Takdir Satpol PP Berhadapan dengan Orang Kecil, Bagaimana Pamong Praja Seharusnya Bersikap?
Tangkap layar Twitter

Bagikan:

JAKARTA - Tersebar video yang memperlihatkan seorang personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mematahkan ukulele milik pengamen yang ditangkap. Persepsi Satpol PP yang “menjadi musuh” untuk orang kecil seolah sulit ditepis. Padahal seharusnya tak demikian. Perlu ada upaya perbaikan dari sisi kebijakan publik untuk membenahi masalah ini.

Dalam video yang viral itu, personel Satpol PP terlihat mengempaskan ukulele ke pangkal pahanya yang membuat material kayu ukulele patah. Ukulele yang berjejer di atas meja diremukan satu per satu.

Peristiwa tersebut diduga terjadi di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Akun Instagram @tkp_pontianak yang mengunggah video tersebut dalam keterangan postingan, 6 Juni 2021, menuliskan, pengamen dan anak jalan di persimpangan lampu lalu lintas di Kota Pontianak diamankan pada kegiatan rutin antisipasi yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Pontianak.

"Mereka kemudian didata dan diserahkan ke PLAT Dinas Sosial Kota Pontianak untuk diproses lebih lanjut. Adapun alat musik yang digunakan kemudian disita dan dimusnahkan," tulis akun @tkp_pontianak.

Perlakuan personel Satpol PP mendapat kritik dari warganet. Video tersebut telah viral sampai tersebar luas di platform Twitter.  Salah seorang praktisi mindfulness, Adjie Santosoputro yang menyaksikan video perusakan ukulele mengungkapkan dalam akun Twitter, "Aku kok sedih ya liat yang dipertontonkan di video ini."

Aku kok sedih ya liat yang dipertontonkan di video ini 😢 https://t.co/8HjuASopNk

— Adjie Santosoputro (@AdjieSanPutro) June 7, 2021

Tugas dan fungsi Satpol PP

Ketentuan mengenai Satpol PP diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, Satpol PP Satpol PP bertanggung jawab kepada kepala Daerah. Selanjutnya, PP 16/2018 tentang Satpol PP Pasal 11 menyebutkan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat meliputi kegiatan deteksi dan cegah dini, pembinaan dan penyuluhan, patroli, pengamanan, pengawalan, penertiban, dan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa.

Karena itu, di lapangan, Satpol PP cukup sering berhadapan dengan masyarakat, salah satunya penjaringan pengamen sebagaimana dilakukan Satpol PP Pontianak. Akan tetapi, dengan wewenang yang ada, petugas Satpol PP perlu bertindak bijaksana.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan perlunya tindakan Satpol PP lebih berorientasi menjaga kepuasaan publik, menyadur laporan Republika.co.id, 4 Maret 2021. Kepuasan publik tersebut akan diukur salah satunya melalui survei.

"Makanya survei-survei banyak tentang kepuasan publik, itulah salah satu indikator atas publik merestui legitimasi memberikan dukungan kepada institusi pemerintah maupun nonpemerintah," kata Tito Karnavian.

Satpol PP yang tahun ini menginjak 71 tahun menandakan bahwa organisasi ini berada usia matang. Kemampuan bertahan Satpol PP sejauh ini memperlihatkan bahwa mereka dibutuhkan pemerintah dan masyarakat. Menurut Tito, tidak banyak organisasi mampu bertahan lama. Namun demikian, Tito tetap menekankan Satpol PP jangan sampai membuat mereka terlena.

Beri ruang kreativitas

Kasus perusakan ukulele yang diduga dilakukan Satpol PP Pontianak memantik perhatian luas masyarakat. Menurut Pengamat Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat, menilai Satpol PP tidak sepatutnya melakukan penghancuran ukulele.

"Satpol PP harus ingat dia bukan perangkat penegak hukum, dia perangkat menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Tugas dia bukan langsung menghancurkan begitu, itu bisa dikategorikan pidana, bisa dikenakan aturan perampasan hak milik," kata Achmad Nur Hidayat kepada VOI.

Ia menilai Satpol PP seyogianya memberikan edukasi terhadap pengamen bahwa mengamen bukan hal terlarang selama dilakukan di tempat yang tepat. Penghancuran properti tersebut dinilai sama halnya mematikan mata pencarian rakyat.

