itu ia menegaskan agar ada tanggung jawab dan pembinaan kelompok tani di kawasan hutan yang menjadi ranah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pembinaan yang rutin itu sangat penting agar petani memiliki kesadaran dan komitmen bersama sehingga tidak lagi melakukan pembakaran lahan untuk membuka ladang pertanian baru.

“Perlu sinergisitas antarsemua pemangku kepentingan dalam upaya pengurangan kasus kebakaran hutan dan lahan,” ucapnya.

Terkait kejadian kebakaran, pihak BPBD Kabupaten Kupang berupaya untuk melakukan pemadaman diantaranya di Kupang Timur, Fatuleu, Amabi Oefeto, dan kecamatan terdekat lainnya.

Untuk kecamatan yang jauh, kata Smith, belum bisa terlayani karena pihaknya kekurangan armada pemadam kebakaran.

“Hanya satu (armada) yang aktif, lalu akses menuju lokasi juga terbilang sulit karena infrastruktur jalan ke lokasi belum baik,” kata Smith menjelaskan.

Lebih lanjut ia menyampaikan koordinasi telah dilakukan melalui grup-grup daring.

Pihak BPBD Kabupaten Kupang aktif mengedukasi masyarakat dan meneruskan informasi kepada masyarakat tentang peringatan kewaspadaan kebakaran hutan dan lahan.

“Mohon masyarakat tidak membakar lahan kering atau sampah saat angin kencang,” kata Smith berpesan.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)