Bagikan:

JAKARTA – Donald Trump menyebut dirinya pantas mendapat kredit atas perjanjian gencatan senjata yang menghentikan perang 15 bulan di Gaza. Namun usulan Presiden Amerika Serikat (AS) untuk menggusur paksa warga Palestina di wilayah tersebut berisiko menggagalkan perjanjian tersebut, menurut para ahli.

Gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada 19 Januari 2025, sehari sebelum Donald Trump menjabat untuk kedua kalinya sebagai Presiden AS.

Kendati demikian, Trump berpendapat bahwa upaya negosiasinya, yang dipimpin oleh utusan Timur Tengah Steve Witkoff, berperan penting dalam mencapai kesepakatan tersebut.

Dalam pidato pelatikannya, Trump menyerukan gencatan senjata. Ia juga berjanji untuk meninggalkan warisan sebagai “pembawa perdamaian dan pemersatu.

Presiden AS, Donald Trump. (ANTARA/Anadolu/py)

Tapi tak berapa lama kemudian, pernyataan Trump berikutnya justru mengejutkan banyak pihak. Ia menyarankan agar Gaza dikosongkan dari penduduknya. Awalnya komentar ini dianggap sebagai sebagai pernyataan yang hiberbolik yang tidak masuk akal.

Tapi ia justru mengulanginya lagi dan lagi. Sampai pada pidato yang menyempurnakan usulannya saat berbicata bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.

“AS akan mengambil alih Jalur Gaza, dan kami juga akan melakukan tugasnya. Kami akan memilikinya,” ucap Trump.

Dalam pernyataannya, Trump menuturkan pemerintah AS akan mempelopori pembangunan di Jalur Gaza untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan perumahan tanpa batas bagi masyarakat di wilayah tersebut.

Riviera Timur Tengah

Setelah perang selama 15 bulan, terhitung sejak 7 Oktober 2023 sampai gencatan senjata pada 19 Januari 2025, kondisi Gaza luluh lantak, menyisakan 42 juta ton reruntuhan. Menurut sejumlah ahli, diperkirakan butuh waktu setidaknya satu dekade untuk menyingkirkan 42 juta ton puing di Gaza.

Presiden AS Donald Trump berujar diplomasi AS terhadap Israel dan Palestina selama puluhan tahun gagal menyelesaikan konflik. Berbagai proposal perdamaian dan presiden silih berganti, namun masalah di wilayah itu justru memburuk.

Contoh terkini adalah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang kemudian memicu pertikaian di Gaza.

Setelah 15 bulan perang, Trump membuat sebuah pengamatan, jika Gaza akan dibangun kembali – bahkan di beberapa lokasi harus dibangun sejak awal – tidak masuk akal bagi ratusan ribu warga sipil menghuni di antara reruntuhan.

Saluran air dan listrik harus diperbaiki, belum lagi sekolah, rumah sakit, dan toko perlu dibangun kembali seusai hancur akibat perang.

Jalur Gaza porak poranda setelah 15 bulan diserbu Israel tanpa jeda. (ANTARA/Anadolu/py)

Proses pembangunan bisa memakan waktu bertahun-tahun dan selagi pembangunan berlanjut, dan seperti yang telah disinggung sebelumnya untuk membuang puing saja butuh waktu sekitar dua dekade.

Di masa ini, Trump justru mengatakan warga Jalur Gaza harus didorong pergi secara permanen. Trump yakin tanpa kehadiran mereka, “Riviera Timur Tengah” milik Amerika yang indah akan bangkit dari debu sehingga bisa menyediakan ribuan pekerjaan, peluang investasi, dan tempat bagi “masyarakat dunia untuk hidup”.

Pernyataan Trump yang berulang kali menyerukan agar warga Gaza didorong keluar ditentang banyak pihak, termasuk Indonesia. Kementerian Luar Negeri RI menyatakan Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina, sebagaimana ditulis di akun X resmi.

Sementara itu, kelompok hak asasi manusia menyebut tindakan Trump adalah sama dengan upaya pembersihan etnis dan cara AS mengambil alih wilayah Palestina.

Seruan yang Keterlaluan 

Para pemimpin di seluruh dunia telah memperingatkan bahwa mengusir warga Palestina dari Gaza akan mengganggu stabilitas seluruh Timur Tengah. Dalam jangka pendek, komentar Trump dapat menggagalkan upaya untuk mengakhiri pertempuran di wilayah tersebut.

“Seruan Presiden Trump yang sangat keterlaluan dan aneh untuk melakukan pembersihan etnis terhadap lebih dari dua juta warga Palestina di Gaza sangat melemahkan peluang kelanjutan gencatan senjata,” kata Josh Ruebner, dosen program Keadilan dan Perdamaian di Universitas Georgetown, dikutip Al-Jazeera.

“Pembersihan etnis warga Palestina tidak termasuk dalam perjanjian gencatan senjata, dan jika Trump memberikan opsi tersebut, maka dia akan menghancurkan proses yang sangat rapuh ini,” imbuhnya.

Sejak Oktober 2023, serangan Israel yang didukung AS di Gaza telah menewaskan hampir 62.000 warga Palestina, termasuk ribuan orang hilang yang diperkirakan juga meninggal dunia.

Namun mengapa Trump dengan tegas menyatakan penghargaan atas gencatan senjata yang tidak ingin ia pertahankan? Analis Timur Tengah Khaled Elgindy menilai Donald Trump tidak tertarik dengan gencatan senjata demi kesejahteraan rakyat Palestina. Sang presiden justu disebut ‘haus pujian’.

“Dia tertarik dengan judul gencatan senjata. Dia ingin pujian. Dia ingin mengatakan ‘Saya menang. Sayalah orang yang telah melakukannya. Dia sebenarnya tidak peduli jika hal itu dilaksanakan atau jika hal itu berantakan atau berakhir dengan pembersihan etnis,” ucap Khaled.