Bagikan:

JAKARTA - Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir Januari 2025 sebesar 427,5 miliar dolar AS atau naik 5,09 persen jika dibandingkan dengan Januari 2024 atau secara year on year (yoy) yang sebesar 406,79 miliar dolar AS. Laju kenaikan yang terbilang tinggi selama beberapa tahun terakhir, yang bahkan sempat mengalami penurunan.

Adapun, ULN Indonesia terdiri dari Pemerintah, Bank Indonesia dan Swasta yaitu ULN Pemerintah sebesar 204,79 miliar dolar AS, ULN Bank Indonesia sebesar 28,34 miliar dolar AS, dan ULN swasta sebesar 194,39 miliar dolar AS.

Secara tahunan jika dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2024, ketiganya mengalami perubahan yang berbeda yaitu ULN Pemerintah naik 5,34 persen, ULN Bank Indonesia melonjak 93,94 persen, dan ULN swasta justeru turun sebesar 1,71 persen.

Meski demikian, Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai naiknya total ULN sebesar 5,09 persen masih cukup wajar atau relatif terkendali, namun jika dilihat rinciannya, maka ada beberapa hal yang perlu dicermati.

Awalil menjelaskan ULN Pemerintah mengalami kenaikan cukup pesat padahal selama beberapa tahun sebelumnya, kenaikan cukup landai di bawah 5 persen, bahkan mengalami penurunan pada beberapa bulan dan tahun.

"Penyebab sempat melandainya ULN Pemerintah antara lain adalah karena banyak berutang kepada Bank Indonesia, berupa Surat Berharga Negara (SBN)," ujarnya dalam keterangannya, Selesa, 18 Maret.

Awalil menjelaskan selain BI, perbankan pun masih membeli SBN, begitu juga dana pensiun dan asuransi domestik, serta perseorangan, termasuk di dalamnya, BPJS ketenagakerjaan dan Dana Haji.

Menurutnya ULN Pemerintah berpotensi terus meningkat lebih pesat selama setahun mendatang dan sumber dana yang dimiliki dan dialokasikan untuk pembelian SBN dari Bank dan lainnya makin terbatas.

Meski demikian, Awalil menyampaikan hanya Bank Indonesia yang relatif masih punya sumber dana untuk pembelian SBN, termasuk bersedia revolving yang jatuh tempo.

Awalil menyampaikan ULN yang mengalami kenaikan paling pesat adalah ULN Bank Indonesia yang mencapai hampir dua kali lipat selama setahun bahkan, dilihat selama 5 tahun maka telah naik sekitar 10 kali lipat dari posisi Januari 2020 yang hanya 2,82 miliar dolar AS.

Padahal dalam kurun waktu yang sama, Awalil menjelaskan ULN Pemerintah turun 0,08 persen dan ULN Swasta turun 3,59 persen.

"Lonjakan ULN Bank Indonesia pertama terjadi pada Agustus 2021 ketika dipaksa berutang oleh International Monetary Fund (IMF). IMF membagi cadangan devisa kepada seluruh anggotanya sesuai kuota saham, namun mencatatnya sebagai utang bank sentral masing-masing," jelasnya.

Adapun, posisi ULN BI per Juli 2021 sebesar 2,84 miliar dolar AS menjadi 9,17 miliar dolar AS per Agustus 2021.

Awalil menyampaikan laju kenaikan ULN Bank Indonesia selanjutnya terutama disebabkan oleh penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sejak September 2023.

Untuk diketahui, SRBI merupakan instrumen surat utang yang dikeluarkan BI berjangka pendek, antara lain 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan, dimana SRBI yang dibeli oleh pihak asing tercatat sebagai ULN.

Sebagai gambaran, posisi SRBI per minggu kedua September 2023 ketika mulai diterbitkan hanya sebesar Rp24,46 triliun namun pada akhir Januari 2025 telah sebesar Rp893,97 triliun.

Namun, kepemilikan asing yang dicatat sebagai ULN BI hanya sekitar 25 persen. Awalil menyampaikan sehingga hal ini berdampak pada lonjakan ULN BI menjadi sebesar 28,34 miliar dolar AS per akhir Januari 2025.

Sementara itu, ULN swasta justru mengalami penurunan sebesar 1,71 persen dalam setahun terakhir dari 197,77 miliar dolar AS per Januari 2024 menjadi 194,39 miliar dolar AS per Januari 2025.

"Dinamika ini melanjutkan pola selama 5 tahun terakhir, dimana ULN Swasta cenderung menurun, meski perlahan," jelasnya.

Awalil menyampaikan salah satu penyebabnya, pihak swasta Indonesia mengoptimalkan pinjaman bank dan penjualan obligasi yang diserap pasar domestik lantaran terkait dengan volatilitas nilai rupiah yang meningkat dan cenderung melemah.

"Mekanisme hedging tidak sepenuhnya memecahkan masalah dan berdampak penambahan biaya bagi mereka," ujarnya.

Meski demikian, Awalil memperkirakan dalam setahun ke depan, ULN swasta bepotensi kembali meningkat disebabkan oleh persaingan memperoleh sumber dana domestik yang makin berat, termasuk faktor SBN dan SRBI.

Oleh sebab itu, Awalil memprediksi sumber luar negeri berpotensi kembali diandalkan, dengan syarat nilai rupiah relatif stabil.

"Potensi peningkatan ULN Swasta juga berasal dari Danantara sebagai holding BUMN jika telah mulai beroperasi. Salah satu yang diharapkan Danantara adalah masuknya investasi asing, termasuk yang berupa utang. Baik berbentuk pinjaman ataupun surat utang (obligasi) Danantara dan BUMN," jelasnya.