JK Bakal Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan di Sidang Kasus Korupsi LNG
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamini Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla atau JK bakal hadir sebagai saksi meringankan dalam sidang dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada tahun 2011-2014.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan JK dihadirkan oleh kubu eks Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Dia duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini.
“Jadi berdasarkan informasi dari jaksa yang menyidangkan perkara tersebut memang betul besok akan hadir Pak Jusuf Kalla sebagai saksi yang meringankan dari pihak penasihat hukum,” kata Ali Fikri kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Mei
Ali mengatakan terdakwa memang punya hak untuk menghadirkan saksi yang meringankan. “Jaksa membuktikan dari hasil proses penyidikannya tapi kami juga silakan terdakwa dan kuasa hukum membuktikan sebaliknya,” tegasnya.
“Ini hak dari terdakwa atau penasihat hukum untuk menghadirkan saksi siapapun itu yang dianggapnya dapat meringankan,” sambung juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut.
SEE ALSO:
Diberitakan sebelumnya, Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG di Pertamina pada 2011–2014.
Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara dengan Rp1,62 miliar. Karen turut didakwa memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, dia juga didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2 serta memberikan kuasa.