Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) melakukan penggeledahan terkait dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (komdigi), Tahun 2020 sampai 2024 pada Kamis malam, 13 Maret.

Penggeledahan dilakukan di beberapa tempat wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan. Berdasarkan penggeledahan tersebut, jaksa penyidik menemukan dan menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi a quo.

"Atas adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut. Pada hari yang sama, diterbitkan juga Surat Perintah Penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan lalu Jaksa Penyidik," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting saat dikonfirmasi VOI, Jumat, 14 Maret.

Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut, diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar.

Diketahui, kasus berawal pada 2020. Saat itu Kominfo yang sekarang berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Kondisi) melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar.

Dalam pelaksanaannya, diduga ada pengkondisian pemenangan kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta dalam hal ini adalah PT. AL.

Ironisnya, pengkondisian itu berjalan hingga lima tahun.

"Pada tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000. Kemudian pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360," kata Bani.

Lebih lanjut pada tahun 2022, terdapat adanya dugaan pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.

"Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952, dimana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301," katanya.

Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470.

"Pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta

tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," ujarnya.