Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memastikan kondisi nilai tukar rupiah saat ini masih aman lantaran fundamental ekonomi nasional dalam situasi baik.

"Angka-angka makro kita, yang fundamental, indikator kita dari mulai GDP, inflasi, current account, semua baik. Utang luar negeri kita juga cukup manageable semua baik, dari sisi SSK (stabilitas sistem keuangan) juga permodalan, risiko kredit, ini semakin baik," kata Asisten Gubernur Bank Indonesia (BI) yang juga merupakan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro saat Taklimat Media di Kantor Pusat BI, Rabu, 26 Maret.

"Jadi kalau ditanya, ya fundamental kita bagus," tambahnya.

Solikin menyampaikan bahwa fundamental ekonomi nasional menunjukkan kondisi yang positif, tercermin dari pertumbuhan ekonomi (PDB) yang mencapai 5,02 persen pada 2024 dan tekanan inflasi juga terjaga rendah, dengan angka inflasi pada 2024 sebesar menjadi 1,57 persen.

Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan (current account) juga sangat rendah, yaitu hanya minus 0,32 persen pada 2024.

Sementara itu, rasio utang luar negeri terhadap PDB tercatat sebesar 30,43 persen pada 2024 dan rasio permodalan perbankan atau capital adequacy ratio (CAR) diperkirakan akan berada di kisaran 27,76 persen pada 2024. Adapun risiko kredit, yang diukur melalui rasio non-performing loan (NPL), tetap terkendali di level 2,08 persen.

Solikin membandingkan angka-angka tersebut dengan negara-negara lain yang memiliki kapasitas ekonomi setara seperti India, Korea Selatan, Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia. Hasilnya, angka-angka fundamental Indonesia masih menunjukkan kinerja yang lebih baik.

"Kalau dibandingkan misal pertumbuhan ekonomi Vietnam lebih tinggi dari kita di level 5 persen, India juga tinggi tapikan inflasinya tinggi," ujarnya.

Dengan catatan tersebut, ia memastikan bahwa Bank Indonesia memandang risiko krisis di dalam negeri masih sangat jauh, terutama jika dibandingkan dengan periode krisis 1997-1998, ketika pengawasan terhadap fundamental ekonomi belum seketat saat ini.

"Jadi singkat kata ini apakah masih jauh? saya berani afirmasi ini masih jauh. Tapi bukan berarti kita complisent, kita harus terus monitor," imbuhnya.

Sebagai informasi, rupiah sempat jatuh ke level yang hampir seperti kondisi krisis 1998.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah sempat ke level Rp 16.640 per dolar AS pada Selasa, 25 Maret per pukul 09.46 WIB, melewati titik tertingginya pada intraday 23 Maret 2020 yang menyentuh posisi Rp16.620 per dolar AS meskipun belum melewati posisi 1998 yang sempat menyentuh level Rp16.800 per dolar AS di intraday 17 Juni.