Bagikan:

JAKARTA – Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) naik transportasi umum sekali dalam sepekan mendapat respons positif. Namun kebijakan ini seharusnya diperluas agar upaya mengurangi kemacetan dan polusi di Jakarta lebih maksimal.

Peraturan yang mewajibkan seluruh ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menggunakan transportasi umum berlaku sejak 30 April 2025. Hal ini diatur dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2025.

Pemberlakuan kebijakan tersebut juga dikonfirmasi juru bicara Gubernur DKI Jakarta, Chicko Hakim, mengungkapkan aturan tersebut berlaku sejak ditandatangani Pramono.

"Pada 23 April 2025, Bapak Gubernur telah menandatangani Ingub tentang penggunaan angkutan umum massal untuk pegawai Pemprov Jakarta," kata Chicko.

Pramono bilang kebijakan ini merupakan bagian dari upaya mengatasi kemacetan di Jakarta serta meningkatkan kebiasaan penggunaan angkutan publik. Ia juga bilang jaringan transportasi publik di Jakarta telah terintegrasi hingga 91 persen.

Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin naik bus Transjakarta rute 6N menuju ke kantor sesuai Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2025, Jakarta, Rabu (30/4/2025). (ANTARA/Luthfia Miranda Putri/am)

Sementara itu, jenis angkutan umum yang dimaksud dalam Ingub Nomor 6 Tahun 2025 mencakup Transjakarta, MRT, LRT Jakarta dan Jabodebek, KRL Commuter Line, kereta bandara, bus dan angkota reguler, kapal penyeberangan, serta kendaraan antar-jemput pegawai.

Selain itu, ASN juga diperkenankan menggunakan moda transportasi lain seperti ojek daring bila lokasi akhir tak terjangkau.

Dibayangi Kegagalan

Kebijakan mewajibkan ASN DKI Jakarta menggunakan transportasi umum bukan yang pertama kali. Hal serupa pernah dilakukan ketika Jakarta dipimpin Joko Widodo pada 2012.

Saat itu, hari Jumat dipilih sebagai hari wajib bagi ASN menggunakan transportasi umum, namun kebijakan ini tidak berlanjut.

Lalu pada 2017di bawah Gubernur Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, ada juga upaya mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan beralih menggunakan angkutan umum.

Waktu itu ada pelarangan sepeda motor melintas di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Thamrin. Sebagai alternatif penggantinya disediakan bus gratis dari Bundaran Senayan hingga Harmoni. Tetapi kebijakan ini juga tak bertahan lama, karena hanya berupa instruksi gubernur, bukan perda.

Kebijakan pelarangan sepeda motor ini sebenarnya memberi dampak positif. Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 2017 mencatat adanya pengurangan volume kendaraan 22,4 persen, menambah kecepatan kendaraan dari semula 26,3 km/jam menjadi 30,9 km/jam, dan waktu tempuh meningkat 15 persen.

Membiasakan ASN dengan mewajibkan menggunakan transportasi umum juga pernah terjadi di Kota Palembang, ketika LRT Sumatera Selatan sudah beroperasi di era Gubernur Alex Nurdin. Namun lagi-lagi tidak ada keseriusan dan koordinasi antara Pemprov Sumatra Selatan dan Pemkot Palembang sehingga membuat kebijakan ini tidak berlangsung lama.

Strategi Push and Pull

Apakah kebijakan menggunakan transportasi publik bagi ASN Pemprov DKI Jakarta selama sekali sepekan bakal efektif mengurangi kemacetan Ibu Kota masih menjadi pertanyaan banyak pihak.

Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno merespons positif langkah yang diambil Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Pramono Anung. Hal ini, kata Djoko, sejalan dengan strategi push and pull yang umum diterapkan di kota-kota besar dunia.

Strategi push adalah membatasi penggunaan kendaraan pribadi, sedangkan pull adalah meningkatkan daya tarik transportasi umum. Tujuannya, untuk mendorong masyarakat beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum.

Meski demikian, Djoko menilai kebijakan ini belum akan berdampak signifikan terhadap kemacetan di Jakarta. Karena yang beraktivitas di Jakarta bukan cuma ASN di Pemprov DKI. Sebagai kota dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan banyaknya aktivitas harian, Jakarta butuh dukungan dari pemerintah pusat.

“Jika hanya 65 ribu ASN Pemprov DKI Jakarta menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu, tidak akan banyak mengubah ritme kemacetan lalu lintas di Jakarta,” ujar Djoko dalam keterangan yang diterima VOI.

Aparatur Sipil Negara (ASN) bersiap memasuki Bus Transjakarta di Halte Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025). (ANTARA/Fakhri Hermansyah/foc)

Namun kebijakan ini diharapkan akan ada dampak yang lebih besar dalam pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan peningkatan jumlah pengguna transportasi umum jika diterapkan oleh lebih banyak lembaga dan kementerian. Djoko juga berujar, mengatasi kemacetan di Jalarta tidak bisa hanya Pemprov DKI Jakarta yang bekerja sendiri, tetapi butuh dukungan dari pemerintah pusat.

“Kalau diterapkan konsisten dan diperluas ke ASN kementerian dan lembaga, ini akan jadi pemicu budaya baru. Masih ada kebijakan pemerintah pusat yang dapat diterapkan di Kota Jakarta untuk membantu mengurangi kemacetan dan menurunkan polusi udara," Djoko menambahkan.

Terlepas dari itu, ada kendala dalam kebijakan ini. Saat ini, kata Djoko, cakupan layanan transportasi umum di Kota Jakarta sudah mencapai 90 persen. Salah satu indikatornya, setiap keluar dari hunian, tidak sampai 500 meter, sudah bisa menemukan transportasi umum.

Namun, bagi masyarakat di luar Jakarta dan bekerja di Ibu Kota kebijakan ini akan mengalami kendala antaran pembenahan layanan transportasi umum tidak semasif di Jakarta. Karena itulah, ia mendorong perluasan layanan Transjabodetabek untuk mengakomodasi ASN yang tinggal di luar Jakarta.

“Dengan adanya perluasan layanan Transjabodetabek ke wilayah pendukung Jakarta akan sangat membantu upaya kebijakan menata transportasi Jakarta,” pungkas Djoko.