Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis, 24 April diperkirakan akan bergerak fluktuatif dalam rentang harga Rp16.860-Rp16.940 per dolar AS.

Untuk diketahui, mengutip Bloomberg, pada hari Rabu, 23 April, Kurs rupiah spot di tutup turun 0,07 persen ke level Rp16.871 per dolar AS.

Sementara itu, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,10 persen ke level harga Rp16.880 per dolar AS.

Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan Presiden AS Donald Trump Trump menginginkan kesepakatan dengan China di mana tarif perdagangan terhadap negara itu akan jauh di bawah level saat ini sebesar 145 persen.

"Ini terjadi setelah Menteri Keuangan Scott Bessent dilaporkan mengatakan bahwa perang dagang China-AS yang sedang berlangsung tidak berkelanjutan, dan bahwa dia mengharapkan de-eskalasi segera," ujarnya dalam keterangannya, dikutip Kamis, 24 April.

Selain itu, Ibrahim menyampaikan komentar Trump dan Bessent meningkatkan harapan akan mengurangi atau bahkan sepenuhnya meniadakan dampak potensial tarif perdagangan AS yang tinggi pada ekonomi-ekonomi utama.

Sementara itu komentar Trump baru-baru ini tentang Tiongkok menghadirkan beberapa potensi perbaikan dalam hubungan, Presiden juga mengatakan bahwa setiap kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok akan bergantung pada Beijing yang datang ke meja perundingan.

"Tiongkok sejauh ini menunjukkan sedikit niat untuk mundur, setelah mengenakan tarif balasan sebesar 125 persen pada barang-barang Amerika. Pasar khawatir atas dampak perang dagang yang mengerikan terhadap ekonomi Tiongkok, mengingat negara itu telah berjuang bahkan sebelum Trump menjabat," ujarnya.

Sedangkan dari dalam negeri, Ibrahim menyampaikan Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan April 2025 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan tetap dilevel 5,75 persen.

Selain itu, suku bunga deposit facility tetap berada pada level 5 persen dan suku bunga lending facility yang diputuskan untuk tetap berada pada level 6,5 persen.

Ibrahim menyampaikan penyebab BI mempertahankan suku bunga, disebabkan ketidakpastian ekonomi global yang dipicu tensi perang dagang.

"Agresifnya eskalasi tit-for-tat, atau strategi saling membalas, antara Amerika Serikat dan China dalam penentuan tarif impor antara kedua negara, semakin memperburuk ketidakpastian global," tuturnya.

Selain itu, Ibrahim menyampaikan kekhawatiran terkait tingkat inflasi dalam negeri karena walaupun data terkini menunjukkan bahwa inflasi masih berada di bawah rentang target BI, tekanan deflasi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir cenderung bersifat temporer usai berakhirnya program subsidi tarif diskon listrik.

Ibrahim menyampaikan inflasi juga diprediksi akan meningkat secara perlahan seiring dengan berakhirnya diskon tarif angkutan udara untuk periode libur Idul Fitri.

"Peningkatan permintaan agregat dan mobilitas masyarakat menyusul berbagai hari raya keagamaan dan periode cuti bersama di bulan-bulan mendatang turut berpotensi memberikan tekanan inflasi," tuturnya.