Menyoal Masalah Kekerasan dalam Kerja Polri yang Masih Dirasakan Banyak Masyarakat
Foto ilustrasi (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih kerap terjadi. Termasuk diantaranya adalah tindakan kekerasan. Survey kami mengungkap bahwa banyak masyarakat yang merasakan hal tersebut. 

Beberapa hari lalu, kasus Sarpan, seorang kuli bangunan yang digebuki polisi di sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara, ramai diperbincangkan. Ia dianiaya oleh beberapa oknum Polri. Penganiayaan dilakukan mulai dari dipukul hingga disetrum. 

Padahal, Sarpan bukanlah pelaku kejahatan. Pria yang merupakan warga Jalan Sidomulyo Pasar IX Dusun XIII Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, hanyalah saksi dari kasus pembunuhan. Tetapi, dengan cara menganiaya itu, Sarpan justru diminta untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan terhadap Dodi Somanto yang terjadi pada Kamis, 2 Juli.

Menurut data Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada Januari sampai 11 Juli 2020, tercatat ada 1.923 aduan dari masyarakat terkait Polri. Dari data itu, tercatat ada 212 aduan terkait penyalahgunaan wewenang, perkara itu paling banyak kedua setelah masalah pelayanan buruk sebanyak 638. "Masalah penyalahgunaan wewenang itu termasuk kekerasan. Tetapi tidak semua ya," kata Poengky Indarti ketika disambangi VOI, Sabtu kemarin. 

Jaring aspirasi

Kami berusaha melihat lebih luas persepsi masyarakat terhadap tindakan kekerasan dalam kerja Polri, dengan membuat survey jaring aspirasi di media sosial Twitter dan Instagram. Hasilnya, mayoritas dari mereka  merasa bahwa masih ada kekerasan dalam kerja Polri. 

Cara kerja survei kami adalah dengan membuat kuesioner lalu menyebarkannya secara random di media sosial Twitter dan Instagram. Dari situ, kami berhasil menjaring aspirasi warganet sebanyak 582 responden yang tersebar di 106 kota di Indonesia. 

Kemudian untuk mengukur persepsi khalayak kami menggunakan skala likert yang memiliki lima tingkat penilaian mulai dari sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Alhasil, dari total responden yang 92,6 persen adalah golongan milenial (17-30 tahun) lebih dari 50 persen merasa masih ada kekerasan dalam kerja polri. 

Dalam kekerasan fisik misalnya, 70,58% responden merasa masih ada kekerasan fisik dalam kerja Polri. Sementara 71,54% responden merasa masih ada kekerasan psikis dalam kerja Polri. 

Dalam hal kasus kekerasan yang terjadi pada proses penyidikan seperti pada kasus Sarpan, tidak semua masyarakat merasa ada penyalahgunaan wewenang dalam hal ini tindakan kekerasan. 16,8 persen responden merasa sangat tidak setuju dan 14,6 persennya merasa tidak setuju bahwa ada kekerasan saat pemeriksaan di kantor kepolisian. Sementara mereka yang setuju merasa ada kekerasan saat pemeriksaan di kantor kepolisian tercatat sebanyak 20,6 persen dan yang merasa sangat setuju ada 32,8 persen. 

Untuk membahas masalah ini lebih komprehensif dan memahami akar permasalahan yang ada di tubuh Polri khususnya terkait masalah kekerasan, hari ini akan berlangsung acara Diskusi VOI yang bertajuk "Kenapa Kita Benci Polisi." Acara tersebut akan mengupas topik mengenai penyalahgunaan wewenang khususnya dalam masalah kekerasan yang dilakukan Polri. 

Diskusi yang akan disiarkan secara langsung lewat channel YouTube Voidotid pukul 3 sore ini, akan dihadiri oleh narasumber dari berbagai kalangan. Mulai dari institusi Polri yang diwakili Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen. Pol. Awi Setiyono, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi III, Nasir Djamil, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti dan Peneliti Senior Institute for Criminal Justice Reform Anggara Suwahju.