Bagikan:

JAKARTA - Pengamat ekonomi Bayu Bagas Hapsoro menilai kebijakan pembelian biosolar menggunakan QR Code yang mulai diterapkan penuh cukup efektif menekan penyimpangan.

"Dari sisi teknologi, kami apresiasi upaya verifikasi dan validasi konsumen yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi," katanya dikutip dari Antara, Kamis, 19 Mei.

Menurut dia, penggunaan QR Code juga akan mempermudah pemetaan dan monitoring kebutuhan BBM di daerah-daerah, misalnya ada daerah yang mengalami kekurangan, atau justru ada yang surplus.

Ia mengingatkan, pemerintah maupun Pertamina harus memastikan keamanan data pelanggan yang sudah mendaftar, baik lewat aplikasi My Pertamina, situs, atau datang langsung ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Ia menegaskan, keamanan data pelanggan Pertamina penting, mengingat terdapat data-data sensitif pelanggan yang bisa saja disalahgunakan jika terjadi kebocoran data.

"Kalau mendaftar itu kan ada data STNK, KTP, dan sebagainya. Jadi harus dijaga betul agar tidak bocor. Apalagi, keamanan data masih menjadi perhatian serius," wantinya.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga mesti melakukan pengawasan terhadap penyalahgunaan penggunaan QR Code di lapangan, misalnya ada yang menggunakan QR lewat ponsel, tetapi dicetak di kertas.

"Ini bisa digunakan kendaraan lain, dan bisa jadi dijual di 'black market'. Teorinya, pasti ada 20 persen yang menolak perubahan suatu kebijakan. Untuk itu, edukasi dan sosialisasi penting terus dilakukan," pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Bambang Widjanarko menyebutkan bahwa di lapangan masih ditemui kendaraan mewah membeli solar bersubsidi menggunakan QR code.

"Di Lapangan masih ada mobil Pajero, Innova baru, yang membeli solar subsidi. Tapi, malah truk kesulitan mendapatkan solar," ujarnya.

Ia mengakui bahwa belum semua anggota Aptrindo sudah mendaftar untuk mendapatkan QR Code.

Jika penggunaan aplikasi belum optimal, kata dia, sebaiknya pemerintah tidak perlu melakukan pembatasan pembelian, namun bisa menaikkan harga sewajarnya agar beban subsidi untuk solar tidak terlalu berat dan pengusaha juga mendapatkan jaminan ketersediaan BBM.

Setelah pelaksanaan Uji Coba Full Cycle Subsidi Tepat dilaksanakan pada Juli 2022, Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah telah memulai implementasi transaksi BBM Subsidi Tepat dengan Skema Full Registran Biosolar Subsidi di 26 kota/kabupaten di Jateng per Kamis (18/5) ini.

Ke-26 wilayah tersebut adalah Banjarnegara, Banyumas, Batang, Blora, Brebes, Cilacap, Demak, Grobogan, Jepara, Kebumen, Kendal, Kudus, Pati, Kota dan Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Purworejo, Rembang, Salatiga, Kota dan Kabupaten Semarang, Kota dan Kabupaten Tegal, Temanggung, dan Wonosobo.

Untuk sembilan kota lainnya di Jateng, yakni Boyolali, Karanganyar, Klaten, Kota dan Kabupaten Magelang, Sragen, Sukoharjo, Surakarta, dan Wonogiri, serta DIY akan dimulai dilaksanakan pada 1 Juni 2023.

Area Manager Communication Relation & CSR Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho menjelaskan bahwa skema Full Registran Biosolar Subsidi adalah skema di mana hanya kendaraan konsumen yang sudah terdaftar dapat melakukan pembelian biosolar subsidi, sedangkan yang belum terdaftar tidak dapat dilayani.

Namun, kata dia, masih diberikan kelonggaran bagi konsumen biosolar subsidi yang sudah terdaftar tetapi tidak membawa QR Code pada dua minggu pertama penerapan Full Registran di kota/kabupaten tersebut.

"Namun, dua minggu setelah penerapan Full Registran, pembelian biosolar subsidi di SPBU wajib menunjukkan QR Code baik yang dicetak atau 'soft copy'," tegasnya.