Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Letjen TNI (Purn) Marciano Norman menyayangkan adanya dualisme kepengurusan pada sejumlah organisasi cabang olahraga nasional. Ia menilai dualisme akan berdampak pada menurunnya prestasi atlet yang akan mengikuti ajang olahraga.

“Jangan ego masing-masing membuat berkibarnya Merah Putih tersendat-sendat. Saya berprinsip satu; atlet tidak boleh jadi korban dari dualisme organisasi,” ujar Marciano saat berbincang bersama Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 12 Maret 2025.

Menurut Marciano, organisasi cabang olahraga merupakan wadah pembinaan para atlet untuk mengembangkan karirnya. Sehingga setiap permasalahan yang terjadi pada organisasi tersebut harus segera diselesaikan. “Atlet itu hanya secara murni, tulus dan ikhlas mengorbankan segalanya untuk Indonesia, kita-kita ini yang membina mereka, yang harus mewujudkan impian mereka,” kata dia.

Dualisme kepengurusan terjadi pada sejumlah cabang olahraga nasional seperti Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI), Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi), serta Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (Ikasi). Dualisme ini berdampak pada prestasi cabang olahraga seperti Tenis Meja yang sempat tidak dipertandingkan pada PON Papua 2021. Atlet Tenis Meja juga absen pada ajang internasional seperti SEA Games pada tiga edisi yakni 2017, 2019 dan 2021.

Kepala BIN Periode 2011-2018 itu mengimbau pengurus organisasi cabang olahraga untuk tetap menjaga kekompakan. Tujuannya agar olahraga menjadi sarana persatuan bangsa Indonesia. “Mereka yang ada di 3 cabang olahraga ini (PTMSI, Ikasi dan Pordasi), kalau melihat olahraga sebagai pemersatu bangsa, perbedaan itu mereka bisa selesaikan,” ucap Marciano.

Marciano menambahkan, KONI juga dapat mendorong penyelesaian dualisme dalam organisasi cabang olahraga tersebut. Namun, persoalan ini akan lebih cepat selesai bila semua pihak sepakat menyelesaikan persoalan. “Jangan ada pihak yang memberikan ‘angin’,” katanya.

KONI Minta Permenpora Organisasi Olahraga Prestasi Direvisi

Ketua KONI Pusat, Letjen TNI (Purn) Marciano Norman merespons terbitnya Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Lingkup Olahraga Prestasi. Menurutnya, aturan tersebut menimbulkan polemik dalam kepengurusan KONI.

“Memang harus diakui (Permenpora 14/2024) menimbulkan keresahan anggota KONI. Anggota KONI itu siapa? yaitu 38 KONI provinsi, 514 KONI kabupaten/kota, dan 78 cabang olahraga. Itu resah, mengapa? Karena peraturan ini memangkas kepentingannya KONI pusat sehingga banyak kewenangan kita yang ditarik ke Kemenpora,” kata Marciano kepada Eddy Wijaya.

Pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 28 Oktober 1954 itu menyatakan telah menulis surat permohonan revisi peraturan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo. KONI juga telah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi 10 DPR RI terkait beleid tersebut. “Mereka (DPR RI) akan menjembatani perbedaan pendapat antara Kemenpora dengan KONI dan anggotanya,” ucap Marciano.

Marciano menjelaskan salah satu hal yang menjadi sorotan dari KONI adalah Pasal 10 Permenpora yang mengatur tentang kongres/musyawarah organisasi olahraga yang harus mendapat rekomendasi dari Kemenpora. Menurut Marciano hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Piagam Olimpiade (Olympic Charter). Piagam tersebut menekankan independensi, otonomi, dan netralitas organisasi cabang olahraga dari intervensi politik.

Marciano khawatir aturan membuat International Olympic Committee (IOC) menilai Indonesia melanggar Piagam Olimpiade. Sehingga berbuah sanksi berat seperti penangguhan hak-hak artisipasi dalam kompetisi hingga multi event internasional. “Kemungkinan itu bisa terjadi (Pemberian Sanksi), dan Indonesia di masa seperti sekarang ini jangan ditambah oleh masalah- masalah yang tidak perlu,” ucap Marciano.

Marciano menambahkan Permenpora juga telah ditelaah oleh Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) lewat Fokus Grup Diskusi (FGD). Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah perumusan aturan yang tidak transparan dan tidak didukung naskah akademik sehingga bertentangan dengan Olympic Charter. “Saya apresiasi perhatian yang diberikan oleh perguruan tinggi yang juga memberikan kritik konstruktif terhadap Permenpora ini,” kata dia.

Eddy Wijaya mewawancarai Ketua Umum KONI Pusat Marciano Normal. (Dok Eddy Wijaya)
Eddy Wijaya mewawancarai Ketua Umum KONI Pusat Marciano Normal. (Dok Eddy Wijaya)

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa.

Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.