Bagikan:

JAKARTA - Kebijakan Presiden Donald Trump mencabut hak Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa dari luar negeri sejak Kamis, 22 Mei, sontak memicu gelombang kekhawatiran dan kebingungan di kalangan mahasiswa internasional.

Sehari usai pengumuman kebijakan, seorang hakim Amerika Serikat (AS) untuk sementara memblokir langkah pemerintahan Trump, beberapa jam setelah Harvard mengajukan gugatan di pengadilan federal Boston. Namun, masa depan ribuan mahasiswa internasional Harvard masih belum jelas.

Situasi ini terus berkembang, dan mahasiswa internasional Harvard serta universitas-universitas di seluruh dunia menunggu perkembangan lebih lanjut.

Harvard saat ini memiliki hampir 7.000 mahasiswa internasional atau sekitar 27 persen dari total mahasiswanya, menghadapi ancaman serius terhadap keberlangsungan pendidikan mereka. Michael Gritzbach, seorang mahasiswa asal Jerman yang sedang menempuh gelar master di bidang administrasi publik, menggambarkan situasi ini sebagai "mimpi yang berubah menjadi mimpi buruk."

"Banyak dari kami yang telah menabung selama bertahun-tahun atau mendapatkan beasiswa. Bahkan kemenangan di pengadilan pun tidak menjamin kami bisa melanjutkan studi di Harvard," ungkap Gritzbach, kepada Reuters, dikutip Sabtu, 24 Mei.

Sementara, seorang mahasiswa asal Inggris yang diterima di Harvard Graduate School of Education untuk program master yang dijadwalkan mulai September, mengungkapkan kekhawatiran serupa.

 "Kami merasa tidak ada yang bisa kami lakukan saat ini. Jika saya tetap pergi ke Harvard, saya khawatir tidak bisa berbicara secara terbuka. Suasana ini mengkhawatirkan, terutama di lingkungan kampus yang seharusnya merayakan pertukaran ide," ujarnya.

Penundaan Visa dan Alternatif Universitas

Sebelum intervensi pengadilan AS pada hari Jumat, mahasiswa internasional melaporkan adanya penundaan dalam pengajuan visa AS mereka. Seorang mahasiswa bahkan diberitahu oleh petugas wawancara visa bahwa aplikasi mereka ditahan untuk "pemrosesan administrasi tambahan" yang bisa memakan waktu hingga 60 hari.

Abdullah Shahid Sial, mahasiswa asal Pakistan dan salah satu pemimpin badan mahasiswa Harvard, menyatakan bahwa beberapa mahasiswa sudah mulai mencari alternatif universitas. "Kami sedang bekerja sama dengan administrasi universitas untuk membantu mahasiswa yang ingin atau terpaksa pindah ke universitas lain, baik di dalam maupun di luar Amerika Serikat," katanya.

Universitas-universitas di Inggris, seperti anggota Russell Group, serta institusi di Swiss dan Irlandia, diperkirakan akan menerima lonjakan aplikasi dari mahasiswa Harvard. Corinne Feuz, juru bicara Institut Teknologi Federal Swiss, menyatakan, "Langkah-langkah terbaru terhadap Universitas Harvard ini bisa mengubah situasi dan membuat kami menerima mahasiswa terbaik secara global."

Dampak Internasional

Keputusan ini tidak hanya berdampak pada mahasiswa dari negara-negara Eropa, tetapi juga Kanada dan Belgia. Cleo Carney, putri Perdana Menteri Kanada Mark Carney, dan Putri Elisabeth dari Belgia, yang merupakan pewaris takhta, termasuk di antara mahasiswa Harvard yang terancam.

"Dampak dari keputusan ini baru akan terlihat jelas dalam beberapa hari atau minggu mendatang. Kami sedang menyelidiki situasinya," kata Lore Vandoorne, juru bicara Istana Belgia.

Pemerintah Belanda juga menyatakan keprihatinan mereka. Juru bicara Menteri Pendidikan Belanda mengatakan, "Ini akan menjadi masalah yang sangat serius jika mahasiswa terpaksa menghentikan studi mereka." Pemerintah Belanda saat ini sedang berkomunikasi dengan pihak AS.