Presiden Maduro Blokir Akses Media Sosial X di Venezuela
JAKARTA - Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Hari Kamis waktu setempat melarang platform media sosial X di negara itu selama 10 hari ke depan di tengah kemarahan atas pemilihan presiden yang disengketakan.
Presiden Maduro mengatakan, Ia menandatangani resolusi yang diajukan oleh regulator Conatel yang "telah memutuskan untuk menghentikan jaringan media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, dari peredaran selama 10 hari", menuduh pemiliknya, Elon Musk menghasut kebencian, perang saudara dan kematian.
"X keluar dari Venezuela selama 10 hari!" kata Presiden Maduro dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah, melansir Reuters 9 Agustus.
Presiden Maduro dan Musk diketahui sering kali saling mengejek tentang X, dengan pemilik platform tersebut membandingkan Presiden Venezuela tersebut dengan seekor keledai. Sementara, Presiden Maduro menyalahkan Musk karena menjadi kekuatan pendorong di balik protes dan perbedaan pendapat setelah pemilihan.
Mereka juga telah mengajukan dan menerima tantangan untuk saling bertarung dalam komentar di X dan melalui televisi pemerintah Venezuela.
Larangan sementara terhadap X merupakan pukulan lain terhadap Big Tech, setelah Presiden Maduro minggu ini mendesak para pendukungnya untuk meninggalkan WhatsApp milik Meta dan lebih memilih Telegram atau WeChat, mengatakan aplikasi pengiriman pesan itu digunakan untuk mengancam keluarga tentara dan polisi.
SEE ALSO:
Diketahui, otoritas pemilihan Venezuela mengumumkan petahana Presiden Maduro sebagai pemenang pemilihan presiden 28 Juli dengan sekitar 51 persen suara, meskipun belum mengeluarkan penghitungan suara.
Di sisi lain, kandidat oposisi Edmundo Gonzalez dan pemimpin Maria Corina Machado mengatakan, mereka memiliki salinan penghitungan suara yang menunjukkan bahwa mereka memenangkan pemilihan dengan lebih dari 7 juta suara, dibandingkan dengan 3,3 juta suara Maduro. Hasil tersebut secara umum serupa dengan yang diprediksi oleh jajak pendapat independen.
Deklarasi itu memicu tuduhan penipuan dan protes yang meluas yang dipromosikan di media sosial. Kelompok advokasi lokal, Observatorium Venezuela untuk Konflik Sosial, melaporkan sedikitnya 23 orang tewas dalam protes.