Komandan Militer Ukraina Klaim Miliki Laser yang Mampu Jatuhkan Pesawat dari Jarak Satu Mil
JAKARTA - Komandan pasukan nirawak Ukraina mengklaim negara itu telah mengembangkan senjata laser yang mampu menembak jatuh target dari jarak lebih dari satu mil.
Berbicara di sebuah pertemuan puncak pertahanan di Kyiv minggu ini, Komandan Angkatan Bersenjata Sistem Tak Berawak Ukraina Kolonel Vadym Sukharevskyi mengatakan, "Hari ini, kita sudah dapat menembak jatuh pesawat dengan laser ini pada ketinggian lebih dari 2 kilometer (1,2 mil)."
"Benar-benar berfungsi, benar-benar ada," katanya, seperti melansir CNN dari kantor berita Interfax-Ukraina 18 Desember, seraya menambahkan berbagai upaya sedang dilakukan untuk meningkatkan skala dan kemampuan senjata itu.
Laser itu diberi nama Tryzub, atau dalam bahasa Ukraina berarti "trisula," yang mengacu pada simbol nasional Ukraina yang melambangkan kemerdekaan, kekuatan dan persatuan.
Kolonel Sukharevskyi tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang laser Tryzub dan CNN tidak dapat memverifikasi klaimnya. Kendati demikian, para ahli mengatakan keberadaan Tryzub "mungkin saja."
Patrick Senft dari Armament Research Services, konsultan intelijen teknis yang mengkhususkan diri dalam penelitian senjata dan amunisi mengatakan, meskipun sedikit yang diketahui tentang sistem Tryzub, "sangat mungkin bagi Ukraina untuk mengembangkan senjata berenergi terarah (DEW) fungsional yang mampu menghancurkan beberapa target udara."
"Hal ini khususnya dapat dicapai dengan menggunakan laser las komersial yang tersedia di pasaran yang dikombinasikan dengan teknologi lain yang tersedia," kata Senft, sambil menunjuk pada Sistem Senjata Laser (LaWS) milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang telah beroperasi pada jarak yang sebanding sejak 2014.
Senft menjelaskan, senjata berenergi terarah (DEW) laser sangat efektif terhadap pesawat nirawak yang terbang rendah dan lambat yang digunakan oleh Rusia, karena pesawat nirawak tersebut terdiri dari komponen yang relatif rapuh dan rentan terhadap panas.
UAV yang terbang rendah, seperti drone serang satu arah Shahed-136/Geran-2 yang memiliki ketinggian rendah dan pola terbang yang stabil, "membuatnya sangat rentan terhadap paparan laser yang berkelanjutan," kata Senft, "karena senjata tersebut dapat memusatkan energi pada titik tertentu untuk menghancurkan komponen-komponen penting."
Senft menambahkan, senjata tersebut memiliki dua keterbatasan utama, terkait seberapa cepat targetnya bergerak dan bagaimana laser kehilangan energi semakin jauh jaraknya.
Sementara, target yang bergerak lebih cepat atau tahan panas (misalnya, peluru artileri, rudal balistik) jauh lebih sulit dinetralkan dan membutuhkan sistem yang lebih canggih, katanya.
Terpisah, Fabien Hoffmann dari Proyek Nuklir Oslo (ONP) mengatakan ada beberapa tantangan teknis dalam menyebarkan sistem laser yang efektif untuk melawan drone atau rudal.
"Tantangan-tantangan ini mencakup mengatasi masalah yang terkait dengan kekuatan sinar laser dan pendinginan sistem, penyerapan dan refleksi sinar laser oleh atmosfer (misalnya, karena awan atau hujan), dan fenomena yang dikenal sebagai ‘thermal blooming’. Thermal blooming terjadi ketika sinar laser memanaskan udara di sekitarnya, menyebabkannya menyebar, yang mengurangi kekuatan dan efektivitasnya dalam merusak target," katanya.
"Untuk menilai seberapa efektifnya dalam peran pertahanan rudal, kita perlu melihat bagaimana kinerjanya dalam praktik," imbuh Hoffmann.
Diketahui, hanya segelintir negara yang memiliki senjata laser, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok dan Israel.