JAKARTA - Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan, sekitar 40 perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang mengajukan untuk implementasi multi usaha kehutanan.
Menurut dia, pelaku usaha kehutanan butuh insentif yang bisa menjadikan implementasi multi usaha kehutanan sebagai bagian dari value chain perusahaan.
Dia mencontohkan, pengembangan hutan tanaman industri dengan pola agroforestry yang bisa mendapat nilai tambah dari bisnis karbon dengan metode ARR (Aforestation, Reforestation, Revegetation).
"Dengan adanya insentif maka perusahaan pemegang PBPH akan menginternalisasi multi usaha kehutanan dalam business process-nya dan tidak mengangap sebagai kewajiban,” kata Purwadi dikutip dari ANTARA, Senin, 18 September.
Sebelumnya, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto mengatakan, berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) bisa mengembangkan Multi Usaha Kehutanan.
“Pengembangan diversifikasi usaha di sektor kehutanan ini, mengintegrasikan pemanfaatan kawasan, hasil hutan kayu dan non kayu,” katanya.
Model bisnis Multi Usaha Kehutanan, tambahnya, dinilai bisa memicu produktivitas sehingga nilai ekonomi riil lahan hutan bisa meningkat.
Selain itu, implementasi Multi Usaha Kehutanan juga berdampak besar pada pencapaian agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Dalam kegiatan Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Terbarukan Agus menyatakan, paradigma pemanfaatan hutan yang hanya berorientasi pada kayu sudah tidak relevan lagi.
Apalagi, potensi kayu yang menurut berbagai literatur tak lebih dari 5 persen.
Oleh karena itu, kini 95 persen potensi lansekap hutan lainnya harus dikembangkan melalui diversifikasi usaha kehutanan untuk meningkatkan nilai ekonomi lansekap hutan.
"Skema multiusaha dianggap mampu meningkatkan nilai ekonomi riil lahan hutan yang saat ini masih rendah,” katanya.
Mengacu pada PermenLHK No. P.08/2021 PBPH dapat melakukan penyesuaian perubahan usaha kegiatan pemanfaatan hutan melalui Multi Usaha Kehutanan.
Dia mengatakan, implementasi model bisnis Multi Usaha Kehutanan menjadi bagian dari pencapaian agenda pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (Forestry and Other Land Use/FOLU) untuk pengendalian perubahan iklim, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Silverius Orcar Unggul menjelaskan, multi usaha kehutanan merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Indonesia.
BACA JUGA:
Dia menjelaskan, Kadin mula mengintip peluang multi usaha kehutanan ketika Indonesia mengalami kekurangan bahan baku obat saat pandemi COVID-19.
Padahal bahan baku itu bisa diproduksi dari kawasan hutan.
Selain itu permintaan akan energi terbarukan dalam bentuk pelet kayu mulai meningkat ditambah lagi dengan semakin berkembangnya model bisnis regenerative product di produsen-produsen dunia.