Bagikan:

JAKARTA - Baru-baru ini, PT Bank Permata Tbk, melepas kepemilikan sahamnya di PT Bank Permata Tbk kepada Bangkok Bank Public Company Limited. Ini menjadi yang ke sekian setelah beberapa waktu belakangan ada tren pemodal besar asing ingin menguasai kepemilikan bank-bank di Tanah Air melalui skema akuisisi dan merger.

Awal tahun ini, Bank terbesar kedua di Jepang, Sumitomo Mitsui Banking Corporation resmi memiliki 96,9 persen saham PT Bank Tabungan pensiunan Nasional Tbk atau BTPN. Kepemilikan mayoritas tersebut diperoleh setelah meleburkan bisnis PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia ke dalam bank yang fokus pada bisnis pensiunan tersebut.

Menyusul pesaingnya, The Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ juga meningkatkan kepemilikan sahamnya pada PT Bank Danamon Indonesia Tbk hingga mencapai 94 persen melalui aksi merger.

Selain bank asal Jepang, lembaga keuangan asal Korea Selatan juga belakangan masuk ke Indonesia secara masif meski pada bank dengan ukuran jauh lebih kecil. Paling anyar, Industrial Bank of Korea atau IBK menggabungkan PT Bank Agris Tbk dan PT Bank Mitraniaga Tbk. IBK kini menggenggam 95,79 persen bank hasil merger yang kini telah berganti nama menjadi PT Bank IBK Indonesia Tbk.

Sebelumnya, perusahaan keuangan asal Korsel, APRO Financial pada pertengahan tahun ini juga baru merampungkan merger antara Bank Oke Indonesia dan Bank Dinar. Sebelum diakuisisi APRO, Bank Oke Indonesia adalah Bank Andara. Setelah aksi merger tersebut, APRO Financial menguasai 91,33 persen saham.

Aksi akuisisi dan merger untuk menguasai mayoritas saham pada bank di Indonesia juga sebelumnya dilakukan oleh investor Korsel lainnya, seperti KEB Hana, Shinhan Bank, dan Woori Bank.

Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Marolop Alfred Nainggolan menilai keputusan PT Astra International Tbk dan Standard Chartered Bank untuk melepas kepemilikan sahamnya di PT Bank Permata Tbk kepada Bangkok Bank Public Company Limited positif bagi industri perbankan karena membuat sektor perbankan Indonesia didukung oleh pemodal-pemodal besar di dunia.

"Penjualan saham Bank Permata ke Bangkok Bank membuat sektor finansial, khususnya perbankan memiliki dukungan modal besar. Di luar Bank BUMN, pemegang saham bank besar di Indonesia adalah raksasa finansial dunia," ujar Marolop di Jakarta, Rabu 18 Desember.

Ia menambahkan, masuknya Bangkok Bank tentu akan mendorong proses konsolidasi perbankan Indonesia. Langkah ini sejalan dengan strategi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bagus buat industri perbankan nasional.

Lebih jauh Marolop menyatakan, dengan dukungan finansial yang kuat, Bank Permata dapat mengakselerasi bisnisnya dengan lebih kuat dan lebih siap untuk berkompetisi di industri finansial yang makin ketat saat ini.

"Hubungan Bank Permata dengan Astra Group yang akan tetap terjaga pasca akuisisi juga akan menjadi salah satu faktor penguat bagi bank ini di masa depan. Bangkok Bank dengan pengalamannya tentu punya strategi yang sudah teruji. Apalagi masyarakat Indonesia dan Thailand memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda," ujarnya.

Sebagai informasi, Bank asal Negeri Gajah Putih tersebut sepakat mengakuisisi 89,12 persen saham Bank Permata, dengan nilai pembelian Rp 37,43 triliun, 1,77 kali nilai buku. Aksi korporasi tersebut akan dilanjutkan dengan tender offer untuk saham tersisa sehingga total nilai transaksi tersebut berpotensi sekitar Rp 42 triliun.

Perusahaan menyatakan akuisisi dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kehadiran Bangkok Bank di Indonesia, negara yang dinilai memiliki prospek positif secara ekonomi.

Selain itu, perusahaan ingin menjadi bank regional dengan kehadiran yang lebih besar di pasar-pasar kunci ASEAN. Lewat akuisisi ini, perusahaan juga ingin menangkap peluang baru di tengah integrasi ekonomi dan keuangan ASEAN.

Adapun sejauh ini, perusahaan telah hadir di 14 negara, termasuk Indonesia, meskipun statusnya di Indonesia baru sebagai kantor cabang. Langkah akusisi ini juga bertujuan memfasilitasi perusahaan Thailand dalam ekspansi ke luar negeri.

Investasi Thailand ke Indonesia disebut naik 25 persen secara tahunan sejak 2008. Lebih lanjut, langkah ini digadang-gadang dapat segera meningkatkan pendapatan per saham (EPS) dan tingkat pengembalian modal (ROE) Bangkok Bank.

Presiden Bangkok Bank Chartsiri Sophonpanich mengatakan optimismenya bahwa bisnis perbankan di Indonesia akan terus tumbuh dengan margin yang sehat. Hal ini berdasarkan pengalaman operasi di Indonesia selama ini. Secara khusus, ia melihat Bank Permata dengan skala yang cukup besar, yakni sebagai bank beraset terbesar ke-12 di Indonesia, bisa mendukung tujuan perusahaan dalam memperkuat posisi di regional.

"Permata menawarkan platform yang solid dan besar dengan kemampuan yang melengkapi tujuan strategis kami, termasuk memperluas jaringan distribusi, brand retail yang kuat, dan kemampuan digital yang maju,” kata dia.

Adapun Bangkok Bank menyatakan komitmennya untuk terus mendukung pendanaan untuk bisnis di segmen korporasi dan UKM, termasuk untuk sektor agrikultur dan otomotif.

Bangkok Bank telah menandatangani perjanjian pembelian saham bersyarat dengan Standard Chartered Bank dan Astra International pada Kamis, 12 Desember 2019. Perusahaan berharap transaksi pembelian 89,12 persen saham Bank Permata bisa terlaksana pada 2020, disusul dengan tender offer wajib untuk 10,88 persen saham tersisa.

Tender offer adalah penawaran untuk membeli saham suatu perusahaan di atas harga pasar dengan pembayaran tunai, sekuritas maupun keduanya. Tender offer wajib perlu dilakukan seiring perubahan pemegang saham pengendali.

Adapun Bangkok Bank membeli 89,12 persensaham Bank Permata dengan nilai transaksi Rp 37,43 triliun, untuk harga per saham Rp 1.498. Dengan demikian, untuk akuisisi 100 persen saham dengan harga yang sama, nilai transaksi sebesar Rp 42 triliun.

Untuk merealisasikan akusisi tersebut, perusahaan masih harus mendapatkan sederet persetujuan dari pihak terkait. Aksi korporasi ini masih tergantung pada beberapa kondisi, termasuk persetujuan dari Bank of Thailand dan Otoritas Jasa Keuangan, serta rapat umum pemegang saham.

Kebutuhan dana untuk akuisisi ini bakal diambil dari sumber internal dan pendanaan rutin Bangkok Bank. Perusahaan optimistis modal tetap tinggi setelah menggelontorkan puluhan triliun untuk akuisisi ini.