Bagikan:

JAKARTA – Jumlah korban meninggal dunia akibat kebakaran di Los Angeles, Amerika Serikat, bertambah menjadi 16 orang. Peneliti iklim dan atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN Erma Yulihastin mengatakan, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Los Angeles merupakan fenomena anomali.

Setidaknya dalam sepekan terakhir masyarakat di seluruh dunia disuguhkan kabar kebakaran yang terjadi di Negeri Paman Sam. Menurut sejumlah sumber, kebarakan pertama kali terjadi pada Selasa (7/1/2025) pagi waktu setempat di Pacific Palisades, kawasan Los Angeles County di sebelah timur Malibu.

Kebakaran terbesar, di Palisades, kini telah membakar lebih dari 23.000 hektare lahan meskipun ribuan petugas pemadam kebakaran membuat beberapa kemajuan dalam mengendalikan sekitar 11 persen kebakaran tersebut.

Sebuah rumah dilalap api dalam kebakaran Eaton di kawasan Altadena, Los Angeles County, California pada 8 Januari 2025. (BBC)

Kini kebakaran telah menyebar ke lingkungan Mandeville Canyon, yang memicu perintah evakuasi untuk sebagian besar wilayah Brentwood. Ini adalah kawasan elite di mana Arnold Schwarsenegger, kepala eksekutif Disney Bob Iger, dan bintang NBA LeBron James tinggal.

Kerugian Ribuan Triliun

Mengutip BBC, Kepala Pemadam Kebakaran Kota LA Kristin Crowley pada Minggu (12/1/2025) mengatakan, petugas melakukan “segala yang mereka bisa” untuk menghentikan penyebaran.

Kebarakan terus bergerak ke arah timur, yang mengancam lingkungan eksklusif Brentwood, termasuk Getty Center, museum seni terkenal di dunia yang kini telah mengevakuasi stafnya. Getty Center diketahui menyimpan lebih dari 125.000 karya seni, termasuk karya-karya Van Gogh, Rubens, Monet, dan Degas.

Kebakaran yang terjadi di kawasan Pacific Palisades, yang menjadi tempat tinggal banyak selebritas, adalah kebakaran terparah dalam sejarah Los Angeles. Lebih dari 12.000 bangunan dilaporkan hangus terbakar dan memaksa lebih dari 150.000 warga mengungsi.

Hingga Minggu waktu setempat, jumlah korban meningga akibat kebakaran hutan di Los Angeles naik menjadi 16 orang, dengan rincian lima kematian akibat kebakaran Palisades dan 11 lainnya terkait kebakaran Eaton, demikian dikonfirmasi dari kantor pemeriksa medis Kabupaten Los Angeles.

Petugas pemadam kebakaran memadamkan api dalam Kebakaran Palisades di kawasan Pacific Palisades, Los Angeles, California, AS, pada Selasa, 7 Januari 2025. (BBC)

Kebakaran di Los Angeles diproyeksikan menjadi salah satu bencana termahal dalam sejarah Amerika Serikat. Total kerugian dari kebakaran ini ditaksir lebih dari separuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

Mengutip AP News, perkiraan awal menyebut kerugian kebakaran mencapai 135 miliar dolar AS (Rp2.202 triliun) dampai 150 miliar dolar AS (Rp2.447 triliun). Sebagai perbandingan, Kementerian Keuangan merilis APBN Indonesia pada 2025 adalah sebesar Rp3.621,3 triliun.

Kepala Meteorology Accuweather Jonathan Porter menuturkan, kebakaran ini berpotensi menjadi yang termahal dalam sejarah modern AS. Perhitungan kerugian mencakup berbagai faktor, seperti kerusakan properti, infrastruktur, kendaraan, biaya kesehatan, kehilangan upah, hingga gangguan rantai pasokan.

"Api yang bergerak cepat dan didorong angin ini telah menciptakan salah satu bencana kebakaran hutan paling mahal dalam sejarah AS modern," kata Porter.

Jumlah korban tewas akibat kebakaran hutan di Los Angeles meningkat menjadi 16 jiwa, sementara kobaran api terus meluas hingga hari kelima, menurut otoritas setempat. (ANTARA/Anadolu/py)

Sementara itu, broker asuransi Aon PLC juga mengatakan, kebakaran ini akan melampaui Camp Fire 2018. Camp Fire 2018 menjadi kebakaran termahal dengan kerugian 12,5 miliar dolar AS atau Rp203,9 triliun dan menewaskan 85 orang.

Sejumlah ahli memperkirakan butuh waktu beberapa bulan untuk menghitung total kerugian secara konkret. Porter dari Accuweather menyebut, bencana ini masih di tahap awal dan kerugian mungkin akan terus bertambah.

Fenomena Anomali

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kebakaran dahsyat yang melanda Los Angeles. Namun sejumlah pakar mencoba mengurai alasan mengapa kebakaran sulit dijinakkan padahal terjadi saat musim dingin.

Perubahan iklim yang semakin cepat disebut sebagai salah satu penyebab ganasnya api melahap sejumlah wilayah bagian California Selatan ini, menurut Direktur Pusat Penelitian Kebakaran Liar di Universitas Swansea, Stefan Doerr.

“Beberapa penelitian telah menunjukkan secara meyakinkan bahwa musim kebakaran di California telah diperpanjang secara signifikan selama beberapa dekade terakhir, ucap Doerr kepada Anadolu.

Di saat yang sama, mereka juga memperingatkan bahwa kebakaran hutan di musim dingin dapat lebih sering terjadi di tahun-tahun mendatang, seiring perubahan iklim yang terjadi.

Beberapa orang berjalan melewati reruntuhan rumah dalam lingkungan perumahan yang terbakar di kawasan Pacific Palisades, Los Angeles pada Kamis (9/1/2025). (Jae C. Hong/AP) di 

Peneliti iklim dan atmosfer dari BRIN Erma Yulihastin ikut mengomentari kebakaran yang terjadi Los Angeles, Amerika Serikat. Dalam unggahan di akun media sosial X, Erma menyebut adanya fenomena anomali.

Erna menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan yang menghanguskan puluhan ribu rumah ini biasanya terjadi secara alamiah, yang dipicu oleh hembusan angin Santa Ana. Angin Santa Ana diketahui memiliki sifat kering dan dapat membakar dedaunan kering ketika angin tersebut berembus.  

"Hanya, normalnya Santa Ana yang dibangkitkan dari sistem tekanan tinggi di California ini seharusnya terjadi saat summer -musim panas-. Jika Santa Ana terjadi pada saat winter -musim dingin- seperti Januari saat ini, maka ini benar-benar anomali bahkan penyimpangan iklim," kata Erna.

Erna melanjutkan, angina Santa Ana umumnya terjadi dari area utara Great Basin, yang merupakan dataran luas gurun yang membawa sifat angin yang panas dan kering.

"Meski winter -musim dingin-, suhu capai 27 derajat celicius di hutan Angeles menandakan titik-titik api telah terbentuk," ungkapnya.