Bagikan:

JAKARTA - Dua warga negara China ditangkap aparat keamanan Korea Selatan hingga dua kali, karena mengambil foto dekat pangkalan udara militer Amerika Serikat di negara itu dua kali pekan ini di lokasi yang sama.

Polisi Korea Selatan menangkap dua warga negara China pada Hari Rabu karena merekam jet tempur AS di dekat pangkalan udara AS, setelah dua hari sebelumnya ditangkap melakukan aktivitas yang sama di lokasi yang sama.

Menurut Badan Kepolisian Provinsi Gyeonggi Nambu, US Army melaporkan keduanya, yang namanya tidak disebutkan, setelah melihat mereka mengambil foto di dekat Pangkalan Udara Osan, instalasi militer utama AS di Pyeongtaek, Provinsi Gyeonggi.

Polisi menangkap keduanya dan mengonfirmasi, mereka ditangkap di area yang sama untuk hal yang sama pada Hari Senin, dikutip dari The Korea Times 24 April.

Saat itu, polisi, berkoordinasi dengan Badan Intelijen Nasional dan Komando Kontraintelijen Pertahanan, tidak menemukan tanda-tanda spionase dan menutup kasus tersebut hanya delapan jam setelah keduanya ditangkap.

Kesimpulan serupa dicapai dalam insiden Hari Rabu. Keduanya dilaporkan dibebaskan tanpa tuduhan setelah polisi memastikan tidak ada hukum yang dilanggar, karena mereka hanya memotret pesawat di langit.

air force one di osan air base
Pesawat Kepresidenan AS Air Force One dan Helikopter Kepresidenan AS Marine One di Osan Air Base. (Wikimedia Commons/U.S. Air Force/Tech. Sgt. Micky M. Bazaldua)

Berdasarkan hukum saat ini, mengambil foto pesawat yang terbang di luar zona keamanan yang ditentukan bukanlah tindak pidana.

Ini bukan pertama kalinya warga negara Tiongkok tertangkap basah memotret fasilitas militer di Negeri Ginseng.

Awal bulan ini, dua remaja Negeri Tirai Bambu ditangkap atas dugaan memotret jet tempur secara ilegal saat lepas landas dan mendarat menggunakan kamera dan telepon pintar.

Mereka ditangkap oleh polisi di Suwon, Provinsi Gyeonggi, yang merupakan rumah bagi Wing Tempur ke-10 Angkatan Udara Republik Korea.

Pangkalan tersebut memainkan peran penting dalam mempertahankan wilayah udara di atas wilayah metropolitan Seoul dengan mengoperasikan jet tempur termasuk KF-5.

Pihak berwenang kemudian menemukan kedua remaja Tiongkok tersebut mengambil ribuan foto tidak hanya di sana, tetapi juga di empat fasilitas militer utama Korea Selatan dan AS, termasuk Pangkalan Udara Osan, Kamp Humphreys di Pyeongtaek, dan pangkalan Angkatan Udara di Cheongju, Provinsi Chungcheong Utara.

jet tempur as di osan air base
Jet tempur FA-18A Hornet Amerika Serikat di Osan Air Base. (Wikimedia Commons/US Air Force/1stLt. Stacie Shafran)

Polisi mengatakan salah satu remaja tersebut mengaku ayahnya bekerja untuk biro keamanan publik China.

Meskipun tidak ada bukti yang muncul untuk mengonfirmasi keterlibatan pemerintah China, bahkan jika ada, penuntutan berdasarkan tuduhan spionase akan sulit dalam kasus-kasus ini.

Diketahui, spionase dapat dihukum mati, penjara seumur hidup, atau setidaknya tujuh tahun penjara di Korea Selatan, tetapi hanya jika tindakan tersebut dilakukan untuk musuh. Berdasarkan hukum, istilah tersebut secara eksklusif merujuk pada Korea Utara.

Agar suatu negara diakui secara hukum sebagai negara musuh, negara tersebut harus dalam keadaan perang dengan Korea Selatan, suatu kondisi yang hanya berlaku untuk Korea Utara, karena kedua Korea secara teknis masih berperang sejak pertempuran dalam Perang Korea 1950-53 berakhir dengan perjanjian gencatan senjata dan bukan perjanjian damai.

Ini berarti, spionase atas nama negara lain, termasuk China, tidak dikenakan tuduhan yang sama. Celah hukum ini membuat beberapa ahli bingung.

jet tempur as di osan air base
Pesawat tempur jenis A-10 Thunderbolt II dari 25th Fighter Squadron mendarat di Osan Air Base (Wikimedia Commons/US Air Force/Airman 1st Class Ashley J. Thum)

"Saya tidak memahaminya," kata Kim Yeoul-soo, seorang peneliti di Institut Urusan Militer Korea, kepada The Korea Times.

"Sebagian besar negara tidak menyebutkan negara tertentu dalam undang-undang spionase," lanjutnya.

Ia menambahkan, celah hukum inilah yang memungkinkan warga negara Tiongkok terhindar dari hukuman atas tindakan tersebut.

"Undang-undang kita tidak mengikuti perkembangan, dan celah itu menciptakan peluang untuk lebih banyak lagi kegiatan terlarang," katanya.

Seruan untuk merevisi undang-undang spionase mulai menguat pada Juni lalu, setelah terungkap seorang pekerja sipil di Komando Intelijen Pertahanan Korea telah membocorkan rahasia militer Korea Selatan selama tujuh tahun setelah direkrut oleh seorang etnis Korea berkebangsaan Tiongkok.

Partai Demokratik Korea (DPK) yang liberal mengambil sikap hati-hati terhadap revisi yang diusulkan untuk memperluas cakupan undang-undang spionase dari yang hanya menargetkan negara musuh menjadi mencakup negara asing secara lebih luas, dengan alasan kekhawatiran definisi yang ambigu tentang "rahasia negara" dan "rahasia militer" dapat menyebabkan potensi penyalahgunaan.

Pada Hari Selasa, anggota parlemen Kweon Seong-dong, pemimpin fraksi Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, mendesak DPK untuk bekerja sama secara aktif dalam meloloskan amandemen tersebut.

Desember lalu, mantan Presiden Yoon Suk-yeol mengutip penentangan DPK terhadap revisi tersebut sebagai salah satu alasan di balik deklarasi darurat militernya.

Namun, Mahkamah Konstitusi kemudian memutuskan klaim tersebut tidak berdasar, dengan menyatakan RUU tersebut masih dalam peninjauan dengan usulan alternatif yang sedang dibahas, alih-alih diblokir langsung oleh DPK.