Santri Ponpes Gontor Tewas Dianiaya: Sistem Pengawasan Pondok Pesantren Perlu Dievaluasi
Tim ahli forensik kepolsian melakukan autopsi jenazah santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur, di Tempat Pemakaman Umum Sei Selayur, Kalidoni, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (8/9/2022). (Antara/M Riezko Bima Elko P)

JAKARTA - Soimah terkejut ketika mendapat kabar duka dari Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur pada 22 Agustus 2022 bahwa putranya, Albar Mahdi atau AM (17) telah meninggal dunia. Hatinya bertanya-tanya apa yang terjadi dengan anaknya.

Keesokan harinya, jenazah Ahmad Mahdi tiba di Palembang, diantar oleh perwakilan dari pihak pesantren yang diketahui bernama Ustaz Agus. Kepada Soimah, Agus mengatakan Ahmad Mahdi meninggal akibat kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).

Agus juga menyerahkan surat keterangan kematian Ahmad Mahdi dari Rumah Sakit (RS) Yasfin Darusalam yang ditandatangani dokter bernama Mukhlas Hamidy.

Namun, tak lama kemudian, Soimah mendengar kabar kabar lain yang menyebut Ahmad Mahdi meninggal bukan karena kelelahan, melainkan karena kekerasan. Untuk memastikan, Soimah memberanikan diri melihat langsung jenazah. Peti dibuka, dia semakin histeris ketika melihat kafan yang membungkus jenazah Ahmad Mahdi penuh darah.

Soimah, ibu dari seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur, yang diduga menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia didampingi kuasa hukumnya Titis Rachmawati (tengah) memberikan keterangan pers di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (6/9/2022). (Antara/M Riezko Bima Elko P)

“Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian begitu juga dengan keluarga. Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima,” katanya.

Soimah sengaja menitipkan putranya ke Gontor untuk belajar, ternyata kembali hanya tinggal mayat akibat penganiayaan.

Namun, Soimah urung melaporkan kejadian tersebut ke polisi karena masalah biaya. Belum lagi, bila harus bolak-balik Palembang-Ponorogo.

Barulah ketika Hotman Paris membuka konsultasi hukum gratis di Palembang, Soimah mengungkapkan kegusaran hatinya.

Pengakuan Ponpes Gontor

Juru Bicara Ponpes Modern Gontor, Noor Syahid, dalam keterangan tertulisnya, tak memungkiri adanya dugaan tindakan penganiayaan terhadap Ahmad Mahdi hingga mengakibatkan kematian. Ponpes pun tak memiliki niat untuk menutup-nutupi kasus tersebut.

“Bersama dengan keluarga almarhum dan aparat kepolisian, kami berkomitmen kuat untuk menyelesaikan kasus ini sampai tuntas dengan mengikuti setiap proses hukum yang ada. Dan sebagai bentuk komitmen itu, alhamdulillah pada hari ini, Selasa, 6 September 2022 telah digelar olah TKP oleh pihak Kepolisian Resort Ponorogo, di lingkungan Pondok Modern Gontor,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Noor Syahid, Ponpes Modern Gontor juga telah mengeluarkan para santri yang diduga melakukan kekerasan sejak hari kematian Ahmad Mahdi.

“Nantinya, jika terkait hukum negara, tentunya kami serahkan kewenangannya kepada pihak kepolisian,” tambah Noor.

Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor 1 kampus 2, Ponorogo, Jawa Timur. (Antara/

Kuasa hukum pihak keluarga korban, Titis Rachmawati menyayangkan sikap awal pihak ponpes yang terkesan menutup-nutupi.

“Ketika awal, mereka bilang karena sakit. Tapi, setelah dibuka peti jenazahnya, ternyata dianiaya. Setelah didesak, pihak Gontor baru mengakui AM meninggal karena dianiaya, bukan karena sakit seperti yang tertulis dalam surat keterangan dokter,” kata Titis kepada awak media di Palembang pada 6 September 2022.

Berdasar keterangan polisi, selain Ahmad Mahdi ada dua santri lainnya yang mengalami penganiayaan dan kondisinya hingga Selasa (6/9) masih dalam perawatan. Pelakunya adalah rekan sesama santri.

“Saat ini kami masih dalami. Ada 9 saksi yang sudah diperiksa, kemungkinan bertambah. Motif sementara karena kesalahpahaman,” ucap Kapolres Ponorogo AKBP Catur Wahyu Wibowo.

Kronologi Versi KemenPPPA

Kronologi kejadian, menurut Nahar, deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), bermula dari kegiatan Perkaju pada 18-19 Agustus 2022. Usai kegiatan, ketiga korban yang merupakan panitia mengembalikan semua peralatan perkemahan kepada terlapor yang merupakan koordinator bagian perlengkapan. Namun, setelah diperiksa kembali oleh terlapor, terdapat pasak tenda yang hilang.

Korban diminta mencari, dan pasak yang hilang tersebut harus segera dikembalikan pada 22 Agustus 2022. Hingga batas waktu yang telah ditentukan, ternyata pasak tak juga ditemukan.

