JAKARTA - Sejumlah fraksi menyoroti soal keberadaan rumah pemotongan hewan babi di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat. Hal itu mencuat saat pandangan umum fraksi DPRD yang membahas Rancangan peraturan daerah tentang APBD DKI 2020.
Beberapa Fraksi menyoroti RPH ini karena masyarakat resah akibat limbah dan pencemaran udara sehingga menyebabkan bau tak sedap di sekitar lokasi RPH yang dikelola BUMD milik Pemprov DKI, PD Dharma Jaya. Keberadaan RPH ini juga berdampak pada kegiatan dagang dan usaha makanan, yang buntutnya membuat kerugian bagi warga.
Anggota Fraksi Demokrat Desie Christhyana Sari, meminta Pemprov DKI segera menutup RPH Babi di Kapuk ini. Kata dia, keberadaannya meresahkan masyarakat yang ada di sana.
"Fraksi Partai Demokrat meminta agar rumah potong babi yang terdapat di daerah Kapuk, Jakarta Barat, segera ditutup karena meresahkan warga," ucap Desie saat rapat, Rabu, 4 Desember.
Demikian juga, anggota Fraksi Gerindra Purwanto, yang bilang RPH tersebut semestinya ditutup karena bertentangan dengan Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pengendalian, Pemeliharaan, Peredaran Unggas.
"Jika pelaku usaha swasta sudah dilarang jika bertentangan dengan Perda tersebut, lalu mengapa PT. Darma Jaya selaku BUMD tidak menyesuaikan dengan aturan tersebut," tutur Purwanto.
Lagi pula, tambah dia, jumlah hewan babi yang dipotong setiap hari hanya sekitar 200 ekor atau hanya untuk menyuplai 10 sampai 20 persen bagi kebutuhan Babi di DKI Jakarta.
"Luas lahan RPH mencapai 5 hekter. Akan lebih bermanfaat jika dialihfungsikan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas," kata dia.
Melansir Republika, peternakan babi di Kelurahan Kapuk ini diresmikan Gubernnur Ali Sadikin pada 1962 namun baru direalisasikan pada tahun 1972.
Awalnya, peternakan babi ini menggunakan lahan 125 hektare. Sedikitnya 82 peternak menanamkan modal berupa 40.000 ekor babi. Mereka mengelola peternakan di atas lahan 1.500 meter persegi sampai 2.000 meter persegi
Luas kavling peternakan dapat dipilih oleh peternak. Babi ini diperoleh dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lampung, Sumatera Utara dan Batam.
Tahun 1997, Wali kota Jakarta Barat Sutardjianto berhasil menutup kawasan ini sebagai lokasi peternakan babi. Namun RPH tersebut masih beroperasi sampai sekarang.
RPH ini sudah diprotes beberapa kali oleh warga. Namun, Pemprov DKI tak bisa menutupnya.
Melansir beritajakarta.id, desakan untuk menutup peternakan yang bergabung dengan RPH ini juga muncul pada 2015. Namun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan tidak akan merelokasinya.
Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta Darjamuni mengatakan, penutupan ini mustahil karena keberdaan RPH babi terebut dipertahankan untuk menjaga kebutuhan pasokan daging babi di ibukota yang sudah mencapai 500 ekor per hari.
Namun, Pemprov DKI memberikan solusi pengerukan limbah dan penganan saluran air di sekitar RPH.
"Pemindahan RPH Babi tidak mudah mengingat belum adanya lokasi lain yang representatif," ujar Darjamuni, Jumat, 23 Oktober 2015.