"Atau jika Satpol PP mau lebih bagus lagi bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah menyediakan taman kreativitas di taman Pontianak," ucap Achmad.

Persoalan atas keberadaan pengamen jalanan menyerupai fenomena manusia silver dan manusia ondel-ondel di wilayah Jakarta. Di satu sisi, mereka ingin mempertahankan budaya dan seni namun dianggap tidak tertib. Achmad mengatakan, Pemda memiliki kontribusi untuk mengakomodir mereka.

"Saat ini, saya melihat belum ada solusi terhadap teman-teman seniman jalanan, di satu sisi mereka ingin mempertahankan budaya dan seni tetapi dianggap tidak tertib. Seharusnya dicarikan jalan ketemu, harus ada win-win solution. Mereka anak bangsa, pemilik bangsa, berhak mencari nafkah," ujar Achmad.

Achmad mengatakan, sebagai jalan tengah, Satpol PP Pontianak sebaiknya memberikan permintaan maaf terhadap pengamen dan masyarakat. Selain itu, ukulele yang telah dirusak juga harus diganti.

Agar masalah serupa tidak terulang, ke depannya, tindakan bijaksana perlu diutamakan Satpol PP ketika berhadapan langsung dengan masyarakat kecil. Menyediakan ruang kreativitas terhadap pengamen yang terjaring dinilai langkah baik dan bijaksana, tidak dengan menunjukkan sikap arogansi kekuasaan. Selain itu, Satpol PP perlu mempertimbangkan kondisi masyarakat saat ini mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Di situasi krisis ekonomi masyarakat butuh makan sementara lapangan pencarian tidak mereka temui, perusahaan mengurangi karyawan. Dalam kondisi seperti ini setidaknya ada toleransi untuk bisa bertahan di era pandemi," kata Achmad.

Rakyat kecil

Para pengamen jalanan yang termasuk ke dalam pekerja sektor informal memang sudah berkembang lama di Indonesia. Munculnya sektor ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari beberapa alasan dan motivasi dari masing-masing pelakunya. Alasan-alasan yang mendorong munculnya usaha sektor informal antara lain: urbanisasi, pengangguran, kerja sambilan, dan permintaan pasar.

Selain itu, seperti dijelaskan Wasiti dalam Jurnal Informasi yang diterbitkan Universitas Negeri Yogyakarta (2009) motivasi lain yang memicu kemunculan sektor informal adalah semakin tajamnya kesenjangan antara masyarakat golongan atas dengan golongan menengah ke bawah.

Dari berbagai alasan tersebut, maka muncul usaha sektor informal, terutama di daerah perkotaan. Laju pertumbuhan penduduk kota yang sangat padat semakin menambah jumlah pengangguran, sementara sektor formal tidak mampu menampung mereka.

Keberadaan sektor informal ini menurut Wasiti (2009) sebetulnya bisa bermanfaat untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Musababnya, mereka dapat menampung golongan masyarakat yang tidak terserap bekerja di sektor formal. 

Karenanya, perlu dilakukan upaya pembinaan secara kontinyu sehingga pemberdayaan sektor informal dapat meningkatkan kesejahteraan para pelakunya, yang bermuara pada tercapainya kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Bukan malah seolah dijadikan “musuh” oleh alat negara yakni Satpol PP, bila melihat kasus pengrusakan ukulele tersebut. Lantas bagaimana idealnya?

Idealnya

Ilustrasi pengamen (Sumber: Wikimedia Commons)

Pemerintah pusat terutama Kemendagri memiliki peran dalam memberikan jalan keluar. Achmad mengatakan, Kemendagri perlu memberikan guidance bagaimana Satpol PP harus bertindak di era pandemi. 

Satpol PP tetap dibutuhkan untuk penegakan kedisiplinan untuk memastikan masyarakat menjalankan protokol kesehatan selama pandemi. Namun, ada kondisi dilematis bagi Satpol PP.

Di satu sisi, personel harus menjalankan tugas penertiban, sementara mereka juga merasa bagian dari masyarakat sendiri. Adanya petunjuk Kemendagri ini diperlukan supaya Satpol PP dapat menjalankan tugas lebih terukur dan bijaksana selama pandemi Covid-19, tidak serta merta harus terlihat sebagai jawara.

*Baca Informasi lain soal SOSIAL atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian.

BERNAS Lainnya