“Pukul 06.00 WIB di tanggal yang telah ditentukan, ketiga korban menghadap terlapor dan menyampaikan bahwa pasak yang hilang tak kunjung ditemukan. Salah satu terlapor memberi hukuman berupa pukulan di bagian paha menggunakan tongkat pramuka kepada dua korban. Kemudian, datang terlapor lainnya menendang dada korban AM hingga jatuh terjungkal kemudian kejang,” terang Nahar dalam keterangan tertulisnya pada 8 September 2022.

Pondok Pesantren Modern Gontor kampus 1, Ponorogo, Jawa Timur. (Gontornews)

Korban Ahmad Mahdi segera dilarikan ke Rumah Sakit Yasyfin Gontor dan dinyatakan sudah meninggal pada pukul 06.30 WIB. Pihak rumah sakit memberikan keterangan antara lain bahwa korban Ahmad Mahdi mengalami kelelahan usai kegiatan Perkaju.

“Dua korban lainnya saat ini telah mendapatkan perawatan secara fisik juga psikologisnya. Kami berharap, kasus ini terus diusut hingga menemukan titik terang dan para korban, terutama korban AM, mendapatkan hak dan keadilan,” ujar Nahar.

Komisioner KPAI Retno Listyarti pun meminta Kementerian Agama memastikan hak kedua korban tersebut untuk rehabilitasi medis dan psikis akibat kekerasan yang dialaminya.

Mengalami kekerasan dan melihat kawannya mendapatkan kekerasan hingga tewas, sangat mungkin keduanya berpotensi mengalami gangguan psikologis. Perlu ada asesmen psikologi segera oleh lembaga layanan di daerah.

Rekomendasi KPAI

KPAI sangat mendukung proses hukum yang sedang berlangsung dan mendorong penggunaan UU No. 11/2021 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Namun, karena kekerasan terjadi di lingkungan pendidikan dan melibatkan para peserta didik, maka seharusnya tidak semua ditimpakan kepada pelaku, pihak Ponpes harus ikut bertanggungjawab

“Sebab, tindakan kekerasan terjadi diduga kuat akibat lemahnya sistem pengawasan ponpes.  Kalau sistem pengawasannya bagus, tidak mungkin peristiwa seperti ini terjadi,” kata Retno melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, Sabtu (10/9).

Sistem pengawasan Ponpes perlu dievaluasi, karena manajemen ponpes umumnya memanfaatkan santri senior untuk melakukan pengawasan rutin, apalagi ketika jumlah santrinya sangat banyak. 

“Apakah selama ini ada teguran ketika para santri senior yang bertugas mengawasi santri junior melakukan kekerasan, misalnya kekerasan verbal atau kekerasan fisik. Apakah ada ketentuan di Ponpes bahwa tidak diperkenankan melakukan kekerasan dengan alasan apapapun, termasuk atas nama mendisiplinkan?” ujar Retno.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti memberikan rekomendas terkait kematian santri Ponpes Gontor. (Antara/HO-KPAI)

Atas dasar itulah KPAI kemudian memberikan rekomendasi:

  1. Mendorong Kementerian Agama RI untuk segera membuat regulasi selevel Peraturan Menteri Agama terkait pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan madrasah dan Ponpes.

    Perlindungan anak dimulai dengan membangun sistem pencegahan. Ponpes perlu dipaksa regulasi negara untuk membangun sistem pencegahan, sistem pengaduan dan sistem pengawasan yang benar dan tepat demi melindungi anak-anak selama berada di lingkungan satuan pendidikan tersebut.

  2. Mendorong Kementerian Agama memastikan bahwa regulasi pencegahan dan penangulangan tindakan kekerasan tersebut harus diimplementasikan oleh madrasah dan Ponpes. Sehingga perlu ada monitoring dan evaluasi secara berkala dari kantor Kementerian Agama di tingkat kota/kabupaten.

    Apalagi untuk ponpes yang menerima bantuan dana pendidikan dari APBN. Kementerian Agama jangan hanya memberi izin, tetapi tidak melakukan pengawasan secara berkala.

  3. Mendorong regulasi pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan harus memuat juga sanksi apa saja yang dapat dijatuhkan. Khususnya kepada peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan manajemen jika membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, dan ikut serta melakukan kekerasan di satuan pendidikan.

  4. Mendesak Kementerian Agama untuk memastikan penerapan pengasuhan anternatif yang layak dan ramah anak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak. Negara harus memastikan bahwa peraturan-peraturan tersebut diterapkan di pondok-pondok pesantren.

    Harus ada kelayakan pengasuhan di lingkungan Ponpes dalam akreditasi Ponpes. Meski independen, bukan berarti negara tidak bisa memiliki regulasi untuk mengatur Ponpes melindungi anak-anak, memenuhi hak-hak anak dan memiliki pengasuhan yang laik dan ramah anak.

  5. Kementerian Agama RI wajib memastikan Ponpes yang mereka beri izin operasional dan mendapatkan bantuan negara wajib memenuhi segala ketentuan yang diatur oleh Kementerian Agama (bisa setingkat Permenag). Juga, peraturan perundangan lain terkait Pendidikan dan anak, termasuk pola pengasuhan yang menjamin tumbuh kembang anak dengan baik selama dalam pengasuhan Ponpes, ini demi kepentingan terbaik bagi anak.

“Saya menyampaikan duka mendalam pada keluarga santri  korban dugaan penganiayaan hingga tewas di Ponpes Gontor, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan keikhlasan dan juga kekuatan,” tandas Retno.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)