Bagikan:

JAKARTA - Komisi Yudisial menilai langkah Mahkamah Agung (MA) merotasi ratusan hakim dan puluhan panitera merupakan upaya pembenahan. Terutama usai munculnya kasus dugaan suap dan atau gratifikasi yang melibatkan perangkat peradilan.

"KY menilai bahwa kebijakan MA ini sebagai upaya serius untuk melakukan pembenahan lembaga peradilan, pasca isu suap dan gratifikasi terhadap sejumlah hakim," ujar Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangan tertulis, Rabu 23 April..

KY mendukung dan mengapresiasi langkah tersebut. Terlebih, sejumlah kasus yang melibatkan hakim telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum, khususnya peradilan

"Rententan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat sejumlah hakim berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan," kata Fajar.

Selain itu, KY berkomitmen bersama MA untuk menjaga kehormatan hakim. Bahkan, KY juga siap memberikan masukan seputar hakim yang berintegritas. Hal itu bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam proses mutasi.

"KY juga siap memberikan masukan dan informasi terkait hakim-hakim yang berintegritas melalui rekam jejak yang pernah dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mutasi hakim," kata Fajar.

Diketahui, Mahkamah Agung merotasi 199 hakim dan 68 panitera. Dari ratusan hakim yang dipindahtugaskan satu di antaranya yakni Eko Aryanto yang merupakan hakim yang mengadili Harvey Moeis di kasus korupsi di PT Timah.

Mutasi tersebut diketahui berdasarkan surat hasil rapat pimpinan (Rapim) hakim MA yang diterbitkan Selasa, 22 April 2025. Hakim Eko Aryanto dimutasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Pengadilan Negeri Sidoarjo

Hakim Eko Aryanto sempat mendapat sorotan ketika mengadili perkara Harvey Moeis. Sebab, vonis pidana penjara yang diberikan kepada suami Sandra Dewi itu hanya 6,5 tahun.

Sorotan semakin tajam ketika Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta justru memperberat vonis Harvey menjadi 20 tahun penjara.