BI Buka Suara soal Pejabat Tingginya Ditunjuk Jadi Komisaris Bank BUMN
JAKARTA - Beberapa pejabat tinggi Bank Indonesia (BI) telah mendapatkan penunjukan sebagai komisaris di bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Seperti Donny Hutabarat, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, ditunjuk sebagai Komisaris Bank BNI. Kemudian Edi Susianto, yang masih menjabat Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, resmi diangkat sebagai Komisaris Independen BRI.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso buka suara terkait sejumlah pejabat BI yang menjadi komisaris di bank BUMN
"Kita lihat prosesnya masih terus berlangsung, ya. Jadi untuk itu belum ada komen dulu," kata Denny kepada wartawan di kantornya, Rabu, 26 Maret.
Terkait dengan aturan yang mewajibkan pejabat Bank Indonesia untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebelum menjadi komisaris bank, ia memastikan bahwa Bank Indonesia akan tetap mematuhi seluruh regulasi yang berlaku.
"Ya artinya semua aturan tetap dipenuhi oleh Bank Indonesia. Kalau itu sih tidak ada keraguan. Tapi belum ada komen banyak ya. Tapi kalau mengenai peraturan semuanya akan dipenuhi oleh Bank Indonesia," tegasnya.
Penunjukan komisaris independen di perusahaan publik, termasuk bank BUMN, telah diatur dalam regulasi yang berlaku di Indonesia yaitu seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 120, menegaskan komisaris independen harus berasal dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi, maupun anggota dewan komisaris lainnya.
Selain itu, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik juga mengatur soal keanggotaan komisaris independen.
Berdasarkan Pasal 21 POJK 33/2014, komisaris independen wajib memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya:
- Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 bulan terakhir, kecuali untuk pengangkatan kembali sebagai Komisaris Independen Emiten atau Perusahaan Publik pada periode berikutnya.
- Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
- Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik tersebut
- Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menilai bahwa posisi komisaris di bank Himbara yang diisi oleh pejabat aktif Bank Indonesia (BI) jelas bertentangan dengan regulasi BI.
Menurutnya, penempatan tugas di luar BI, seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal (PDG) 22/2020 tentang Penugasan Eksternal Bank Indonesia, tidak mencakup lembaga jasa keuangan BUMN, sehingga melanggar aturan yang ada.
Bhima menjelaskan bahwa penugasan ke OJK, LPS, ADB, atau BIS tidak bermasalah karena sudah diatur, namun jika penugasan tersebut dilakukan sebagai komisaris di bank BUMN, hal itu akan melemahkan posisi BI sebagai lembaga otoritas moneter.
"kalau jadi komisaris Bank BUMN, artinya derajat BI sebagai lembaga otoritas moneter melemah," ujarnya kepada VOI, Rabu, 26 Maret.
Ia menyampaikan hal ini juga membuka potensi terjadinya konflik kepentingan, karena BI, yang seharusnya bertindak sebagai pengawas, kini berperan sebagai pemain di industri perbankan.
SEE ALSO:
Lebih lanjut, Bhima mengungkapkan bahwa penempatan pejabat BI di bank Himbara diduga terkait dengan inbreng saham bank BUMN ke Danantara dan ini berpotensi menimbulkan masalah risiko sistemik, di mana jika Danantara mengalami masalah gagal bayar, uang nasabah bank BUMN dapat terdampak.
Selain itu, Bhima juga menyebutkan adanya indikasi dukungan BI terhadap pembiayaan tiga juta rumah dan untuk mendukung program tersebut, BI seharusnya menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin agar suku bunga KPR menjadi lebih terjangkau bagi debitur, bukan dengan melalui burden sharing atau menjadi komisaris di bank Himbara.
"Ada salah kaprah yang membuat BI melego independensi nya, mirip Orde Baru dimana BI dibawah Kementerian Keuangan," tuturnya.