Meski Wisata Ditutup, Pengelolaan TN Betung Kerihun Tetap Berjalan
Taman Nasional (TN) Betung Kerihun dan Danau Sentarum (Foto: ksdae.menlhk.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Balai Besar Taman Nasional (TN) Betung Kerihun dan Danau Sentarum, tetap menjalankan berbagai kegiatan terkait dengan pengelolaan kawasan tersebut, meski destinasi wisata tutup akibat Pandemi COVID-19.

Adapun kegiatan pengelolaan yang dilakukan saat pandemi ini, antara lain kegiatan patroli kawasan. Tujuan utamanya untuk tetap menjaga keamanan kawasan TN dari berbagai ancaman perusakan. Terutama patroli pencegahan kebakaran hutan dalam upaya mencegah terjadinya kebakaran di TN. 

“Patroli kali ini agak berbeda dari biasanya, dimana para petugas saat patroli menggunakan masker, serta malakukan penyemprotan disinfektan pada pemukiman masyarakat yang berada di dalam kawasan Taman Nasional,” kata Kepala Balai Besar TN Betung Kerihun dan Danau Sentarum, Arief Mahmud dalam keterangan resmi dikutip Minggu 10 Mei.

Meski tempat wisata ditutup akibat Pandemi COVID-19, kata dia, ekonomi masyarakat disekitar TN masih bisa terbantu. Salah satu langkahnya adalah, Balai Besar memberikan bantuan dan dorongan dalam hal produksi serta pemasaran kepada Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS). 

APDS merupakan salah satu kelompok masyarakat binaan yang memungut Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa madu hutan di dalam kawasan TN Danau Sentarum. Saat Pandemi COVID-19 saat merebak, madu hutan menjadi salah satu produk yang sangat dicari dan diminati oleh masyarakat umum, karena memiliki khasiat yang sangat baik untuk menjaga kesehatan dan imunitas tubuh.

Terkait dengan pemasaran, kata dia, madu kemasan produk APDS selain dapat dipesan langsung, saat ini bisa juga dipesan secara online melalui platform perdagangan elektronik shopee.  

Kata dia, selain madu hutan saat ini juga dilakukan pengembangan pola pemberdayaan masyarakat sekitar penyangga kawasan TN Betung Kerihun dan Danau Sentarum berupa demonstration plot (demplot) budidaya madu kelulut. Adanya demplot bertujuan untuk memberikan percontohan bagaimana memanfaatkan salah satu potensi HHBK berupa madu kelulut yang memiliki nilai ekonomis dan ada di dalam kawasan untuk dapat dibudidayakan oleh masyarakat sekitar.

“Tingginya permintaan madu hutan dan kelulut selaras dengan peningkatan ekonomi masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan dan tidak melenceng dari prinsip-prinsip konservasi yang ada di TN,” ungkap Arief.

Presiden APDS, Basriwadi menjelaskan bahwa salah satu program yang dilakukan adalah APDS memproduksi sekitar 1.000 botol kemasan 300 mg dengan harga promo Rp 70.000. Harga ini jauh lebih murah dari harga biasanya yaitu Rp 100.000, agar terjangkau oleh masyarakat umum dan sebagai bagian dari kontribusi APDS dalam membantu upaya pencegahan penyebaran Pandemi COVID-19. APDS telah memenuhi pesanan madu untuk wilayah Putussibau, Sanggau, Pontianak, Kalimantan Timur, Jakarta, Kepulauan Riau,  hingga  Batam. 

“Sampai saat ini dalam rentang waktu 1 bulan sebanyak 1.000 botol madu kemasan habis terjual, dengan masih tersedianya bahan baku madu, kami berkomitmen untuk menyiapkan produk kemasan siap jual guna memenuhi permintaan yang semakin meningkat.” kata Basriwadi.