JAKARTA - Pemerintah tengah tengah melakukan kajian terkait aturan PLTS Atap yang selama ini mandek. Salah satu alasannya karena ada berbagai kendala dalam implementasinya.
Padahal, menurutnya Peraturan Menteri (Permen) mengenai PLTS Atap sudah disusun dengan baik dengan melibatkan berbagai stakeholder.
"Kita kaji kemarin dan sudah bertemu dengan PLN dan berbagai pihak. Pada intinya sekarang ada hambatan di lapangan untuk implementasi Permen tersebut padahal sudah disusun dengan baik dan melibatkan stakeholder," ujar Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana dalam Energy Corner, Senin 9 April.
Menurut Dadan, Peraturan Menteri ESDM No 26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum itu seharusnya sudah berlaku sejak 20 Agustus 2021.
"Isu oversupply semakin menguat dan tidak bisa dipungkiri nantinya PLN dan negara harus membayar dari kontrak listrik yang sudah ada, dipakai atau tidak dipakai harus tetap dibayar," imbuh Dadan.
Ia menambahkan, angka yang harus dibayarkan pemerintah cukup besar mengingat tidak ada batasan yang jelas yang diberlakuan sehingga PLN sebagai penyedia tenaga listrik masih merasa keberatan.
"PLN masih menunjukkan posisinya untuk mencari cari-cara yg paling bisa membuat semua nyaman tidak dirugikan," imbuhnya.
Hingga saat ini, kata Dadan, pihaknya masih terus melakukan pembahasan untuk melakukan review terhadap permen tersebut mengingat harga PLTS makin kompetitif.
"Ditambah dorongan industri untuk menhasilkan energi yang bersih dan menjadikan produknya green product," lanjut Dadan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, sebagai upaya Pemerintah dalam mencapai target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021. Permen ESDM ini mengatur tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Peraturan Menteri ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya sebagai upaya memperbaiki tata kelola dan keekonomian PLTS Atap. Peraturan ini juga sebagai langkah untuk merespon dinamika yang ada dan memfasilitasi keinginan masyarakat untuk mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan, serta berkeinginan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca.
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, target PLTS Atap sebesar 3,6 GW yang akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, akan berdampak positif pada hal-hal diantaranya:
1. Berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja;
2. Berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp45 triliun hingga Rp63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp2,04 triliun hingga Rp4,1 triliun untuk pengadaan kWh Exim;
3. Mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN);
4. Mendorong green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global;
5. Menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 4,58 Juta Ton CO2e;
6. Berpotensi mendapatkan penerimaan dari penjualan Nilai Ekonomi Karbon sebesar Rp0,06 triliun/tahun (asumsi harga karbon 2 dolar AS/ton CO2e).